SBY mengatakan bahwa dirinya sudah kenyang dengan berbagai komitmen. Membangun infrastruktur dan sebagainya, tapi cuma pepesan kosong. Dan SBY menginginkan kejelasan mengenai siapa yang akan melakukan investasi, kapan akan dilaksanakan dan dimana lokasinya investasi tersebut.
Padahal, sepanjang pemerintahan SBY selalu mengklaim bahwa investasi baru tumbuh baik dari luar dan dalam negeri tetapi kenyataan yang terjadi komitmen investasi yang dilakukan investor luar negeri dan dalam negeri kepada pemerintah hanyalah merupakan “janji palsu“. Hal ini terjadi dikarenakan yang membuat komitmen investasi bisa jadi hanyalah para broker investasi yang tidak jelas track rekord nya.
Dan bisa juga tidak terealisasinya komitmen investasi kepada SBY dikarenakan kurang percayanya investor terhadap sosok SBY yang peragu , sebab para investor luar dan dalam negeri tentu saja mengharapakan seorang pemimpin yang tidak peragu dimana mereka akan melakukan investasi,
Hal lain yang meyebabkan tidak terealisasinya komitmen investasi yang dijanjikan pada Indonesia disebabkan banyaknya biaya siluman yang timbul pada saat akan memulai investasi, serta terlalu banyaknya pungli dan pemerasan yang dilakukan oleh pejabat dan aparat hukum serta ormas-ormas ketika investor ingin melakukan investasi di Indonesia.
Tidak terealisasinya komitmen investasi terhadap Indonesia juga disebabkan karena tidak adanya jaminan kepastian hukum di Indonesia dalam melakukan investasi, seperti contoh yang dialami oleh Temasek dalam kasus Monopoli sektor telekomunikasi, dimana saat Temasek membeli Indosat dari pemerintah Rebupblik Indonesia dan sebelumnya tidak dipermasalahkan terhadap UU anti monopoli dan mendapat persetujuan DPR, tetapi ketika SBY berkuasa hal itu dipermasalahkan dan Temasek dihukum untuk menjual Indosat dan membayar denda hampir ratusan miliiar rupiah karena melanggar UU anti monopoli.
Akhirnya realisasi komitmen investasi kepada Indonesia yang terrealisasi hanya investasi pada sektor eksploitasi sumber daya alam seperti logging, tambang batubra saja karena tidak terlalu butuh modal banyak, rendah resiko bisnis dan untuk lebih banyak , semenntara komitmen investasi untuk sektor infrakstruktur dan industri, investor akan berpikir puluhan kali dimana pengembalian investasi yang lama juga biaya investasinya lebih besar dari hitungan normal akibat adanya pungli dan pemerasan oleh aparat pemerintah dan hukum.
Kegagalan Pemerintah SBY untuk merealisasikan komitmen investasi di Indonesia terutama investasi untuk pembangunan infrakstruktur akan menciptakan deindutrialisasi, baik infrakstruktur jalan raya maupun infraksruktur kelistrikan dimana terhambatnya pembangunan infraskstruktur juga akan mempersulit tumbuhnya ekonomi, yang pada akhirnya pengangguran akan semakin meningkat.
Tapi dari semua ini dapat disimpulkan akhirnya SBY mau berkata jujur, bahwa data data kemajuan investasi di didalam pemerintahannya adalah merupakan pepesan kosong yang dibuat hanya untuk meyenangkan SBY saja, dari keluhan SBY mengenai tidak terealisasinya komitrmen investasi menunjukan bahwa Kabinet yang SBY pimpin kerjanya hanya beretorika saja dan harus dilakukan perombakan total.
Dikasih Karpet Merah
Di China, Investor dikasih karpet merah oleh pemerintah China. Namun, di Indonesia Investor yang kasih angpao merah ke pejabat negara.
Dalam beberapa tahun terakhir begitu banyak komitmen investasi yang dijanjikan kepada Indonesia, tapi yang terlaksana kurang dari 5 persen . Karenanya, dalam rencana percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional 2025 yang ditargetnya membutuhkan investasi US$ 200 miliar, harus ditegaskan nilai dan rentang waktu pelaksaanaan bidang usaha yang dijanjikan investor bersangkutan.
Untuk merealisasikan komitmen investasi yang telah dijanjikan kepada Indonesia, pemerintah SBY harus belajar banyak dari China dalam menarik investor untuk menanamkan investasinya di China.
Ada yang berbeda antara perlakuan pemerintah Indonesia dengan pemerintah China terhadap calon investor. Kalau di China itu calon investor disambut dengan karpet merah dan dijamu oleh pemerintah China serta dilindungi kepastian hukumnya dan keamanannya dan banyak diberikan kemudahan.
Kalau di Indonesia justru calon investor yang harus meyediakan karpet merah dan angpao merah (upeti) bagi pejabat pemerintah dan menjamu pejabat pemerintah Indonesia, serta berusaha sendiri untuk mencari kepastian hukum dalam berusaha. Sehingga, wajar saja komitmen investasi kepada Indonesia hanya sekedar penjajakan belaka dan investor pun tidak tertarik untuk merealisasikannya.
Kalau cara penyambutan investor seperti China dapat diterapkan kepada seluruh pejabat negara di Indonesia, pasti komitmen investasi kepada Indonesia akan terealisasi seratus persen.
Ternyata Buruh Bukanlah Hambatan Investasi
Selama ini Kaum buruh selalu dianggap oleh pemerintah selalu menjadi faktor penghambat tidak masuknya investasi ke Indonesia, tapi ternyata penghambat terbesar tidak masuknya investasi dan realisasi komitmen investasi disebabkan oleh pemerintah yang tidak komit terhadap keputusannya dan bertele-tele serta birokrasi yang lambat dan tidak sejalan dengan rencana yang diputuskan.
Seringkali keputusan yang diambil dalam rapat kabinet tidak berlanjut dengan baik di Kementerian, sebab keputusan itu ternyata bukannya dilaksanakan malah didiskusikan ulang oleh jajaran di bawah menteri. Hal ini wajar mungkin saja kepeutusan tersebut belum membagi rata kepentingan kepentingan pribadi pejabat di departemen.
Tempo, Interaktif ,24 Februari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar