SELAMAT DATANG...SELAMAT BERJUANG !

Tiada kata Jera dalam Perjuangan.

Total Tayangan Halaman

Kamis, 24 Februari 2011

Hatta Klaim Berhasil vs SBY Jujur Akui Pemerintahannya Gagal

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pembukaan rapat kerja penyusunan rencana induk 2025 di Istana Bogor, Senin (21/2/2011), akhirnya mengakui kalau pemerintahannya gagal. Rapat diikuti oleh seluruh anggota kabinet, pemimpin lembaga negara non kementerian, BUMN dan Gubernur seluruh Indonesia.

SBY mengatakan bahwa dirinya sudah kenyang dengan berbagai komitmen. Membangun infrastruktur dan sebagainya, tapi cuma pepesan kosong. Dan SBY menginginkan kejelasan mengenai siapa yang akan melakukan investasi, kapan akan dilaksanakan dan dimana lokasinya investasi tersebut.

Padahal, sepanjang pemerintahan SBY selalu mengklaim bahwa investasi baru tumbuh baik dari luar dan dalam negeri tetapi kenyataan yang terjadi komitmen investasi yang dilakukan investor luar negeri dan dalam negeri kepada pemerintah hanyalah merupakan “janji palsu“. Hal ini terjadi dikarenakan yang membuat komitmen investasi bisa jadi hanyalah para broker investasi yang tidak jelas track rekord nya.

Dan bisa juga tidak terealisasinya komitmen investasi kepada SBY dikarenakan kurang percayanya investor terhadap sosok SBY yang peragu , sebab para investor luar dan dalam negeri tentu saja mengharapakan seorang pemimpin yang tidak peragu dimana mereka akan melakukan investasi,

Hal lain yang meyebabkan tidak terealisasinya komitmen investasi yang dijanjikan pada Indonesia disebabkan banyaknya biaya siluman yang timbul pada saat akan memulai investasi, serta terlalu banyaknya pungli dan pemerasan yang dilakukan oleh pejabat dan aparat hukum serta ormas-ormas ketika investor ingin melakukan investasi di Indonesia.

Tidak terealisasinya komitmen investasi terhadap Indonesia juga disebabkan karena tidak adanya jaminan kepastian hukum di Indonesia dalam melakukan investasi, seperti contoh yang dialami oleh Temasek dalam kasus Monopoli sektor telekomunikasi, dimana saat Temasek membeli Indosat dari pemerintah Rebupblik Indonesia dan sebelumnya tidak dipermasalahkan terhadap UU anti monopoli dan mendapat persetujuan DPR, tetapi ketika SBY berkuasa hal itu dipermasalahkan dan Temasek dihukum untuk menjual Indosat dan membayar denda hampir ratusan miliiar rupiah karena melanggar UU anti monopoli.

Akhirnya realisasi komitmen investasi kepada Indonesia yang terrealisasi hanya investasi pada sektor eksploitasi sumber daya alam seperti logging, tambang batubra saja karena tidak terlalu butuh modal banyak, rendah resiko bisnis dan untuk lebih banyak , semenntara komitmen investasi untuk sektor infrakstruktur dan industri, investor akan berpikir puluhan kali dimana pengembalian investasi yang lama juga biaya investasinya lebih besar dari hitungan normal akibat adanya pungli dan pemerasan oleh aparat pemerintah dan hukum.

Kegagalan Pemerintah SBY untuk merealisasikan komitmen investasi di Indonesia terutama investasi untuk pembangunan infrakstruktur akan menciptakan deindutrialisasi, baik infrakstruktur jalan raya maupun infraksruktur kelistrikan dimana terhambatnya pembangunan infraskstruktur juga akan mempersulit tumbuhnya ekonomi, yang pada akhirnya pengangguran akan semakin meningkat.

Tapi dari semua ini dapat disimpulkan akhirnya SBY mau berkata jujur, bahwa data data kemajuan investasi di didalam pemerintahannya adalah merupakan pepesan kosong yang dibuat hanya untuk meyenangkan SBY saja, dari keluhan SBY mengenai tidak terealisasinya komitrmen investasi menunjukan bahwa Kabinet yang SBY pimpin kerjanya hanya beretorika saja dan harus dilakukan perombakan total.

Dikasih Karpet Merah

Di China, Investor dikasih karpet merah oleh pemerintah China. Namun, di Indonesia Investor yang kasih angpao merah ke pejabat negara.

Dalam beberapa tahun terakhir begitu banyak komitmen investasi yang dijanjikan kepada Indonesia, tapi yang terlaksana kurang dari 5 persen . Karenanya, dalam rencana percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional 2025 yang ditargetnya membutuhkan investasi US$ 200 miliar, harus ditegaskan nilai dan rentang waktu pelaksaanaan bidang usaha yang dijanjikan investor bersangkutan.

Untuk merealisasikan komitmen investasi yang telah dijanjikan kepada Indonesia, pemerintah SBY harus belajar banyak dari China dalam menarik investor untuk menanamkan investasinya di China.

Ada yang berbeda antara perlakuan pemerintah Indonesia dengan pemerintah China terhadap calon investor. Kalau di China itu calon investor disambut dengan karpet merah dan dijamu oleh pemerintah China serta dilindungi kepastian hukumnya dan keamanannya dan banyak diberikan kemudahan.

Kalau di Indonesia justru calon investor yang harus meyediakan karpet merah dan angpao merah (upeti) bagi pejabat pemerintah dan menjamu pejabat pemerintah Indonesia, serta berusaha sendiri untuk mencari kepastian hukum dalam berusaha. Sehingga, wajar saja komitmen investasi kepada Indonesia hanya sekedar penjajakan belaka dan investor pun tidak tertarik untuk merealisasikannya.

Kalau cara penyambutan investor seperti China dapat diterapkan kepada seluruh pejabat negara di Indonesia, pasti komitmen investasi kepada Indonesia akan terealisasi seratus persen.

Ternyata Buruh Bukanlah Hambatan Investasi

Selama ini Kaum buruh selalu dianggap oleh pemerintah selalu menjadi faktor penghambat tidak masuknya investasi ke Indonesia, tapi ternyata penghambat terbesar tidak masuknya investasi dan realisasi komitmen investasi disebabkan oleh pemerintah yang tidak komit terhadap keputusannya dan bertele-tele serta birokrasi yang lambat dan tidak sejalan dengan rencana yang diputuskan.

Seringkali keputusan yang diambil dalam rapat kabinet tidak berlanjut dengan baik di Kementerian, sebab keputusan itu ternyata bukannya dilaksanakan malah didiskusikan ulang oleh jajaran di bawah menteri. Hal ini wajar mungkin saja kepeutusan tersebut belum membagi rata kepentingan kepentingan pribadi pejabat di departemen.

*) Arief Poyuono - Ketua Presidium Nasional KPP (Komite Pimpinan Pusat) Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu.


KEMENTERIAN KOORDINATOR PEREKONOMIAN

Kuning-Merah Rapor Hatta




Setiap lembar halaman buku laporan itu sudah penuh tanda kuning.Warna yang menjadi penanda tercapainya program 100 hari oleh para menteri ekonomi di bawah Kementerian Koordinator Perekonomian, yang dikomandani Hatta Rajasa. Semua rapor pencapaian itu tertuang dalam buku Laporan Perkembangan Kinerja Program 100 Hari Kementerian Ekonomi. Dari 51 rencana aksi, kata Hatta, hampir semuanya sudah selesai. Keberhasilan itu antara lain ditandai dengan rampungnya draf final sejumlah peraturan pemerintah.“

Sebagian draf bahkan sudah ditandatangani Presiden,”ujar Hatta.“Sebagian lainnya masih menunggu.” Rancangan peraturan pemerintah yang dianggap rampung itu, antara lain, di bidang pertanahan. Dengan aturan itu, bidang bidang tanah telantar yang sudah lama tak lagi digunakan pemiliknya diambil alih pemerintah dan digunakan untuk usaha-usaha yang produktif.

Yang juga sudah ditandatangani adalah rancangan peraturan pemerintah tentang tata cara perubahan peruntukan kawasan hutan. Sejak 2004 ada sekitar 400 perizinan di bidang pertambangan yang tidak bisa berjalan, sehingga menimbulkan kerugian yang sangat besar. Ini karena aturan pertambangan yang ada tidak harmonis dengan aturan kehutanan. Dalam aturan yang baru inilah, kedua aturan itu dipadupadankan. Sayangnya, Hatta menekankan, kinerja 100 hari itu tak banyak dilirik orang. Media lebih suka memberitakan kasus daripada mewartakan keberhasilan pemerintah. Media hampir setiap hari memberitakan heboh penyelamatan Bank Century.

“Rakyat jadi tidak tahu apa yang dilakukan menteri-menteri ekonomi, karena minimnya pemberitaan,”ujar Hatta mengeluh.“Padahal kami terus bekerja, tapi tetap tak dilihat. Program 100 hari juga dinilai tidak ada apa-apanya.” Ia berharap hiruk-pikuk kasus Century segera berakhir. Dengan begitu, ia dan para menterinya bisa bekerja tenang.

Keluhan Hatta sepenuhnya bisa dipahami oleh ekonom Universitas Gadjah Mada, A.Tony Prasetiantono. Menurut Tony, menteri ekonomi terganggu kinerjanya oleh kasus Century. Mau tidak mau, kata Kepala Ekonom Bank BNI ini, hampir semua energi pemerintahan terkuras untuk menghadapi kasus tersebut, terutama Menteri Keuangan dan Wakil Presiden Boediono yang dituntut mundur.

Lalu, bagaimana dengan nilai para menteri ekonomi dalam menjalankan program 100 harinya? Tony mengaku kesulitan menilai biru-merah rapor Hatta. Alasannya, Hatta orang baru di posisi itu sehingga kinerjanya belum bisa diukur hanya dalam 100 hari. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Fadhil Hasan, juga menekankan, 100 tak bisa dijadikan parameter keberhasilan atau kegagalan pemerintah. Apalagi, di bidang ekonomi, beberapa aturan internal kementerian telah tercapai.

Meski begitu, ia mengakui, pemerintah melewatkan beberapa aturan penting, seperti persiapan menghadapi perdagangan bebas ASEAN-Cina. Padahal banyak yang mengeluhkan soal kesepakatan tersebut.“Ini yang tidak terlalu diantisipasi dalam program 100 hari,”katanya. Hendri Saparini, ekonom Econit Advisory Group, berpendapat sebaliknya. Ia menilai, kasus Century tidak mengganggu kinerja Menteri Koordinator Perekonomian. Menurut pandangannya, heboh ini justru menyelamatkan Kementerian Perekonomian. Alasannya, perhatian masyarakat jadi tidak terfokus ke program 100 hari pemerintahan.

Ia juga menilai, seharusnya ada program konkret ihwal perdagangan bebas Cina-ASEAN,misalnya program pembangunan harus menggunakan produk lokal.Yang dilakukan baru semacam pencanangan penggunaan produk lokal.



Tempo, Interaktif ,24 Februari 2011
KEMENTERIAN KOORDINATOR PEREKONOMIAN
Kuning-Merah Rapor Hatta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar