SELAMAT DATANG...SELAMAT BERJUANG !

Tiada kata Jera dalam Perjuangan.

Total Tayangan Halaman

Sabtu, 30 Januari 2010

Hari Malam Maut ---> 20 NOVEMBER 2008 <---Hari Malam Mautt !!

Presiden SBY pada tanggal 13 Nopember 2008 yang telah lalu, menerbitkan Keppres nomor 28 Tahun 2008.
Keppres yang menugaskan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai pelaksana harian tugas-tugas Presiden.
Keppres tersebut diterbitkan, sehubungan dengan kunjungan kerja Presiden ke luar negeri, selama kurang lebih delapan hari, terhitung mulai tanggal 13 Nopember 2008 sampai dengan 26 Nopember 2008.
Wakil Presiden, saat itu dijabat oleh Jusuf Kalla, ditugaskan untuk melaksanakan tugas sehari-hari Presiden.

Penugasan dengan lingkup tugas yang sebagaimana dimaksudkan oleh Keppres nomor 8 Tahun 2000 tentang penugasan Wakil Presiden melaksanakan tugas Presiden dalam hal Presiden sedang berada di luar negeri.

Di dalam Keppres tersebut, dijelaskan bahwa tugas Wakil Presiden sebagai pelaksana tugas Presiden itu antara lain meliputi memimpin sidang kabinet, memberi pengarahan pelaksanaan kebijakan kepada para menteri, melakukan koordinasi dengan pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, melantik Duta Besar berkuasa penuh Republik Indonesia, menerima tamu negara dan menerima surat kepercayaan dari Duta Besar pemerintah negara asing, dan tugas pemerintahan sehari-hari lainnya.

Lalu, pada tanggal 20 Nopember 2008, di kantor Wakil Presiden di gelar rapat kabinet terbatas yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Sesuai dengan yang diamanatkan didalam Keppres tersebut, maka status dan posisi Wakil Presiden pada saat rapat itu digelar adalah sebagai pelaksana tugas Presiden.

Rapat tersebut dihadiri antara lain oleh Gubernur BI Boediono, Menkeu Sri Mulyani, Menperin Fahmi Idris, Meneg BUMN Sofyan Djalil, Kepala BKF Anggito Abimanyu, Staf Khusus Presiden urusan Timteng Alwi Shihab.

Pada rapat yang dipimpin oleh pelaksana tugas Presiden tersebut, antara lain dibahas juga mengenai situasi dan keadaan ekonomi nasional.

Selama rapat tersebut berlangsung, Boediono selaku Gubernur BI dan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan merangkap Menteri Koordinator Perokonomian sekaligus sebagai Ketua KSSK, tidak menyampaikan bahwa keadaan ekonomi nasional Republik Indonesia lagi genting dan gawat serta mencekam akibat bahaya sistemik yang teramat sangat membahayakan bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia. Dimana tingkat kegentingannya itu dapat membuat eksistensi negara Republik Indonesia terancam terpuruk sebagaimana pernah dialami di masa tahun 1998-an yang telah lalu.

Juga tidak disampaikan oleh Boediono maupun Sri Mulyani bahwa keadaan ekonomi negara yang luar biasa gawat tersebut diakibatkan oleh sebuah bank yang bernama Bank Century.

Sebagaimana diketahui pula, pada rapat yang dipimpin oleh pelaksana tugas Presiden tersebut, baik itu Boediono maupun Sri Mulyani juga tidak menyampaikan bahwa kegawatan yang luar biasa hebatnya tersebut akan mampu diatasi hanya dengan memberikan obat mujarab bernama bailout, yaitu dengan memberikan kepada Bank Century berupa dana segar berujud uang tunai sebesar Rp. 6,7 Trilyun.

Hal-hal yang demikian itu oleh Boediono selaku Gubernur BI, maupun oleh Sri Mulyani selaku Menkeu merangkap Menko Perekonomian sekaligus Ketua KSSK, pada saat rapat itu tidak disampaikan kepada peserta rapat ataupun tidak dilaporkan kepada pelaksana tugas Presiden.

Selanjutnya, masih di hari yang sama, belum berganti hari, masih di tanggal yang sama, hanya berselang beberapa jam saja dari usainya rapat yang digelar di kantor Wapres sebagaimana tersebut diatas, yaitu masih sama-sama di tanggal 20 Nopember 2009, Boediono selaku Gubernur BI, maupun oleh Sri Mulyani selaku Menkeu merangkap Menko Perekonomian sekaligus Ketua KSSK, menggelar rapat tersendiri.

Rapat KSSK yang membahas keadaan ekonomi negara Republik Indonesia yang lagi genting dan gawat serta mencekam akibat bahaya sistemik yang teramat sangat membahayakan bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.

Dimana sebuah bank yang bernama Bank Century telah membuat tingkat kegentingan yang dapat membuat eksistensi negara Republik Indonesia terancam terpuruk sebagaimana pernah dialami di masa tahun 1998-an yang telah lalu.

Oleh sebab itu, maka menurut Boediono dan Sri Mulyani, untuk mengatasi negara yang dalam keadaan genting itu dibutuhkan adanya gelontoran dana sebesar Rp. 6,7 Trilyun kepada Bank Century.

Gelontoran dana sebesar Rp. 6,7 Trilyun kepada Bank Century tersebut, menurut Boediono dan Sri Mulyani, akan membuat Republik Indonesia menjadi tetap aman sejahtera dan terhindar dari mara bahaya yang luar biasa gawat sebagaimana disebutkan diatas tersebut.

Sungguh luar biasa, hanya dalam selang beberapa jam saja, apa yang disampaikan oleh Boediono dan Sri Mulyani di rapat siang harinya itu, langsung berubah hampir seratus delapan puluh derajat.

Ada perbedaan signifikan pada pemaparan keadaan negara antara yang disampaikan pada rapat di kantor Wakil Presiden dengan yang disampaikannya pada rapat KSSK yang tidak dihadiri oleh Wakil Presiden.

Ada apa dengan perubahan yang hanya berselang beberapa jam itu ?. Apakah keadaan Bank Century yang membahayakan negara itu baru saja terjadi setelah rapat di kantor Wapres tersebut usai ?.

Ada apa ini ?. Apakah keadaan negara yang gawat akibat Bank Century itu tidak boleh disampaikan atau tidak boleh diketahui oleh Wakil Presiden sebagai pelaksana tugas Presiden berdasarkan mandat dari Keppres nomor 28 Tahun 2008 tersebut ?.

Ataukah, Boediono dan Sri Mulyani memang sengaja merancang agar rencana bailout Bank Century ini tidak diketahui oleh Wakil Presiden yang saat itu dijabat oleh Jusuf Kalla ?. Mengapa Boediono dan Sri Mulyani sengaja membuat agar Jusuf Kalla tidak mengetahui rencana bailout Bank Century ini ?.

Ditulis "Bocah Ndeso di Kompasiana:
http://polhukam.kompasiana.com/2010/01/25/sri-mulyani-wapres-2014-2019/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar