SELAMAT DATANG...SELAMAT BERJUANG !

Tiada kata Jera dalam Perjuangan.

Total Tayangan Halaman

Senin, 26 April 2010

Hak Menyatakan Pendapat MK Diyakini Setuju


[JAKARTA] Inisiator usul hak menyatakan pendapat optimistis Mahkamah Konstitusi (MK) bakal menyetujui uji materi pasal yang mengatur mekanisme hak menyatakan pendapat dalam UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Pasalnya, secara jelas ketentuan dalam UU 27/2009 bertentangan dengan UUD 1945.


Dengan dikabulkannya uji materi tersebut, usul hak menyatakan pendapat diyakini bakal mendapat dukungan luas anggota DPR, sehingga bisa secara resmi disetujui DPR.

“Kami melihat bahwa pasal ini tidak sesuai Konstitusi, makanya kita mengajukan judicial review. Mudah-mudahan, hakim-hakim di MK bisa memiliki pertimbangan yang bijak, sehingga memutuskan aturan mengenai pengajuan hak menyatakan pendapat sama dengan hak angket, yaitu disetujui 50 persen plus satu suara, seperti diatur dalam UUD 1945,” kata inisiator usul hak menyatakan pendapat dari Fraksi Hanura, Akbar Faizal, di Jakarta, Jumat (23/4).

Dalam UU 27/2009, diatur syarat persetujuan usul hak menyatakan pendapat harus dibawa ke rapat paripurna DPR yang dihadiri minimal tiga perempat anggota DPR. Lantas usul itu harus disetujui minimal tiga perempat dari anggota yang hadir.

Terkait hal itu, inisiator dari Fraksi Partai Golkar (FPG), Bambang Soesatyo menambahkan, pada Rabu (28/4), MK dijadwalkan memulai sidang membahas uji material UU 27/2009. “Kalau MK mengabulkan judicial review ini, kami yakin dukungan dari rekan-rekan akan semakin bertambah, dan usulan hak menyatakan pendapat bisa gol seperti hak angket,” ujar Bambang.

Pekan ini, dukungan terhadap usul hak menyatakan pendapat mencapai 106 orang anggota DPR, dari lima fraksi. Perinciannya, FPG 20 dukungan, FPDI-P (67), Fraksi Hanura (17), serta Fraksi Gerindra dan FPKB masing-masing 1 dukungan. “Pekan depan diharapkan dukungan anggota DPR terhadap hak menyatakan pendapat akan bertambah menjadi 150 tanda tangan,” ujar Bambang.

Secara terpisah, inisiator dari FPDI-P Maruarar Sirait mengakui menghadapi tantangan berat dalam menggalang dukungan anggota DPR. “Kali ini berat, karena rekan-rekan dari PKS yang sebelumnya maju bersama kami mengusung hak angket, belum bisa bergabung. Tapi kami bisa memahami tekanan yang mereka hadapi,” ujar Maruarar.

Meski berat, namun dia tetap optimistis usul itu pada akhirnya akan didukung mayoritas anggota DPR, sebagaimana nasib usul hak angket kasus Bank Century. Pasalnya, langkah tersebut merupakan upaya untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah terkait kebijakan untuk menyelamatkan Bank Century, sehingga ada kejelasan penyelesaiannya.

“Kalau kasus Bank Century tuntas lebih cepat, kita bisa fokus untuk persoalan lain yang lebih besar di negara ini, terutama dalam mewujudkan program-program yang bisa menyejahterakan rakyat,” kata Maruarar.


PEMERIKSAAN BOEDIONO

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan kemungkinan memeriksa mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono, terkait kasus bailout Bank Century, di Istana Wakil Presiden (Wapres). Hal ini mengingat yang bersangkutan kini menjabat wapres.


Sumber SP di KPK mengungkapkan, terkait rencana pemeriksaan terhadap Boediono, memang muncul alternatif pemeriksaan dilakukan di Istana Wapres. Namun, hal itu masih menjadi perdebatan di internal KPK, karena banyak yang menghendaki pemeriksaan tetap dilakukan di Kantor KPK.


“Ini untuk menjaga independensi KPK, dan menegakkan prinsip bahwa semua warga negara sama kedudukannya di mata hukum,” ujarnya, Jumat (23/4).


Hingga kini, KPK belum memastikan jadwal dan mekanisme pemeriksaan terhadap Boediono, maupun terhadap Menkeu Sri Mulyani Indrawati, dalam kapasitasnya sebagai mantan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Sejauh ini, KPK baru menyatakan, kedua pejabat tinggi pemerintahan itu akan diperiksa pekan depan.


Boediono dan Sri Mulyani, dianggap bertanggung jawab terhadap penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, dan keputusan menyelamatkan bank itu dengan mengucurkan dana talangan (bailout) senilai Rp 6,7 triliun pada Oktober 2008.


Juru Bicara KPK Johan Budi menolak berkomentar saat ditanya rencana KPK tersebut. Dia hanya mengatakan, dalam proses penyelidikan, KPK bisa saja meminta keterangan di luar gedung KPK. Sejauh ini, setidaknya sudah lebih dari 70 orang yang diperiksa KPK terkait skandal Bank Century, mulai dari mantan direksi Bank Century hingga ke sejumlah petinggi BI.


Penyelidikan KPK masih difokuskan pada pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penyertaan modal sementara (PMS) ke Bank Century. Namun sampai kini KPK belum menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menaikkan status hukum kasus Century dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Dihubungi terpisah Juru Bicara Wapres, Yopie Hidayat mengungkapkan, Wapres Boediono hingga kini belum menerima informasi apa pun terkait dengan langkah KPK dalam penyelesaian kasus Century. “Kami belum menerima informasi apa pun mengenai rencana KPK,” ujar Yopie singkat melalui pesan pendeknya, Sabtu (24/4) pagi.


Menanggapi kemungkinan pemeriksaan Boediono dilakukan di Istana Wapres, Wakil Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho meminta KPK tidak mengistimewakan Boediono maupun Sri Mulyani saat mereka dimintai keterangan. “Semua warga negara sama di mata hukum. Jika benar mau memeriksa kedua pejabat tersebut, ya harus di KPK,” tegasnya.


Menurut dia, KPK sebenarnya sudah memiliki cukup bukti untuk menaikkan kasus Century ke penyidikan. Namun persoalannya, kata dia, pimpinan KPK terlalu berhati-hati menghadapi pihak-pihak di lingkaran kekuasaan yang diduga bertanggung jawab dalam skandal century. [J-9/M-17]


http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=17201

Tidak ada komentar:

Posting Komentar