SELAMAT DATANG...SELAMAT BERJUANG !

Tiada kata Jera dalam Perjuangan.

Total Tayangan Halaman

Rabu, 23 Juni 2010

Memahami Selingkuh Politik Dalam Kasus Bank Century

Ada lima hal penting yang jadi perbincangan publik dalam skandal Bank Century : soal Antaboga, soal aliran dana, soal bank gagal sistemik, soal krisis ekonomi global saat itu dan soal kebijakan (dan melupakan isu utama : apakah assessment dan due diligence sudah dilakukan secara proper?)

A.SOAL ANTABOGA :

1. PT Antaboga Delta Sekuritas terdaftar di Bapepam sejak tahun 1992

Ini link-nya :

http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/statistik_pm/2009/2009_X_4.pdf

Sebanyak 82,18% saham Antaboga dimiliki PT Aditya Rekautama dan sisanya 17,82% dimiliki PT Mitrasejati Makmurabadi. PT Aditya Rekautama sendiri sebanyak 12,5% sahamnya dimiliki Robert, Hartawan Aluwi dan Budi PV Tanudjaja. Robert dan Hartawan merupakan menantu Sukanta Tanudjaja, mantan pemilik Great River, sedangkan Budi merupakan kerabat Sukanta.

Sedangkan PT Mitrasejati Makmurabadi dimiliki Harry Sutomo Raharjo dan Hendro Wiyanto. Hendro kini menjabat sebagai direktur utama Antaboga.

Perusahaan yang berlokasi di Jalan Wolter Monginsidi Nomor 88 L, Jakarta Selatan itu mendapatkan izin sebagai perusahaan efek dari Bapepam pada 20 Februari 1992. Perusahaan didirikan dengan modal dasar Rp 60 miliar dan modal disetor Rp 55 miliar.

Antaboga sendiri merupakan pemilik Bank Century dengan andil saham 7,44%. Di Century selain lewat Antaboga, keluarga Tantular juga memiliki saham lewat PT Century Mega Investindo yang menguasai 9% saham bank dan PT Century Super Investindo yang memegang 5,64% saham.

Ini link-nya :

http://202.155.2.90/members.asp?cmd=detail&id=sy

Jadi ribut-ribut soal reksadana bodong dari Antaboga harus ditanyakan pada Bapepam dan BEI, karena Antaboga yang merupakan anggota bursa itu, baru disuspend tanggal 4 Desember 2008 karena alasan adanya ketidaktertiban administrasi perusahaan. Antaboga terakhir memiliki MKBD senilai Rp 32,057 miliar. (bandingkan : Perpu no. 4/2008 telah ditanda-tangani Presiden SBY tanggal 15 Oktober 2008 dan Rapat KSSK tentang "bail out" Century sudah digelar tanggal 20-21 November 2008)

2. Soal ribut-ribut apakah dana yang belum dibayar oleh LPS itu adalah dana yang dimiliki masyarakat melalui PT Antaboga Delta Sekuritas atau dana tabungan/deposito masyarakat di Bank Century, maka puluhan nasabah Bank Century (bukan nasabah Antaboga) telah meminta bertemu dengan Komisi III DPRpada tanggal 24 November 2009, dan menunjukkan bahwa dana tabungannya/depositonya belum dibayar oleh LPS meskipun Century telah mendapat "bail out" sebesar Rp. 6,7 trilyun

Ini link-nya :

http://www.mediaindonesia.com/read/2009/11/25/107808/16/1/Komisi-III-Janji-Pertemuan-Nasabah-dengan-BI

Website Fox Indonesia pimpinan Choel Mallarangeng, bahkan secara jelas menyebutkan bahwa dana tabungan masyarakat masih ada juga yang belum bisa ditarik

Ini link-nya :

http://www.foxindonesia.co.id/index.php?option=com_view&Itemid=143&id=1807

Jadi pertanyaan mendasar ada dua :

a. Kepala Bapepam adalah anggota KSSK. Beliau ikut rapat KSSK tanggal 20-21 November 2009 dan sudah mengetahui bahwa pada tanggal 21 November pk. 07.00 seluruh Komisaris dan Direksi Bank Century harus diganti, sehingga komposisi kepemilikan saham PT Antaboga Delta Sekuritas juga berubah, tapi kenapa Antaboga baru di suspend 2 minggu kemudian (tanggal 4 Desember 2008). Lambat sekali. Alasan suspensi juga sangat lemah kalau hanya karena ketidak-tertiban administrasi.

b. Setelah para nasabah Bank Century datang ke Komisi III DPR tanggal 24 November 2009 sambil menunjukkan bukti buku tabungan/buku depositonya yang sampai sekarang belum terbayar, maka pertanyaan publik menjadi kemana dana "bail out" itu mengalir ?

B.SOAL ALIRAN DANA :

Mengingat simpang siurnya keterangan mengenai aliran dana ini, misalnya :

BPK : Kebijakan Bailout Century Salah! (Rp 500 M Mengalir Ke Politisi)

Ini link-nya :
http://nusantaranews.wordpress.com/2009/11/23/bpk-kebijakan-bailot-bank-century-salah/

Bambang Soesatyo, inisiator angket dari Partai Golkar, menegaskan tekadnya untuk menelusuri aliran dana sampai penikmat terakhir. "Kalau lihat alurnya, penerimaan kepada nasabah ini cash, Rp 200 miliar, Rp 400 miliar. Ini bawanya pakai truk. Dibawa ke suatu tempat di Jakarta Timur," katanya.

Ini link-nya : http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/28/04185484/centurygate.satukan.wakil.rakyat.dan.rakyat

Karena Indonesia tidak mempunyai UU Pembuktian Terbalik, maka akan sulit dan makan waktu lama bila BPK dan PPATK atau KPK harus menelusur aliran dana Bank Century. Yurisprudensi penanganan kasus Bank Bali jaman Presiden Habibie bisa digunakan. Presiden Habibie saat itu memerintahkan audit menyeluruh menggunakan lembaga auditor internasional (PWC) yang sudah terbiasa melakukan audit investigatif dengan metode pembuktian terbalik dalam waktu yang cukup singkat

Presiden SBY bisa menggunakan preseden hukum ini dengan memerintahkan lembaga auditor yang bereputasi baik seperti Price Waterhouse Coopers (PWC), Ernst & Young atau KPMG untuk menelusur aliran dana Bank Century dengan azas pembuktian terbalik, misalnya dengan mengaudit dana kampanye melalui pembuktian terbalik yaitu dengan cara mengaudit laporan keuangan semua stasiun TV pada masa kampanye dulu (satu slot TV (30 detik) itu nilainya Rp. 30 juta, audit semua surat kabar (iklan satu halaman penuh di koran itu harganya Rp. 500 juta), audit dana BUMN, audit Jurnal Nasional yang dibagikan gratis itu dll. Dari sana dapat ditelusur dari mana media massa itu mendapat pembayarannya dan dari mana asal usul dana kampanye partai serta dana kampanye capres-cawapres.

Kenapa BUMN juga harus diaudit ?

Ini daftar pejabat BUMN pendukung kampanye SBY (UU Pilpres (UU No. 42 tahun 2008) pasal 217 menyebutkan, bagi pejabat BUMN yang menjadi tim sukses terancam kurungan penjara paling lama 24 bulan dan denda maksimal Rp 50 juta):

Pejabat BUMN di Tim Kampanye Resmi SBY-Boediono:
- Achdari, Ketua Dewan Pengawas Peruri/Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye
- Soeprapto, Komisaris Independen Indosat/Koordinator Pembinaan dan Penggalangan Saksi Tim Kampanye
- Max Tamaela, Komisaris Hutama Karya/Anggota Pembinaan dan Penggalangan Saksi Tim Kampanye
- Dedi Prajipto, Komisaris Wijaya Karya/Anggota Pembinaan dan Penggalangan, Saksi Tim Kampanye
- Effendi Rangkuti, Komisaris Kimia Farma/Anggota Korwil VI Tim Kampanye
- Yahya Ombara, Komisaris Kereta Api/Anggota Korwil IV Tim Kampanye
- Umar Said, Komisaris Pertamina/Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye
- Sulatin Umar, Ketua Dewan Pengawas Bulog/Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye
- Raden Pardede, Komisaris Utama Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Tim Kampanye

Pejabat BUMN di Tim Kampanye Tak Resmi SBY-Boediono:
- Suratto Siswohardjo, Komisaris Angkasa Pura II/Ketua Gerakan Pro SBY
- Jenderal (Pol) Purn Sutanto, Komisaris Utama Pertamina/Wakil Ketua Gerakan Pro SBY
- Sardan Marbun, Komisaris PTPN III/Ketua Tim Romeo
- Muchayat, Deputi Meneg BUMN dan Komisaris Mandiri/Ketua Barindo
- Aam sapulete, Komisaris PTPN VII/Ketua Jaringan Nusantara
- Harry Sebayang, Komisaris PTPN III/Jaringan Nusantara
- Andi Arief Komisaris, PT Pos Indonesia/Jaringan Nusantara

Ini link-nya :

http://politik.vivanews.com/news/read/67065-berikut_pejabat_bumn_pendukung_sby_dan_jk

UU Pileg (UU No. 10 tahun 2008) dan UU Pilpres (UU No. 42 tahun 2008) mengatur dengan rinci besarnya dana sumbangan perorangan dan sumbangan perusahaan yang diijinkan untuk mendukung kampanye. Sedangkan kampanye SBY-Boediono didukung oleh para pejabat BUMN yang seharusnya tidak boleh terlibat dalam kampanye

C.SOAL BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK

1. Ada perbedaan pandangan yang cukup besar antara para ekonom Mafia Berkeley dan kelompok independen yang diwakili oleh Drs. Kwik Kian Gie, Dr. Rizal Ramli, Dr. Drajat Wibowo, Ichsanudin Noorsy (salah satu pembongkar skandal Bank Bali pada masa Presiden Habibie) dan Drs. Jusuf Kalla, maka sebaiknya Pansus Hak Angket Century DPR itu dilengkapi dengan Tim Ahli yang mewakili kelompok independen, untuk mengimbangi keterangan dari Boediono dan Sri Mulyani yang selama ini dipersepsikan sebagai kelompok Mafia Berkeley.

Kelompok independen ini adalah kelompok ekonom yang TIDAK menyetujui diabaikannya DNI (Daftar Negatif Investasi) dengan dikeluarkannya PP No. 112 tahun 2007 yang ditanda-tangani oleh Presiden SBY tanggal 27 Desember 2007 yang mengijinkan peritel besar (Indomaret, Alfamart, Circle K, Apotek 24 dll) masuk sampai kemana-mana sehingga membunuh pedagang tradisional. Kelompok independen ini pula yang mempertanyakan PP No. 44 tahun 2009 yang ditanda-tangani Presiden SBY tanggal 8 Juni 2009 yang membolehkan sepeda motor lewat jalan tol. Kedua PP ini menunjukkan tunduknya pemerintah SBY pada pemodal besar. Bukankah ini yang diartikan sebagai neolib ?

Mengapa Tim Ahli perlu ada? Karena dari 30 anggota Pansus Hak Angket Century itu, yang benar-benar ahli hanya dua orang, yaitu Prof. Dr. Gayus Lumbuan SH (ahli hukum) dan Prof. Dr. Hendrawan Supratikno (akuntan) (keduanya dari Fraksi PDIP) padahal isu utama adalah apakah otoritas fiskal dan moneter sudah melakukan assessment dan due diligence secara proper? Bukan isu politik lho

2. Sebenarnya BI dan Menkeu sudah berpengalaman menangani bank-bank bermasalah, misalnya dalam kasus :

•· Bank IFI ketika dilikuidasi pada tanggal 17 April 2004. Pemerintah mengucurkan dana penjaminan sebesar Rp. 800 milyar

•· Bank Global (PT Bank Global Indonesia) ketika dilikuidasi pada tanggal 13 Januari 2005. Pemerintah kemudian mengucurkan dana penjaminan sebesar Rp 804,2 miliar.

•· Bank Tripanca (PT BPR Tripanca Setiadana) ketika dilikuidasi pada tanggal 24 Maret 2009. Pemerintah kemudian mengucurkan dana penjaminan sebesar Rp. 590 milyar.

•· Belum lagi likuidasi PT Sarijaya Permana Sekuritas, PT Kalimaya Perkasa Finance dll -banyak sekali

Ini link-nya : http://www.bapepam.go.id/

Kalau BI dan Menkeu sudah berpengalaman dalam penanganan bank-bank bermasalah, kenapa Presiden perlu campur tangan - lewat Perpu no. 4 tahun 2008 yang ditanda-tangani Presiden SBY tanggal 15 Oktober 2008 dan lewat pengutusan Marsilam Simanjuntak (Ketua UKP3R (Unit Kerja untuk Pengelolaan dan Pemantauan Program Reformasi) dalam rapat KSSK ? - apakah kebijakan Presiden ini ada hubungannya dengan kehadiran para obligor BLBI di Istana atas inisiatif Kapolri saat itu : Jend Pol Soetanto ?

Ini link-nya : http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/02/tgl/15/time/161534/idnews/539987/idkanal/10

3. Simak juga KEBIJAKAN Deputi Gubernur BI bidang Pengawasan Perbankan dan LKBB Ibu Dra.Hj.Siti Chalimah Fadjriah, MM. Beliau bahkan sempat menandatangani keputusan untuk melikuidasi Bank Century

Ini link-nya : http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=17594

Dari website BPK : AKHIRNYA BI AKUI KECOLONGAN SOAL CENTURY :

http://www.bpk.go.id/web/files/2009/12/Media-Indonesia-1.pdf

Pembengkakan bailout Bank Century akibat inforrmasi BI tidak lengkap :

http://kompas.co.id/read/xml/2009/09/30/09375677/pembengkakan.bailout.bank.century.akibat.informasi.bi.tak.lengkap

Jadi diskursus tentang bank gagal sistemik harus mengakomodasi kelompok di luar Mafia Berkeley, sebab kelompok Mafia Berkeley ini terbukti gagal dalam penanganan Indover Bank

Ini link-nya : http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2009/02/09/brk,20090209-159226,id.html

Kelompok Mafia Berkeley ini juga gagal dalam penanganan kejanggalan dalam pengucuran dana senilai Rp 800 miliar dari PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia Kredit Asia Finance Ltd. (KAFL). Hingga kini, dana pinjaman ke perusahaan milik Agus Anwar dan Hashim S. Djojohadikusumo itu tak tertagih, sehingga negara berpotensi rugi Rp 1,4 triliun.

Ini link-nya :

http://www.arsip.net/id/link.php?lh=Ag1SAQdTXFBX

KEDUA KASUS BESAR DI ATAS (INDOVER BANK dan BAHANA) BERAKHIR TANPA KEJELASAN. AKANKAH KASUS BANK CENTURY BERAKHIR DENGAN TAK BERUJUNG PULA ?

D.SOAL KRISIS EKONOMI GLOBAL SAAT ITU YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN

Secara khusus Presiden SBY sendiri berpidato supaya publik dan media massa mempertimbangkan latar belakang "bail out" Bank Century yaitu situasi krisis ekonomi global tahun 2008 yang dipicu oleh bangkrutnya Lehman Brothers di AS. Pendapat ini diperkuat dengan tulisan Dr. Purbaya Yudhi Sadewa : KEPERCAYAAN PADA SISTEM HARUS DIJAGA (Kompas, Senin 7 Desember 2009) yang intinya membenarkan kebijakan otoritas fiskal dan moneter saat itu. Padahal krisis ekonomi tahun 1997-1998 itu lebih dahsyat. Nilai rupiah terpuruk (US $ 1 = Rp.15.000), suku bunga naik sampai 70%, yang memicu inflasi sampai 300%, akibatnya kredit yang tak tertagih menjadi luar biasa besar dan kalangan sektor perdagangan dan industri banyak yang bangkrut, PHK massal tak terhindarkan - namun kebijakan otoritas fiskal dan moneter untuk mengucurkan dana BLBI tetap tidak dibenarkan dan tetap dijerat hukum

Kalau pendapat ini diakomodir, maka implikasinya akan sangat luas. Keputusan MA yang menghukum para mantan Gubernur BI (Syahril Sabirin, Burhanudin Abdullah), para mantan Deputi Gubernur BI, termasuk Aulia Pohan (besan SBY) dan para mantan Direktur BI (Paul Soetopo dan Hendro Budiyanto) dapat ditinjau ulang dengan mengajukan verzet karena ditemukannya novum baru :

1. Kebijakan pengucuran dana BLBI itu dijerat dengan pasal 3 UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI -

Pasal 3 itu berbunyi : "Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar"

Pasal 3 UU no. 20 tahun 2001 ini yang dipakai untuk memenjarakan Syahril Sabirin (mantan Gubernur BI), Burhanudin Abdullah (mantan Gubernur BI) dan Aulia Pohan (mantan Deputi Gubernur BI - besan SBY) - mereka dipidana bukan karena korupsi tapi karena kebijakannya

2. Para terpidana kasus BLBI (termasuk para mantan Direktur BI : Paul Soetopo dan Hendro Budiyanto) dapat mengajukan PK atas putusan MA dengan adanya novum baru ini : situasi krisis ekonomi global saat itu dan kebijakan tak bisa dipidanakan.

Kebijakan apa yang dipidanakan ? Para mantan Direktur BI itu TIDAK MENGHENTIKAN KLIRING SEJAK AWAL (Tidak melakukan assessment dan due diligence dengan proper)

Ini link-nya : http://www.infoanda.com/id/link.php?lh=AwEBUgtcU1FX

Saya menduga, penghembusan isu adanya krisis global saat itu yang diikuti dengan isu keibjakan tidak bisa dituntut adalah upaya untuk menutup kasus BLBI, dan melupakan kasus Bank Century, Indover Ban dan Bahana

E.SOAL KEBIJAKAN :

1. Tidak benar bahwa audit BPK baru dilakukan sekarang, mengacu pada pernyataan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR : Anas Urbaningrum : sikap fraksinya MENUNGGU laporan hasil audit BPK.

Laporan interim hasil audit BPK atas Bank Century SUDAH diserahkan oleh Ketua BPK : Anwar Nasution ke Komisi XI DPR pada hari Senin, 28 September 2009

Ini link-nya :

http://kompas.co.id/read/xml/2009/09/28/06564634/bpk.serahkan.laporan.bank.century.ke.dpr

2. Setelah dibahas dalam Rapat Komisi XI DPR - Komisi XI DPR mengeluarkan rekomendasi yang disampaikan ke alat kelengkapan tertinggi DPR -Sidang Paripurna DPR pada tanggal 30 September 2009

Rekomendasi Komisi XI ini telah disetujui dalam Sidang Paripurna DPR, tanggal 30 September 2009

Ini link-nya :

http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/09/30/13062188/dpr.setujui.rekomendasi.komisi.xi.soal.bank.century

Jadi Sidang Paripurna DPR itu memutuskan dua hal penting :

a) Adanya dugaan berbagai macam tindak pidana perbankan yang menyebabkan kolapsnya Bank Century. Kejahatan-kejahatan tersebut, di antaranya pelanggaran posisi devisa neto, penyimpangan surat berharga, kredit fiktif, dan pengeluaran fiktif.

Selain tindak pidana perbankan, terjadi pula penyalahgunaan kewenangan dan kesalahan penilaian oleh Bank Indonesia selaku pengawas perbankan dan Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang memutuskan bailout.

b) Penegasan bahwa DPR tidak menyetujui Perpu No 4/2008 mengenai Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK). Dengan tidak disetujuinya perpu ini, maka pengucuran dana talangan (bailout) Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun dianggap tidak sah.

Ini link-nya :

http://www.kontan.co.id/index.php/nasional/news/5626/DPR-Resmi-Tolak-Perpu-JPSK

http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/09/30/13062188/dpr.setujui.rekomendasi.komisi.xi.soal.bank.century

3. Perpu no. 4 tahun 2008 tentang JPSK, yang ditetapkan Presiden SBY tanggal 15 Oktober 2008 (Lembaran Negara No. 149 tahun 2008) ini telah ditolak oleh DPR, yang tercermin dari Surat Ketua DPR : Agung Laksono ke Presiden SBY pada tanggal 24 Desember 2008, yang meminta pemerintah mengajukan RUU JPSK selambat-lambatnya tanggal 19 Januari 2009

Ini isi surat Ketua DPR itu :

'Menindaklanjuti surat Presiden Republik Indonesia nomor R-63/Pres/10/2008 tanggal 29 Oktober 2008, perihal Rancangan UU tentang Perppu 4/2008 tentang JPSK menjadi UU, dengan ini kami sampaikan bahwa rapat Paripurna DPR RI tanggal 18 Desember 2008 menyepakati untuk meminta kepada pemerintah agar segera mengajukan RUU tentang JPSK sebelum tanggal 19 Januari 2009, guna ditindaklanjuti sebagaimana mekanisme Dewan yang berlaku'

4. Kenapa Perpu perlu mendapat persetujuan DPR?

Hal ini sesuai dengan ketentuan UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 1 ayat 4 : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) adalah Peraturan perundang - undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa dan Perpu untuk dapat menjadi UU harus dimintakan persetujuan DPR pada masa sidang berikutnya

5. Menanggapi Surat Ketua DPR tertanggal 24 Desember 2008 itu, Pemerintah kemudian mengajukan RUU JPSK sebagai pengganti Perpu no. 4 tahun 2008 ini. Dengan pengajuan RUU JPSK ini, maka Pemerintah DIANGGAP telah menarik Perpu no. 4 tahun 2008 ini . Dengan demikian, perdebatan soal kekebalan hukum Menkeu dan Gubernur BI menjadi tidak relevan lagi. Karena dengan pengajuan RUU JPSK oleh Pemerintah ini , maka adagium yang tercantum dalam pasal 29 Perpu no. 4 tahun 2008 gugur pula. Pasal 29 Perpu no. 4 tahun 2008 itu berbunyi : Menkeu dan Gubernur BI atau pihak yang melaksanakan tugas sesuai Perpu No 4/2008 tak dapat dihukum sebab mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sesuai Perpu

Cukup aneh kalau masih ada pihak yang menyatakan bahwa kebijakan Menkeu dan Gubernur BI soal "bail out" Bank Century TIDAK DAPAT DIHUKUM

RUU JPSK (pengganti Perpu no. 4 tahun 2008) ini kemudian terkatung-katung di DPR

Ini link-nya : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/09/29/05331199/pembahasan.ruu.jpskdeadlock.

Tapi mengingat masih banyak pihak yang menyatakan "POLICY CANNOT BE CRIMINALIZED" maka satu-satunya jalan adalah melakukan uji materi Perpu itu terutama pasal 29 Perpu no. 4 tahun 2008 ini ke MK (Mahkamah Konstitusi). Presiden dapat secara langsung berhadapan dengan SEKELOMPOK PENGACARA (FARHAT, EGGIE SUDJANA, SRI GAYA TRI dan kawan-kawan) yang sedang melakukan uji materi Perpu No. 4 tahun 2008 ke MK. Kalau dikabulkan MK, maka bukan saja kekebalan hukum Gubernur BI dan Menkeu tidak berlaku lagi, tapi wibawa Presiden bisa sangat jatuh, karena hanya dalam sebulan, Presiden terpaksa harus menarik dua Perpu (Perpu No. 4 tahun 2009 tentang Plt Pimpinan KPK yang ditandatangani Presiden SBY tanggal 23 September 2009 dan Perpu No. 4 tahun 2008 tentang JPSK yang ditadatangani Presiden SBY tanggal 15 Oktober 2008)

Bukti lain yang menunjukkan bahwa pejabat publik TIDAK KEBAL HUKUM adalah testimoni Idrus Marham (Ketua Pansus Angket Century DPR) yang juga menunjukkan surat dari Pejabat Kepala Biro Departemen Keuangan Indra Surya, tertanggal 16 November 2009, yang ditujukan kepada Penanggung Jawab Pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam surat itu ditegaskan, KSSK tidak ada lagi sejak ditolaknya Perpu No 4/2008, tetapi merujuk pada 30 September 2009.

NAH TANGGAL INI YANG JADI MASALAH - DITOLAKNYA PERPU ITU TANGGAL 18 DESEMBER 2008 YANG DIBUKTIKAN DENGAN SURAT KETUA DPR : AGUNG LAKSONO, KE PRESIDEN SBY TERTANGGAL 24 DESEMBER 2008 AGAR PEMERINTAH SEGERA MENGAJUKAN RUU JPSK, sebagai PENGGANTI PERPU ITU dan Pemerintah (Depkeu) mengajukan RUU JPSK itu yang sampai sekarang masih terkatung-katung di DPR

Silang sengketa ini sebenarnya adalah upaya untuk menutupi penerapan pasal 3 UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI -

Pasal 3 itu berbunyi : "Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar"

Pasal 3 UU no. 20 tahun 2001 ini yang dipakai untuk memenjarakan Syahril Sabirin (mantan Gubernur BI), Burhanudin Abdullah (mantan Gubernur BI) dan Aulia Pohan (mantan Deputi Gubernur BI - besan SBY) - mereka dipidana bukan karena korupsi tapi karena kebijakannya (tidak melakukan assessment dan due diligence secara proper)

6. Hasil audit interim BPK itu, kemudian ditindaklanjuti dengan laporan audit investigatif BPK. Hasil audit investigatif ini, diserahkan oleh Ketua BPK yang baru : Hadi Poernomo, ke DPR pada hari Senin, 23 November 2009, yang intinya :

a. BI dan KSSK juga tidak memiliki kirteria terukur dalam menetapkan dampak sistemik Bank Century. Penetapan dinilai hanya berdasarkan judgement. Lebih mengagetkan lagi, BPK menyatakan bahwa kelembagaan Komite Koordinasi yang beranggotakan Menkeu, Gubernur BI, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) belum pernah dibentuk berdasarkan UU sehingga status hukumnya dipertanyakan.

Ini link-nya :

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/11/23/1222469/audit.bpk.ungkap.dosa-dosa.bi.menkeu.dan.kssk.1

b. LPS juga melanggar ketentuan Peraturan LPS No. 3/PLPS/2008 ketika menyalurkan penyertaan modal sementara (PMS) tahap kedua sebesar Rp 2,2 triliun. Penyalurannya tidak dibahas dalam Komite Koordinasi KK (yang di dalamnya ada Ketua Dewan Komisioner LPS) Untuk menyalurkannya, LPS malah mengubah ketentuan dalam PLPS No. 5/PLPS/2006 dengan PLPS No. 3/PLPS/2006 sehingga KPS dapat menenuhi kebutuhan likuiditas bank gagal sistemik.

Ini link-nya :

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/11/23/12553881/audit.bpk.ungkap.dosa-dosa.bi.menkeu.dan.kssk.2

Setelah hasil audit ini dibacakan oleh Ketua BPK Hadi Poernomo, maka tiba-tiba semua anggota Fraksi Partai Demokrat DPR (146 anggota) menyetujui pengajuan hak angket ini, Padahal dalam prinsip akuntansi, hasil audit interim tidak mungkin berbeda dengan hasil audit lengkap.

7. Yang luput dari perhatian publik adalah KEBIJAKAN Deputi Gubernur BI bidang Pengawasan Perbankan dan LKBB Ibu Dra.Hj.Siti Chalimah Fadjriah, MM. Beliau bahkan sempat menandatangani keputusan untuk melikuidasi Bank Century

Ini link-nya : http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=17594

Dari website BPK : AKHIRNYA BI AKUI KECOLONGAN SOAL CENTURY :

http://www.bpk.go.id/web/files/2009/12/Media-Indonesia-1.pdf

Pembengkakan bailout Bank Century akibat inforrmasi BI tidak lengkap :

http://kompas.co.id/read/xml/2009/09/30/09375677/pembengkakan.bailout.bank.century.akibat.informasi.bi.tak.lengkap

Mengapa publik curiga ?

1. BI dan Menkeu sudah berpengalaman mengurus dunia perbankan dan LKBB yang bermasalah (lihat tulisan di atas), tanpa campur tangan Presiden. Kenapa untuk masalah yang sangat teknis ini, Presiden sampai perlu mengeluarkan Perpu no. 4 tahun 2008 dan mengutus Marsilam Simanjuntak untuk hadir dalam rapat KSSK yang sifatnya tertutup?

2. Penyebaran opini publik bahwa pejabat TIDAK bisa dihukum (yang tercermin dalam pasal 29 Perpu no. 4 tahun 2008 tentang JPSK) dengan menyatakan bahwa kalau pejabat bisa dihukum karena kebijakannya, maka nanti tidak ada yang mau jadi pejabat - sungguh menyesatkan (lihat pandangan Christianto Wibisono yang mewakili Mafia Berkeley dalam Suara Anda di Metro TV, Senin 14 Desember 2009 pk. 19.05 - 20.20)

Pendapat ini adalah SLIPPERY SLOPE - kesesatan logika (logical fallacy)

Ini link-nya : http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/10/04591090/slippery.slope

3. Pendapat bahwa pejabat publik tak bisa dihukum dan kalau toh dihukum, nanti tidak ada yang mau jadi pejabat tidak sesuai dengan kenyataan di Ring I

Lingkungan Istana (Ring I) sekarang dijejali aneka jabatan yang tidak dikenal dalam UU : mulai dari Wantimpres (bentuk baru dari DPA (Dewan Pertimbangan Agung) - Staf Khusus Presiden, UKP3R (Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan dan Pemantau Program Reformasi) dan para Wakil Menteri, belum lagi adanya dua jubir - crowded sekali

4. Kenapa pendapat ini patut dicurigai? Kasus BLBI, Indover Bank, dan kasus Bahana bisa ke laut

Saya cemas melihat isu kebijakan TIDAK bisa dituntut. Hidden agendanya :
*. Status Aburizal Bakrie (Bank Nusa Internasional) dan Fadel Muhammad (Bank Intan) sebagai obligor BLBI diputihkan ??

*. Syahril Sabirin dan Djoko Chandra (kasus cessie Bank Bali)
Ini link-nya : http://putusan.mahkamahagung.go.id/app-mari/putusan/details.php?catid=c434c73cf6a7aa7ec794a7c3246d17ad&cgyid=

Jadi kebijakan MA yang memenjarakan Syaril Sabirin (mantan Gubernur BI) itu salah?

*. Lebih jauh lagi kasus Burhanudin Abdullah (mantan Gubernur BI) dan kawan-kawan (termasuk Aulia Pohan (mantan Deputi Gubernur BI - besan SBY) - kasus ini menyeret nama Paskah Suzetta (mantan Meneg PPN/Kepala Bappenas) - semua putusan MA yg menyatakan mereka bersalah lalu gugur, karena mereka tidak bisa diadili atas dasar kebijakannya?

Ini link-nya : http://komisiyudisial.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2392%3AALIRAN+DANA+BI%3A+Paskah+Bantah+Sejumlah+Kesaksian&catid=1%3ABerita+Terakhir&Itemid=295〈=en

Apa ini yg disebut perlawanan balik para koruptor? Hidden agendanya banyak (lihat kasus tidak dilakukannya assessment dan due diligence secara proper di atas). Yang lebih saya kuatirkan adalah : pengangkatan isu kebijakan TIDAK bisa dihukum itu adalah skenario besar untuk memutihkan kasus BLBI dan membebaskan para terdakwa, TERMASUK Aulia Pohan (besan SBY) - sekali tepuk dapat empat nyamuk : kasus BLBI dianggap selesai dan kasus Bank Century ditutup saja, lalu kasus Indover Bank dan Bahana lupakan saja .... wah..wah ...skenario yang bagus

5. Kecurigaan aliran dana Bank Century yang dibuktikan dengan keengganan SBY untuk melakukan audit investigatif dengan azas pembuktian terbalik mendorong publik untuk curiga : ada yang mau disembunyikan dan mau ditutupi oleh SBY. Yang paling mudah disasar publik adalah program kampanye SBY. Besarnya dana kampanye SBY-Boediono yang dilaporkan ke KPU cuma Rp. 252 milyar. Tidak sebanding megah, mewah dan masifya kampanye itu.

Kenapa publik curiga dengan kampanye itu ?

1. Karena ketertutupan selama Pemilu dan Pilpres itu sangat kasat mata, misalnya misteri dapat dilantiknya Agung Laksono sebagai anggota DPR mewakili DKI Jkt pada tanggal 1 Oktober 2009, padahal perolehan suaranya tidak memenuhi BPP (hanya 32.903 suara, jauh dibawah BPP Prov DKI Jkt : 300.000 suara)

Ini link-nya : http://www.jakartapress.com/news/id/8511/Agung-Laksono-Dipaksa-Pensiun-dari-Senayan.jp

Kalau di Jakarta saja perhitungan suara tidak transparan, apalagi di daerah

2. Kemampuan "cuci piring" dari Partai Demokrat cukup dikenal publik. Misalnya : ketika anggota Fraksi Partai Demokrat DPR mengumpulkan uang (bukan koin) sebesar Rp. 50 juta untuk membantu Prita. Padahal Prita dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU no. 11 tahun 2008) tentang pencemaran nama baik. UU ini diajukan oleh Departemen Perdagangan KIB I (bukan usul inisiatif DPR) - harusnya Partai Demokrat mengusulkan pencabutan pasal 27 ayat 3, buatan rezim SBY itu (KIB I) itu karena pasal 27 ayat 3 itu tidak relevan dengan dunia perdagangan (ITE)

Pengumpulan uang kertas ini juga menyalahi arti simbolik pengumpulan koin sebagai ungkapan perlawanan orang kecil pada kesewenang-wenangan kekuasaan

Ini link-nya :

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/12/05043618/prita.dan.pertarungan.modal.simbolik

Pengumpulan uang oleh anggota Fraksi Partai Demokrat DPR ini juga menafikan kesaksian Roy Suryo (anggota DPR dari Partai Demokrat) yang malahan memberatkan Prita, sehingga Prita harus dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp. 204 juta ke RS Omni Internasional, Alam Sutera, Tangerang

Ini link-nya :

http://www.jakartapress.com/news/id/9336/Wah-Kesaksian-Roy-Suryo-Beratkan-Prita.jp

3. Setelah 503 anggota dari 560 anggota DPR menanda-tangani usul pengajuan hak angket ini dan mengajukannya pada Sidang Paripurna DPR pada tanggal 1 Desember 2009, tiba-tiba anggota Fraksi Partai Demokrat Angelina Sondakh menolak dibacakannya pandangan pengusul, yang diikuti oleh koalisinya, sehingga akhirnya sidang paripurna DPR 1 Desember 2009 ditutup tanpa pembacaan pandangan fraksi-fraksi

Ini link-nya :

http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2009/12/01/brk,20091201-211256,id.html

Apa implikasinya? Komitmen fraksi-fraksi dalam pemberantasan korupsi tidak ditangkap oleh publik. Dua kali pidato Presiden SBY bahwa Presiden akan berdiri paling depan dalam upaya pemberantasan korupsi dan Presiden akan memimpin jihad melawan korupsi menjadi retoris belaka. Lha pandangan fraksinya saja tidak jelas. Fraksi Partai Demokrat rupanya tidak sadar bahwa langkah awal untuk pengajuan mosi tidak percaya pada upaya pemberantasan korupsi sudah diancangkan.

Hati-hati isu pengalihan perhatian publik :

1. Pengalihan isu skandal Bank Century dilakukan dengan menyatakan bahwa Pimpinan Pansus harus bebas dari skandal suap Miranda Gultom.

Padahal kasus ini pernah dipeti-eskankan ketika penyelidikan POLRI ternyata mengungkap bahwa pembagi traveller's cheque senilai Rp. 500 juta ke masing-masing anggota Panitia Anggaran DPR itu (seperti yang diungkap oleh Agus Condro) adalah Nunun Nurbaiti (istri Wakapolri saat itu : Komjen Pol Adang Dorodjatun - saat ini, Komjen Pol (purn) Adang Dorodjatun menjadi anggota DPR dari Dapil I DKI Jkt mewakili PKS)

Ini link-nya : KOMPAS, Rabu 10 Juni 2009 : PERCEPAT PENGUSUTAN, Alinea 8-9-10 : http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/06/10/03422194/function.simplexml-load-file

Initial N : http://www.politikindonesia.com/readhead.php?id=4162

Apa buktinya kalau pengungkapan kembali kasus Miranda Gultom ini hanya untuk mengalihkan perhatian masyarakat ?

Kasus Johnny Allen Marbun dari Partai Demokrat, yang menerima dana Rp. 1 M dari Abdul Hadi Jamal, tetap tidak disentuh (padahal Abdul Hadi Jamal (PAN) sudah divonis)

Ini link-nya : http://www.jakartapress.com/news/id/4686/KPK-Usut-Keterlibatan-Johny-Allen-Marbun.jp

2. Hati-hati dengan isu pengalihan perhatian ini, karena bisa langsung berbalik menyerang SBY sendiri. Misalnya : Bagaimana dengan keterlibatan SBY dan Kapolri (saat itu) Jend.Pol Soetanto yang cipika-cipiki dengan para koruptor ? Soetanto (kemudian menjadi Komut Pertamina dan Ketua Gerakan Pro SBY - saat ini menjabat Kepala BIN) adalah wakil keluarga Arthalyta pada pernikahan Rommy Dharma Satriawan (putera Arthalyta) di Hotel Sheraton

Ini link-nya : http://www.inilah.com/berita/politik/2008/08/21/45205/foto-sby-salami-artalyta-beredar/

Pengalihan perhatian publik memang keahlian Soeharto yang diwarisi oleh SBY. Lihatlah bagaimana SBY untuk mengangkat citranya sebagai pemberantas korupsi dengan memerintahkan KPK untuk mengaudit kado pernikahan puteri Sri Sultan Hamengku Buwono X. Perintah yg tidak pernah dilakukannya pada pejabat tinggi lain yg mantu atau pada diri SBY sendiri pada saat menikahkan puteranya Agus Harimurti dengan Annisa Larasati Pohan di Istana Bogor tanggal 9 Juli 2005.

Ini link-nya :

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0805/21/nas09.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar