SELAMAT DATANG...SELAMAT BERJUANG !

Tiada kata Jera dalam Perjuangan.

Total Tayangan Halaman

Jumat, 04 Juni 2010

POLITIK PENGALIHAN PUBLIK : TIDAK INGINKAN KEBNARAN & KEADILAN TERUNGKAP.



POLITIK PENGALIHAN PUBLIK SLALU TEPAT UTK MENUTUPI SMUA PERMSLHAN REPUBLIK INI YG TDK MENGIGNKAN KEBNARAN & KEADILAN TERUNGKAP.

Semua di rekayasa…ada yang berdasar fakta, ada yang memanipulasi fakta
Ada yang merekayasa demi kebaikan rakyat…Ada yang merekayasa demi membela pejabat yang nyengsarakan rakyat…ada rekayasa demi mbela kepentingan tertentu… Bahkan tulisan ini dan orang-orang yang rame-rame ngasih koment juga tak lepas dari rekayasa opini… So..mari merekayasa untuk membela hak masyarakat…

Adakah kaitannya antara Teroris, Kriminalisasi Pimpinan KPK Jilid I & II,Skandal MARKUS Kejaksaan, Kebobrokan Korupsi Didirjen Pajak, CICAK VS BUAYA, Penangkapan Susno Duadji Hingga Akhirnya Skandal Bank Century? Jawabannya tentu ada saja jika dikait-kaitkan. Sebagai presiden, SBY harus bertanggungjawab atas semua kebijakan yang diambil termasuk kasus Century. Dan hal itu sudah diakuinya.

Dalam hal terorisme, SBY selalu bersumpah akan menjaga Indonesia terbebas dari aksi-aksi teror yang meresahkan warga bangsa. Bahkan untuk menyatakan perang terhadap terorisme itu, secara khusus SBY menggelar jumpa pers di Istana Negara sesaat setelah terpilih sebagai presiden RI kedua.

Pada periode kedua pemerintahan SBY, prestasi Polri memang layak diapresiasi dalam konteks menangkap teroris meskipun dalam keadaan mati. Sebut saja beberapa nama gembong teroris yang tertangkap dalam fase kedua pemerintahan SBY, Dr. Azhari,Noordin M Top, Ibrahim, Syaifudin Zuhri dan Dulmatin.

Meski demikian, upaya Polri memerangi terorisme ini masih ada saja yang mengkritik. Menurut meraka, seharusnya Polri melalui Densus 88-nya dapat menangkap tersangka teroris hidup-hidup, tidak dalam keadaan mati seperti beberapa gembong teroris di atas.

Hal ini untuk menjamin bahwa kita masih memegang asas praduga tak bersalah sehingga harus menghukum apalagi membunuh setelah benar-benar ada bukti bahwa dia adalah teroris. Namun polisi selalu berdalih pembunuhan langsung terhadap teroris dalam penyergapan itu karena demi menyelamatkan diri dari serangan balik. Akibat Bank Century-dalam Menetralisir agar jangan diusut lebih dalam lagi, termasuk juga kriminalisasi KPK, Markus dibirokrasi hukum Kejaksaan, kepolisian Dan juga korupsi besar2an dirjen perpajakan & bea cukai dalam aksi kolusi atau pungutan liar atau cingcai cingcai.

Tapi apapun polemik yang terjadi, faktanya memang demikian. Banyak semua permasalahan selalu dilempar atau berusaha diganti dengan topik permasalahan lain seperti kasus antasari yang sampai sekarang tidak jelas arah keranah hukumnya, kasus susno duadji, hingga akhirnya sampai masalah Bank century yang memunculkan Sri Mulyani sbg Tumbul dari pengalihan publik atas rasa keadilan, hukum & Kemanusiaan.

Ini tentu saja suatu prestasi yang tengah terpuruknya kredibilitas Indonesia atau ada istilah Bangsa Indonesia sdh tidak bisa lagi memihak kepada kebenaran, bahkan orang untuk bicara tentang kebenaran sering kali didiamkan, dengan alasan pasti orang itu akan capai dengan sendirinya. Sebut saja sektor penegakan hukum yang masih tebang pilih. Sektor indeks korupsi yang tak kunjung membaik. Dan sektor ekonomi yang masih menjadi klaim keberhasilan karena rakyat tidak merasakan secara langsung adanya perbaikan ekonomi itu, ketidak berpihakan atas rakyat kecil sering kali menjadi korbannya.

Pengalihan demi pengalihan silih berganti seperti Pembentukan sekgab yang tujuannya untuk melindungi kepemimpinan sby sekaligus juga sbg tameng yang tdk mengingkan kebenaran diungkap, selain itu juga penumpasan2 teroris di Aceh salah satu cara untuk pengalihan yang indikasi semua berasal dari negara kapitalis & liberal yang mengingkan negra NKRI ini terpecah - pecah bukan sebagai negara kesatuan & Persatuan, Pihak Luar takut kalau negara NKRI ini bersatu jadi perlu cara untuk alat pemecah belah persatuan dengan cara mengalhan semua topik permasalahan dengan tujuan untuk mematikan aspirasi rakyat untuk ungkap kebenaran & Keadilan, makanya tidak ada Pemerintahan SBY-Boediono ini yang murni untuk kepentingan atas rakyat masih saja seperti masa rezim orde baru.

Dengan adanya isu-isu pengalihan terorisme, apalagi penangkapan seperti di Aceh dan Pamulang, sementara isu politiknya sedang mencari formasi bentuk baru agar terus bergerak akan langsung tertutup dengan peristiwa ‘besar’ itu. Apalagi ada yang tertembak dan mati. Ditambah lagi yang tertangkap teroris besar seperti Dulmatin. Dipastikan isu soal Century yang konon berakibat harus bertanggungjawabnya Wapres Boediono dan Sri Mulyani lah yang menjadi korban bukan penanggung jawab atas pengucuran dana Bank Indonesia Ke Century yaitu Gubernur Bank Indonesia sendiri.

Sehingga Sri Mulyani memilih pergi ke Washington DC, tempat kantor Bank Dunia berada dan meninggalkan tuntutan para politisi Senayan yang meminta dia bertanggung jawab atas kasus bailout Bank Century. Publik menjadi bertanya-tanya, apa gerangan yang membuat Sri Mulyani mundur? Mereka pun jadi penuh praduga.

Belum terjawab pertanyaan publik di atas, hanya berselang hari, publik kembali dikejutkan ‘drama’ baru. Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie alias Ical ditunjuk SBY menjadi ketua pelaksana harian Sekretariat Gabungan (Setgab) partai koalisi. Faktor timing dari dua kejadian ini seperti sebuah drama yang sudah disusun rapi alur ceritanya. Benarkah mundurnya Sri Mulyani dan diangkatnya Ical sebuah rekayasa politik untuk menutup kasus Century dan gonjang-ganjing politik yang ditimbulkan?

Pertanyaan itu mulai terjawab, saat salah satu Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso mengusulkan penutupan kasus Century, setelah Sri Mulyani memastikan diri mundur. Golkar bahkan mengajak semua kekuatan politik untuk cooling down dan tidak lagi mengunakan hak-hak dewan, seperti menyatakan pendapat atau hak lainnya yang bisa berujung kepada pelengseran Boediono sebagai Wapres. Pernyataan Priyo ini, menurut saya semakin meyakinkan publik, bahwa hengkangnya Sri Mulyani dari Menkeu adalah penyelamatan dan win-win solution dari pertarungan elit dalam kasus Century.

Lantas, siapa penyusun cerita yang saling sambung-menyambung menjadi satu ini? Siapa yang membuat skenario? Siapa yang diuntungkan dari semua drama ini? Menurut saya, mundurnya Sri Mulyani merupakan bukti nyata kemenangan Golkar, yang selama ini memang ingin menyingkirkan sosok reformis di Kemkeu ini. Apalagi sebelumnya Sri Mulyani dalam wawancaranya dengan Wall Street Journal secara tegas menyatakan dibalik hiruk-pikuknya pengungkapan Skandal Century ini ada Golkar dan Ical di belakangnya.

Analisa ini akan didukung dengan fakta masuknya Golkar ke barisan inti kekuatan SBY lewat penunjukan Ical sebagai ketua pelaksana harian Setgab parpol koalisi. Rangkaian ini, saya kira sudah cukup membuktikan dalam lingkaran dalam SBY telah terjadi pergeseran peta. Posisi Hatta Rajasa yang sebelumnya selalu dipasrahi urusan ‘mengerem’ parpol yang melawan pemerintah, kini akan digantikan dengan Ical.

Lalu, apakah benar SBY tidak menghitung semua risiko dari pilihan politiknya ini? Golkar yang juga sudah menjadi bagian dari partai koalisi, terbukti licin dan susah dikendalikan, misalnya dalam kasus Century. Menurut saya, sebagai presiden yang menang dalam 2 kali pilpres, SBY tentu tidak mungkin gegabah. Semua pasti sudah diukur, karena SBY sangat cerdas dan lihai.hayid04

Atas dasar inilah, saya menilai justru Golkar yang sedang dibonsai oleh SBY. Dengan menunjuk Ical sebagai ketua pelaksana harian, SBY akan semakin leluasa mengendalikan Ical dan Golkar untuk bisa ikut dengan kemauan ’sang pemimpin’. Ini juga yang membuat internal Golkar mulai goncang. Sebab, ada beberapa kader yang tidak setuju dengan Ical menjadi ketua Setgab, karena dianggap hanya menguntungkan SBY dan PD. Golkar yang selama ini bisa bermain kritis dan bebas, menjadi terkekang dengan posisi Ical sebagai ketua Setgab itu.

Lalu kenapa Ical mau menerima tawaran SBY? Bukankah dia politisi yang sudah makan asam garam dan memimpin Golkar yang terkenal karena pengalamannya berkuasa selama 32 tahun? Spekulasi publik pun muncul, jangan-jangan SBY dan Ical sedang merancang satu skenario tertentu untuk Pilpres 2014?

Dengan alur cerita di atas, bisa jadi Ical sedang diplot SBY untuk disiapkan dalam Pilpres 2014. Mungkin karena PD tidak memiliki kader yang kuat betul didorong sebagai capres pasca SBY, PD cukup puas dengan posisi wapres dengan syarat Golkar dan PD harus berkoalisi. Belum tahu siapa yang akan didorong, apakah Ical sendiri atau kader lain di Golkar. Dugaan itu ternyata diamini oleh elit Golkar.

Kalau memang demikian adanya, bagaimana nasib Boediono setelah ada Ical? Akankah Boediono dipertahankan sampai akhir masa jabatannya sebagai wapres dengan sekian persoalan yang masih melingkupinya, termasuk skandal Century? Pengamat politik dari LSI Burhanudin Muhtadi menilai dugaan ancaman tergusurnya Boediono itu mungkin saja terjadi. Sebab dalam politik, tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada adalah kepentingan yang abadi. Apalagi peran Ical dinilai cukup strategis karena bisa berkomunikasi langsung dengan SBY setiap saat dan bisa rapat dengan para ketua umum partai koalisi setiap waktu.ical-mulyani-dalam

Namun, untuk mengusur Boediono bukanlah hal yang mudah. Meski secara citra, kekuasaan Wapres Boediono teramputasi dengan peran Ical. Boediono praktis tinggal mengurusi tugas sebagai pembantu presiden. Ical mengambil alih tugas membantu SBY dalam hal konsolidasi parpol koalisi seperti yang dulu dilakukan Wapres Jusuf Kalla saat itu.

Hal Diatas Itulah
Mengapa ‘pengalihan isu publik’ atau ‘peralihan isu publik’ itu mengkhawatirkan bagi sebagian kelompok dan menguntungkan kelompok lain?

Faktanya memang isu yang diangkat secara bersama-sama dan dalam rentang waktu yang cukup lama menjadi efektif sebagai daya dorong penyelesaian masalah.
Tiga pilar kenegaraan lainnya, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif mau tak mau harus menangani permasalahan itu. Jika tanpa dorongan media, ketiganya seperti mobil mogok. Tak dapat dipungkiri, ketiga pilar demokrasi itu saat ini dalam kondisi rusak parah.

Ketiganya lamban mengerjakan apa yang seharusnya mereka kerjakan. Eksekutif dengan kepentingan politik dan kebobrokan birokrasi ternyata belum mampu menjadi peng-eksekusi masalah karena ada persoalan akut di dalam dirinya.

Tentu yang paling banyak mendapat sorotan belakangan ini adalah lembaga yudikatif. Penegakan hukum tidak bisa dilakukan dengan baik karena lembaga penegak hukum sudah dikuasai oleh mafia hukum atau mafia kasus. Bisa dibilang, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan kondisinya sudah sangat parah.

Saking berkuasanya para mafia hukum itu, lembaga penegak hukum alternatif seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun selalu berada dalam ancaman kekuatan mereka. Pembentukan Satuan Tugas Pemberantas Mafia Hukum diharapkan mampu mengurai cengkeraman gurita mafia itu. Tapi, jika melihat langkahnya yang hanya bergerak dari satu kasus ke kasus lain, dikhawatirkan output kerjanya tidak mendasar.

MASIH ADAKAH FAKTA UNTUK MENGUNGKAP SUATU KEBENARAN DAN KEADILAN HAKIKI DIMATA PUBLIK TANPA DIREKAYASA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar