SELAMAT DATANG...SELAMAT BERJUANG !

Tiada kata Jera dalam Perjuangan.

Total Tayangan Halaman

Rabu, 26 Mei 2010

Surat Terbuka Buat Menkeu Agus Martowardoyo...!


Yth. Bapak Agus Martowardoyo
Menteri Keuangan Republik Indonesia

Meskipun terlambat, pertama saya ucapkan Selamat dan Sukses atas pengangkatan anda sebagai Menteri Keuangan Republik Indonesia sejak tanggal 20 Mei 2010. Pelantikan anda sebagai Menkeu bertepatan dengan hari istimewa bukan hanya untuk anda sekeluarga dan para kolega anda dan Bank Mandiri, tetapi juga untuk Bangsa Indonesia karena pada tanggal tersebut Bangsa Indonesia memperingati Hari

Kebangkitan Nasional yang menurut catatan Wikipedia sebagai berikut :
“Kebangkitan nasional adalah masa bangkitnya semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan 350 tahun. Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting, yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Masa ini merupakan salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli. Tokoh-tokoh kebangkitan nasional, antara lain: Sutomo, Gunawan, dr. Tjipto Mangunkusumo, Suwardi Suryoningrat (Ki Hajar Dewantara), dr. Douwes Dekker, dll.

Dengan kutipan tersebut di atas semoga Bapak dapat menterjemahkan VISI dan MISI Kebangkitan Nasional dalam program-program Kementrian Keuangan RI dimasa mendatang. Bangkitnya semangat persatuan, kesatuan dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, Kedaulatan Rakyat Indonesia, dan sekaligus membangun Kebangkitan Ekonomi Indonesia berbasis Sumber Daya Nusantara baik manusia maupun alam sekitarnya.

FORMULASI STRATEGI dan KEBIJAKAN INDONESIA
Meskipun anda terlahir di negeri Belanda yang sekaligus mantan PENJAJAH NUSANTARA, namun saya percaya anda sebagai Nasionalis sejati, saya percaya anda sebagai manusia asli Indonesia, saya percaya anda sebagai orang yang berbudaya Indonesia. Demikian juga saya mengamati perjalanan anda di Bank Mandiri cukup bagus, tidak pernah tampil sombong ala westernisasi karena memang anda tampaknya lebih “NJAWANI” low profile mengedepankan prestasi katimbang “bicara” .
Pada masa ORBA saya memang terkagum dengan style-nya JB Soemarlin, Ali Wardhana, Frans Seda yang mampu membawa manajemen keuangan negara yang “balance” antara kepentingan rakyat dan kepentingan negara.
Oleh karena itu tentunya saya yakin bahwa anda telah merancang dan akan mengimplementasi serta mengendalikan STRATEGI dan KEBIJAKAN KEUANGAN sesuai dengan KONDISI RIIL INDONESIA dengan segenap kekurangan dan kelebihannya.

VALUE ADDED BASED NATURAL RESOURCES
Indonesia tentu semua tahu bahwa potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya cukup besar, artinya kalaupun pembangunan ekonomi kedepan tetap konsisten berbasis SUSTAINABLE RESOURCES maka Indonesia jauh lebih aman dan lebih mampu menciptakan VALUE ADDED bagi bangsa dan negara. Kalau saja kebijakan MICRO FINANCE dikembangkan sebagaimana yang sudah dikembangkan di Bangladesh oleh Muhammad Yunus dengan Grameen Bank, maka akan banyak rakyat yang akan mampu mengembangkan usaha berbasis “sumber daya wilayah”.

HOT MONEY SYNDROM
Prestasi Menkeu lama adalah menggeser dari ekonomi Industri menjadi ekonomi moneter, sekarang Indonesia menghadapi kondisi membludaknya HOT MONEY yang telah melewati cadangan devisa nasional, dan anda kemaren bicara dengan MEDIA tentang bahaya HOT MONEY. Oleh karena itu saya berharap anda mampu mengembalikan Posisi Aman untuk keuangan negara yang bebas dari ancaman Hot Money

PERTANYAAN
Namun demikian sebagai RAKYAT, saya pantas mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut :
(1) Apa benar keuangan negara Indonesia sudah memasuki era GALI LUBANG TUTUP LUBANG ?
(2) Apakah benar SUN yang berbunga 12,5% setahun itu digunakan untuk membiayai BLT, PNPM Mandiri, dan sejenisnya?
(3) Apakah anda yakin bisa menyelamatkan Keuangan Negara warisan SRI MULYANI?

Terima kasih atas surat saya, semoga ada pihak yang menyampaikan kepada anda, karena saya berharap anda sudi kiranya menjadi bagian dari FACEBOOK SUARA RAKYAT, akhir kata mohon maaf atas kelancangan saya.... tapi semua demi kejayaan Indonesia ke depan.
Salam
Oleh: Agus Wibowo
http://www.facebook.com/photo.php?pid=30729004&id=1202256984#!/notes/suara-rakyat/surat-terbuka-buat-menkeu-agus-martowardoyo/10150187491630487

Bergman Silitonga Oppu J
PERTANYAAN
Namun demikian sebagai RAKYAT, saya pantas mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut :
(1) Apa benar keuangan negara Indonesia sudah memasuki era GALI LUBANG TUTUP LUBANG ?
(2) Apakah benar SUN yang berbunga 12,5% setahun itu digunakan untuk membiayai BLT, PNPM Mandiri, dan sejenisnya?

Iluni Ui Kontra Korupsi
AGUS M: menyatakan Setiap Rp. Sen dlm APBN HARUS SAMPAI ke Rakyat Indonesia !
Wah Hebat Banget ! Bagaimana bisa, kalau SISTEM ALOKASI sudah TERJEBAK DLM "SISTEM YG KORUP" (CORRUPT BY SYSTEM) !, 15% untuk bayar Hutang (APokok + Bunga) , 45%> lebih untuk Gaji PNS, LL adalah Proyek, SPJ, Alat2 dlsb. UNTUK RAKYAT < class="text_exposed_hide">... See More
VALUE ADDED BASED NATURAL RESOURCES
Indonesia....berbasis SUSTAINABLE RESOURCES maka Indonesia jauh lebih aman dan lebih mampu menciptakan VALUE ADDED bagi bangsa dan negara.
---> HOW WORKS ????

EKSISTING:
1. Sistem Pengeloalaannya adalah INGKARI AMANAT KONSTITUSI UUD-45 Pasal 33 !! Konsesi Penambangan > 80% oleh Swasta Nasional & Asing ! Seorang Agus M harus berani TEMPUH KEBIJAKAN RADIKAL STRATEGIS: SEKURITISASI PERTAMBANGAN NASIONAL ! Ini yang akan MENGHASILKAN PNBP > 750 TRILYUN / TH

2. MONETER & PASAR UANG : EKONOMI INDONESIA saat ini lebih banyak DIPERANKAN OLEH BUBLE HOT MONEY ! Di pasar Modal > 75% adalah Asing !!


Anto Kaerbe selamat ya pak atas pengangkatannya...semoga bapak bahagia atas fasilitas yg rakyat berikan...jangan koropsi ya pak...ntar dilaknat Tuhan..

Agus Wibowo
Dalam pandangan Cedric Read & Scott Kauffman Price Waterhouse Financial and Cost Management dalam "
CFO - Architect of the Corporation's Future" dapat digambarkan sebagai CFO (chief financial officer), Menkeu adalah seorang arsitektur masa depan sebuah institusi yang dituntut memiliki STRATEGIC CAPABILITES untuk menggambar BAGAIMANA MASA DEPAN INDONESIA, melalui serangkaian STRATEGI dan KEBIJAKAN KEUANGAN NEGARA
Budhie Santosh
Bang Agus, sudah waktunya seluruh transaksi tunai, tidak ada lagi disemuai intansi, termasuk Polri, PLN, seharusnya transaksi tunai hanya di BANK, sehingga instansi dan BUMN fikus dengan tugasnya ... dan Bank lebih dapat effisensi
Agus Wibowo
@Zaherman Sudin, betul yang anda sampaikan, namun juga BERAT sekali tantangan kedepan Menkeu Agus M. kalau saja "tandem"nya aliask wakilmenkeu bu Anny R. memiliki kapabilitas cukup, mungkin lebih baik diarahkan untuk menata INTERNAL PROCESS termasuk kasus Gayus cs...
Setidaknya ada 3 bidang yang harus diemban oleh Menkeu Agus M.
1. Menata Internal Organisasi menyangkut sistem & prosedur
2. Memanage "pasar" (modal & uang)
3. Memange "pertumbuhan ekonomi" untuk rakyat
Agus Wibowo
@Yohanes Namang, betul... dengan makin tinginya kadar NEOLIB, maka makin tinggi pula DUALISME domestik, dan akirnya RAKYAT terpinggirkan....
Disisi lain ada yang SALAH dengan formulasi pertumbuhan ekonomi !!Ternyata pertumbuhan ekonomi kelihatan bagus karena 75% ditopang oleh konsumsi dalam negeri, sementara kontribusi Net export cuma 5% !!!
Inilah yang mengakibatkan Indonesia tidak akan bisa mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 7% karena PASTI akan terjadi OVERHEATED alias INFLASI TINGGI.
Zaherman Sudin
Zaherman Sudin
rasanya sulit utk dijawab, krn bukti sdh ckp jelas, mengapa hingga kini kita msh sngt ketergantungan asing... dan ini sindiran neg tetangga =>http://artikelindonesia.com/penilaian-orang-singapore-terhadap-indonesia.html.. DPR & Pemerintah hrs berani mem-embargo diri sendiri sebelum supremasi hukum benar2 ditegakkan bg para koruptor, neolib (... See Morepembuktian terbalik & eksekusi hukuman mati).. Semoga Menkeu yg baru dpt bekerja scr optimal demi nusa dan bgs walau msh ada info2 negative.. http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2010/05/19/93897/SBY-Rela-Tersandera-Skandal-Kejahatan-Bank-Century






Pemerintahan Sekarang Penuh Dengan Bentuk Rekayasa Politik Sebagai Hasil Warisan Rezim Orde Baru

NAMPAKNYA, tata kelola negara kita telah ‘dirusak’ dan dikaburkan oleh ulah elit politik. Tak hanya pembentukan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang dinilai overlapping dengan KPK dan bahkan dianggap mengganggu lembaga-lembaga hukum yang permanen, kini ada lagi lembaga pembentukan sebagai bentuk rekayasa sebagai wadah untuk mengalihkan atau menutupi semua pandangan & pemikiran atas rakyat, tentang keboborakan pemerintahan SBY - Boediono yaitu Sekretariat Gabungan (Setgab) Partai Koalisi pendukung pemerintahan SBY. Yang mengagetkan, kabarnya Setgab bentukan SBY yang diketuai Aburizal Bakrie (Ical) ini bisa memanggil Menteri pemerintahan SBY-Boediono.

Entah apa namanya, ini sistem presidensiil plus atau semi parlementer? Namun, kalangan Menteri anak buah SBY pun menyatakan siap jika dipanggil Ical yang juga pentolan Golkar. Contohnya, Menteri Agama Suryadharma Ali yang kebetulan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyatakan siap datang jika sewaktu-waktu dipanggil Ical selaku Ketua Harian Setgab. "Kalau seperti saya kan anggota partai koalisi maka boleh-boleh saja jika dipanggil Pak Ical," kata Suryadharma sebelum memberi sambutan dalam acara Muskerwil PPP Jateng di Hotel Pandanaran Semarang, Minggu (15/5).

Wah, Ical naik daun? Pantesan ada yang menuding Ical menjadi ‘The Real President’ atau sebagai ‘presiden’ sesungguhnya yang melebihi kewenangannya secara konstitusi. "The real presiden' adalah pak Ical, tapi rajanya tetap SBY," ujar pengamat politik LIPI Ikrar Nusa Bhakti dalam diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (15/5). Secara konstitusional, Ikrar mempertanyakan hak dari Ketua Harian untuk memanggil Menteri atau meminta Presiden membahas kebijakan strategis. "Lalu siapa yang pegang kekuasaan dan siapa yang dipilih rakyat. Bisa ini terjadi benturan dan akan terjadi dikotomi otoritas?" tanyanya.

Bahkan, Direktur Riset Charta Politika Yunarto Wijaya menilai, Setgab bisa memanggil para menteri adalah sebuah penafsiran sewenang-wenang para elit terhadap konstitusi. Sebab, wewenang untuk memanggil menteri akan mengakibatkan kacau balaunya tata kelola negara, baik di level eksekutif maupun legislatif. Tata kelola negara akan rusak hanya demi sebuah barter politik. Di level eksekutif, akan terjadi pemangkasan peran dari seorang presiden dan menteri dalam pembuatan kebijakan. Pemangkasan peran sudah terjadi manakala seorang presiden menempatkan dirinya sejajar dengan unsur parpol dalam wadah bernama Setgab.

Presiden dinilai telah menurunkan derajatnya sebagai seorang kepala negara yang tidak boleh terikat dengan ‘forum politik’ secara permanen. Di sisi lain, peran menteri juga akan terpangkas dengan kontrol dari setgab dalam proses pembuatan kebijakan. Padahal, dalam sistem presidensial, menteri-termasuk menteri dari parpol-harus bekerja dalam posisi profesional tanpa boleh diintervensi oleh pihak manapun. Sedangkan di level legislatif, fungsi DPR sebagai lembaga pengawas akan dipotong oleh setgab melalui kontrol secara langsung di level eksekutif. "Kompromi dengan pihak eksekutif akan terjadi di dalam setgab dan bukan dalam forum legislatif sebagaimana mestinya. Kondisi ini akan menyebabkan fungsi DPR berubah menjadi lembaga ‘pemberi stempel’ layaknya terjadi pada negara otoriter," paparnya.

Ketua MPR Taufiq Kiemas pun ikutan melakukan ‘protes’ . Maklum, barusan saja hubungan tokoh senior PDIP ini ‘mesra’ dengan SBY tetapi tiba-tiba Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini merangkul Ketua Umum Golkar untuk dipercaya menjadi ‘nahkoda’ atau komandan Setgab Koalisi. Terlepas apakah suami Megawati ini cemburu atau merasa diabaikan SBY, yang jelas Taufiq Kiemas berteriak lantang bahwa dalam sistem presidensiil tidak ada yang namanya Sekretariat Gabungan Koalisi (Setgab). Karenanya, ia menilai pembentukan Setgab tersebut menyalahi konstitusi. “Masa pemerintah membuat koalisi, mestinya enggak boleh,” tandas suami Megawati Soekarnoputri ini.

Komitmen Partai Golkar dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi SBY-Boediono tampaknya sudah bulat. Bahkan berani pasang badan terutama terhadap gagasan pemakzulan. Ada apa dengan Golkar?

Kali ini, memang Golkar menang dua kali. Pertama, Menteri Keuangan Sri Mulyani yang notabene ‘musuh’ Ical, sudah terdepak dari Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. Kedua, Ical menjadi Ketua Setgab Koalisi yang memiliki wewenang memanggil Menteri Pemerintahan SBY. Nampaknya, Golkar tetap saja Golkar yang dulu sebagai ‘pemain’ politik. Sebab apa? Politisi Golkar yang pura-pura vokal dan berteriak lantang terkait wacana pemakzulan dan penuntasan kasus Century, kini tiba-tiba meredup seperti kobaran api tersiram air. Golkar pun ‘mengharamkan’ Hak Menyatakan Pendapat DPR terkait skandal Century. Apakah setelah berhasil merenguk keuntungan dalam deal dengan rezim penguasa?

Setelah ketua umum diberi kursi pimpinan Setgab koalisi, kini Golkar pun siap jadi tameng dan berani pasang badan dari gagasan/serangan pemakzulan SBY-Boediono. Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR RI Ade Komarudin yang juga Ketua DPP Golkar menegaskan, Golkar akan berhadapan dengan siapa pun yang berencana memakzulkan Presiden SBY. “Sejak awal kami tidak mau negeri ini dihantui dengan proses pemakzulan.Setgab mengamankan hal yang krusial, yaitu kami nggak mau negeri ini dikehendaki pemakzulan. Keinginan pemakzulan tidak boleh," tandasnya dalam diskusi di Senayan, Jumat (14/5). Alasannya, pemakzulan ini mengganggu kehidupan stabilitas politik. Sehingga, dalam kasus Century tidak boleh ada niatan dari anggota parlemen untuk memakzulkan. "Kita tidak boleh mempunyai pikiran seperti itu," tutur anak buah Ical ini.

Memang, perilaku politik itu merupakan sebuah sikap yang selalu berubah-ubah tergantung kepentingan. Kebijakan politik bisa mencla-mencle tergantung sasaran dan target yang dikehendakinya. Ada dugaan bahwa dibentuknya Setgab Partai Koalisi adalah karena SBY takut bergulirnya gerakan pemakzulan? Untuk itu, Golkar sebagai Partai yang cukup besar di DPR diberi ‘hadiah’ agar menjadi 'anak manis’ bagi SBY dan tidak menjadi 'anak nakal'. Di pihak Golkar, Ical sebagai ketua harian Setgab bisa ‘mengatur’ para menteri pemerintahan SBY. Kalau sudah begini, sistem presidensiil apa pula ini?

Ini Bukti Bahwa Partai Demokrat Maupun Partai Golkar adalah salah satu Partai Hasil didikan atau sisa dari Peninggalan Rezim Orde Baru.

Sekarang ini,Sudah biasa rakyat disajikan Politik Rekayasa atau pengalihan atas Bank Century sudah menjadi sentral dalam politik diindonesia Indonesia, sehingga jelas ada yang ingin menutup-nutupinya Riuh-rendah dengan berbagai rekayasa & pengalihan2 berupa pertarungan antara Polri, Kejaksaan Agung, dengan KPK,termasuk juga skandal penggelapan & korupsi diinstansi Dirjen Pajak, serta beberapa penumpasan terorisme, padahal sampai skarang tidak mengetahui siapa otak dibalik pemboman & yang membiayai kegiatan teroris, malah semuanya ditumpas sampai mati, tidak ditangkap hidup spt gembong2 teroris lainnya spt Dr. Azhari, ini jelas spt yang dilakukan "Operasi Intelijen" yaitu pengalihan atau rekayasa agaknya erat kaitannya dengan kasus Bank Century, yaitu setelah KPK berencana mengusut kasus Bank Century (bersamaan dengan pengusutan kasus IT Komisi Pemilihan Umum).

"Sekali kau mengkhianati kepercayaan saudara-saudara sebangsamu, kau tak akan pernah lagi bisa mendapatkan rasa hormat dan rasa percaya mereka,
Mungkin Kau bisa mendustai semua orang sekali waktu; bahkan mungkin kau bisa mendustai beberapa orang setiap waktu; tapi, kau tak bisa mendustai semua orang setiap waktu".

http://www.facebook.com/notes/andreas-kadhafi-muktafian/pemerintahan-sekarang-penuh-dengan-bentuk-rekayasa-politik-sebagai-hasil-warisan/442303937624

Rabu, 19 Mei 2010

TUTUP FREEPORT DI TANAH PAPUA..Good Bye Neo-Lib & World Bank !!



Description:
PT. Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. Perusahaan ini adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
MENAGAPA FREEPORT HARUS DITUTUP !
News:
Relevan untuk menutup Freeport di Papua sebagai kunci memperbaiki akar bencana ekonomi dan kedaulatan Bangsa Indonesia. Upaya meunutup Freeport adalah bukti dukungan bagi rakyat Indonesia yang menginginkan perubahan sistem hukum dalam kebijakan tambang di negeri ini. Sebab Udang-undang penanaman Modal Asing yang sekarang kenyataannya sudah 80 persen tambang yang ada di indonesia milik negara luar dan inilah fakta penjajahan asing. PT. Freepeort Indonesia / FMC adalah perusahaan asal Amerika Serikat yang pertama kali membuka perawan Lahirnya undang-undang investasi

Selain itu juga, Berdasarkan laporan pemegang saham tahun 2005, nilai investasi FM di Indonesia mencapai 2 bilyun dollar. Freeport merupakan perusahaan emas penting di Amerika karena merupakan penyumbang emas nomor 2 kepada industri emas di Amerika Serikat setelah Newmont. Pemasukan yang diperoleh Freeport McMoran dari PT Freeport Indonesia, dan PT. Indocopper Investama (keduanya merupakan perusahaan yang beroperasi di Pegunungan Tengah Papua) mencapai 380 juta dollar (hampir 3.8 trilyun) lebih untuk tahun 2004 saja. Keuntungan tahunan ini tentu jauh lebih kecil pendapatan selama 37 tahun Freeport beroperasi di Indonesia.

Dari segi ekologi, Prediksi buangan tailing dan limbah batuan hasil pengerukan cadangan terbukti hingga 10 tahun ke depan adalah 2.7 milyar ton. Sehingga untuk keseluruhan produksi di wilayah cadangan terbukti, PT FI akan membuang lebih dari 5 milyar ton limbah batuan dan tailing. Untuk menghasilkan 1 gram emas di Grasberg, yang merupakan wilayah paling produktif, dihasilkan kurang lebih 1.73 ton limbah batuan dan 650 kg tailing. Bisa dibayangkan jika Grasberg mampu menghasilkan 234 kg emas setiap hari maka akan dihasilkan kurang lebih 15 ribu ton tailing perhari, yang jika dihitung dalam waktu satu tahun mencapai lebih dari 55 juta ton tailing dari satu lokasi saja.

Kemana Freeport membuang limbah batuan? Limbah batuan akan disimpan pada ketinggian 4200 m di sekitar grassberg. Total ketinggian limbah batuan akan mencapai lebih dari 200 meter pada tahun 2025. Sementara limbah tailing secara sengaja dan terbuka akan dibuang ke Sungai Ajkwa yang dengan tegas disebutkan sebagai wilayah penempatan tailing sebelum mengalir ke laut Arafura.

Berdasarkan analisis citra LANDSAT TM tahun 2002 yang dilakukan oleh tim Walhi, tailing Freeport tersebar seluas 35,000 ha lebih di DAS Ajkwa. Tailing masih menyebar seluas 85,000 hektar di wilayah muara laut, yang jika keduanya dijumlahkan setara dengan Jabodetabek. Total sebaran tailing bahkan lebih luas dari pada luas area Blok A (Grasberg) yang saat ini sedang berproduksi. Peningkatan produksi selama 5 tahun hingga 250,000 ton bijih perhari dapat diduga memperluas sebaran tailing baik di sungai maupun muara sungai.

Dalam nota keuangan tahunannya kepada pemegang saham, selama 3 tahun hingga tahun 2004, total penghasilan PT. Freeport kepada Republik Indonesia hanya kurang lebih dari 10-13 % pendapatan bersih di luar pajak atau paling banyak sebesar 46 juta dollar (460 milyar rupiah). Demikian Freeport juga mengklaim dirinya sebagai penyumbang pajak terbesar di Indonesia yang tidak jelas berapa jumlahnya. Menurut dugaan, pajak yang disumbang PT. Freeport Indonesia mencapai 2 trilyun rupiah (kurang dari 1 % Anggaran negara). Pertanyaan yang patut dimunculkan, apakah dengan demikian Freeport menjadi demikian berharga dibanding ratusan juta pembayar pajak lainnya yang sebenarnya adalah warga yang patut dilayani negara? Atau dengan menjadi pembayar pajak terbesar, PT Freeport sebetulnya sudah 'membeli' negara dengan hanya menyumbang kurang dari 1% anggaran negara? Bagaimana dengan agregat pembayar pajak yang lain?


Menurut catatan departemen Energi dan Sumber Daya mineral, sejak 1991 hingga tahun 2002, PT Freeport memproduksi total 6.6 juta ton tembaga, 706 ton emas, dan 1.3 juta ton perak. Dari sumber data yang sama, produksi emas, tembaga, dan perak Freeport selama 11 tahun setara dengan 8 milyar US $. Sementara perhitungan kasar produksi tembaga dan emas pada tahun 2004 dari lubang Grasberg setara dengan 1.5 milyar US$.

Mantan Gubernur Provinsi Papua Alm. JP Salossa pernah berjanji akan menanyakan besaran royalti yang dibayarkan PT Freeport Indonesia kepada pemerintah pusat selama ini. Menurut Alm Jp. Solosa, Pemda Papua belum pernah mengetahui total royalti yang dibayarkan Freeport tiap tahunnya kepada pemerintah. "Saya akan menanyakannya kepada Menteri Keuangan," ujar Salossa seusai dipanggil Presiden di Kantor Kepresidenan, Selasa, 08 Pebruari 2005 12 WIB. Di tahun yang sama setelah statemen terhadap Freeport, Alm. Solosa meninggal dunia.

Selama periode KK I tahun 1973-1991, perusahaan pertambangan yang berinduk pada Freeport-McMoran Copper & Gold Inc. ini telah mendapat laba 1,1 milyar dolar AS. Sementara untuk kas Indonesia, Freeport hanya menyetor 138 juta dolar AS dalam bentuk deviden, royalti dan pajak atau sekitar 12,54 persen. Dengan bekal KK II, selama 30 tahun ke depan, areal penambangan Freeport terus melebar hingga ke Deep Area, DOM dan Big Gossan yang sudah siap dieksploitasi. Sedangkan daerah Kucing Liar serta Intermediate Ore Zone (IOZ) masih dieksplorasi. Freeport tampaknya masih akan lama bercokol di Tanah Papua dengan adanya kontrak untuk kegiatan tambang Garsberg yang berlaku sampai 2021 dengan opsi memperpanjang perjanjian hingga 20 tahun kemudian.

Sumber:
http://www.tempo.co.id/hg/ekbis/2005/02/08/brk,20050208-42,id.html
ANNUAL REPORT PURSUANT TO SECTION 13 OR 15(d) OF THE SECURITIES EXCHANGE ACT OF 1934 For the fiscal year ended December 31, 2002, Freeport McMoRan Copper and Gold
ANNUAL REPORT PURSUANT TO SECTION 13 OR 15(d) OF THE SECURITIES EXCHANGE ACT OF 1934 For the fiscal year ended December 31, 2003, Freeport McMoRan Copper and Gold
ANNUAL REPORT PURSUANT TO SECTION 13 OR 15(d) OF THE SECURITIES EXCHANGE ACT OF 1934 For the fiscal year ended December 31, 2004, Freeport McMoRan Copper and Gold
Info Sheet, Operasi Pertambangan PT. Freeport Indonesia Company. Walhi 2002
Butterman. W.C, Aimee III. Mineral Commodity Profiles-Gold, USGS 2003
http://www.antara.co.id/arc/2009/5/26/freeport-belum-dapat-dongkrak-kesejahteraan-masyarakat-papua/

Kembali ke Khitah Century...TUNTASKAN SKANDAL CENTURY !

Oleh Ibrahim Fahmy Badoh - Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW

Mengapa laporan perihal apa yang sudah dilakukan Polri
dalam menangani Kasus Century tidak mengacu pada 'Opsi C'
yang sudah disahkan diparipurna menjadi satu-satunya Rekomendasi DPR RI
perihal Kasus Century ?

Apakah hanya karena sekedar ketidak telitian ? Ataukah .... ? ( Samuel Pongoh )

Mundurnya Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan dan manuver penguatan kembali partai- partai koalisi lewat pembentukan Sekretariat Bersama semakin mengaburkan jalan keluar politik dan hukum atas kasus Century.

Kegamangan yang meluas di masyarakat harus mampu dibuat terang oleh komunitas politik dan institusi hukum. Kasus Century memerlukan pemaknaan baru agar tidak ”terlalu” tampak sebagai alat dagangan politik.

Tidak serumit membaca tarik-menarik di dalam proses Pansus DPR tentang Hak Angket Bank Century. Kembalinya dukungan partai-partai koalisi untuk secara tegas menolak usulan hak menyatakan pendapat terkait Century hanya diselesaikan dalam sebuah forum kecil. Terbatas dan informal di rumah salah satu petinggi Partai Demokrat. Meski sempat menimbulkan riak di internal parpol-parpol koalisi, keputusan forum ini dapat dikatakan final. Setting politiknya tak tanggung-tanggung. Penguatan partai koalisi tak hanya mampu meredam ”nafsu pemakzulan” kekuasaan yang mengemuka di DPR, tetapi juga mampu mengerdilkannya menjadi semacam Tim Kecil Pengawas tindak lanjut proses hukum Century yang lemah. Fragmentasi baru lalu melembaga dengan papan nama ”Sekber Partai Koalisi” yang dikomandoi Ketua Umum Partai Golkar yang diketahui pernah berbenturan dengan SBY terkait kasus tunggakan pajak.

Ternyata, dukungan terhadap pemerintahan SBY-Boediono masih kuat dari para petinggi partai koalisi. Lagi, publik semakin yakin, kerumitan proses di Pansus Century yang panjang dan tegang hanyalah panggung sandiwara politik dan sarana tawar-menawar. Yang penting untuk dipersoalkan terkait terbentuknya Sekber adalah; apakah betul mekanisme ini jadi simbol kemenangan para elite pro-koalisi terhadap SBY. Atau sebaliknya, alat kontrol SBY untuk melembagakan keputusan politik partai koalisi mengingat bagi SBY, pelembagaan penting untuk mencegah keliaran individu yang kerap mencuat sebagai ”artis politik” tanpa didasari keputusan parpol secara kelembagaan. Namun, munculnya para penentang yang bermetamorfosa menjadi barikade baru di sisi SBY adalah komposisi yang menarik meski kesetimbangan yang terjadi masih belum begitu jelas.

Memang masih penting melihat motif berbaliknya dukungan partai-partai koalisi yang awalnya tercerai kemudian kembali solid. Apakah manuver di dalam Pansus telah berbuah benefit politik? Misalnya, posisi-posisi baru di pemerintahan, konsesi atau semacamnya. Namun, fakta berlanjutnya proses hukum atas dugaan keterkaitan para inisiator hak angket dengan Century juga tidak bisa dinafikan. Dalam kacamata ini, bisa jadi terbentuknya Sekber dilihat dalam konteks besar—menyelamatkan kawan dan menjaga citra parpol, adalah alat kompromi yang cukup ampuh dan cukup kuat untuk memunculkan posisi tawar parpol-parpol koalisi.

Secara politik, pembentukan Sekber bisa jadi sebuah terobosan mengingat opsi pemakzulan kekuasaan telah jadi kurang populer seiring menurunnya syahwat politik dan hambatan struktural akibat tingginya persyaratan pengajuan. Sekber juga bisa jadi alat tekan dan tawar baru. Terutama dalam mengusung sikap parpol koalisi menghadapi tindak lanjut proses hukum Century di depan mata, atau untuk jangka panjang agenda mengawal sisa masa pemerintahan SBY-Boediono.

Lebih leluasa

Mundurnya Sri Mulyani masih jadi tanda tanya besar. Secara politik, mundurnya Sri Mulyani adalah simbol kuatnya tekanan politik mengingat posisi pentingnya di pemerintahan. Mengisi posisi baru sebagai Menkeu bisa jadi salah satu simbol kemenangan politik Sekber Koalisi.

Namun, SBY lagi-lagi bermain cantik di balik skenario mundurnya Sri. ”Mundur dengan pujian” mungkin gelar terbaik yang disandang Sri di akhir kariernya sebagai Menkeu. Bagi SBY, mundurnya Sri adalah titik kesetimbangan baru di tengah instabilitas dan penyanderaan politik atas pemerintahannya. Juga dapat dimaknai sebagai cara meringankan tudingan kemungkinan intervensi kekuasaan ke ranah hukum. Secara tak langsung, SBY juga mempersilakan Sri diperiksa KPK bukan sebagai pembantu utama SBY.

Sejujurnya, banyak fakta penting belum terungkap secara telanjang dari konstruksi kasus Century. Hal ini masih jadi misteri, yang menurut penulis agak dikesampingkan dan hilang di balik dominannya motif politik di balik pengusutan kasus Century. Kenapa pemilik bank tidak begitu dimasalahkan? Apa kaitan pemilik dengan Bank Indonesia, bagaimana sebenarnya perampokan Century bisa terjadi? Ini mozaik yang hilang dari konstruksi Century baik secara hukum maupun politik.

Fakta secara terang menyebutkan, kerugian dana bail out Century Rp 6,7 triliun sebagian besar disebabkan pemilik bank. Sosok Robert Tantular dan pihak yang terkait dengannya menyebabkan kerugian Rp 2,75 triliun dari berbagai modus kejahatan. Pemilik sebelumnya, Rafat Ali Rizki, menyebabkan kerugian Rp 3,11 triliun dari manipulasi surat-surat berharga. Sayangnya, arahan prioritas dari hasil investigasi BPK tidak sama dengan pilihan Pansus Century sebagai isu utama.

Terbentuknya Sekber dan mundurnya Sri seharusnya dapat mengembalikan kasus Century pada fakta-fakta yang terang. Besarnya dukungan publik atas hasil Panitia Angket Century harus direpresentasikan lewat besarnya dukungan secara politik terhadap proses hukum kasus Century. Sebagai figur di luar pemerintahan, Sri kini diharapkan dapat lebih leluasa mengungkap fakta di balik keputusan yang diambilnya terkait Century. Mata rantai yang terputus harus dapat disambungkan lewat fakta-fakta baru oleh KPK. Jika dana bail out Century memberikan kemanfaatan dalam menalangi praktik kejahatan pemilik bank, seharusnya ada kaitan antara pemilik bank dengan pihak-pihak yang dapat memengaruhi kebijakan fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan bail out terhadap Bank Century.

Oleh: Ibrahim Fahmy Badoh- Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW
http://www.facebook.com/home.php?#!/notes/suara-rakyat/kembali-ke-khitah-century/10150182134235487
Added By Cak Ripin Kartun

Sabtu, 15 Mei 2010

SISI GELAP BANK DUNIA (oleh Anwari WMK)


oleh Anwari WMK

KETIKA Dr Sri Mulyani Indrawati diberitakan secara luas bakal mundur dari jabatannya sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II dan untuk selanjutnya menjabat managing director di Bank Dunia, maka mendadak sontak muncul tanggapan gegap-gempita di seputar hebatnya kedudukan sebagai petinggi Bank Dunia. Baik berita, editorial maupun ulasan media massa di Indonesia semarak dengan aplaus terhadap Sri Mulyani Indrawati. Media massa berdecak kagum terhadap Sri Mulyani Indrawati. Ini jelas merupakan titik balik penyikapan media massa.

Secara umum, media massa berbicara tentang: (i) Bank Dunia sebagai lembaga supra-negara, memiliki sistem dan mekanisme kelembagaan berkualifikasi internasional, (ii) Bank Dunia tidak sembarangan mengangkat seseorang sebagai pengelolanya. Inilah yang bisa menjelaskan terjadinya pergeseran framing pemberitaan media massa. Selama berlangsungnya drama angket skandal Bank Century di DPR RI sejak penghujung 2009, Sri Mulyani Indrawati diposisikan media massa sebagai common enemy. Tetapi tiba-tiba, Sri Mulyani Indrawati berubah menjadi darling of the press lantaran bakal menduduki jabatan managing director Bank Dunia.

Pertanyaan kritisnya kemudian, sehebat itukah Bank Dunia? Apakah media massa justru tidak mengedepankan sesuatu yang hiperbol tatkala memuji-muji Sri Mulyani Indrawati lantaran berhasil meraih posisi tinggi di kelembagaan Bank Dunia?

Pertanyaan-pertanyaan ini mengandung gugatan serius berkenaan dengan rasionalitas media massa. Ini karena, pengangkatan Sri Mulyani Indrawati sebagai managing director Bank Dunia itu takkan mengubah sisi gelap Bank Dunia di Indonesia. Sebagai sebuah bangsa, Indonesia tidak diuntungkan oleh keberadaan Bank Dunia. Proyek-proyek Bank Dunia di Indonesia tidak memiliki kejelasan korelasi dengan tegak dan terwujudnya kedaulatan ekonomi maupun kedaulatan politik. Pada aksentuasi tertentu, Bank Dunia justru hadir dengan logika—meminjam istilah Bung Karno—neo-imperialisme.

Telaah secara saksama terhadap opsi rasional kebijakan ekonomi sesungguhnya mengharuskan Indonesia untuk mengoreksi keberadaan rezim pengerukan. Baik industri ekstraktif maupun industri perminyakan merupakan pilar rezim pengerukan yang telah memperhadapkan Indonesia pada dilema progresivitas atau status qou. Jika perekonomian nasional sepenuhnya hendak diarahkan berfunsgi sebagai mesin terciptanya kemakmuran rakyat, maka opsi rasional yang niscaya diambil adalah mengurangi bersimaharajalelanya rezim pengerukan—dengan pola pengusahaan yang dipertontonkan selama ini.

Pada satu sisi, rezim pengerukan terbukti gagal mewujudkan amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”. Rezim pengerukan bahkan mengaburkan hakikat kemakmuran rakyat dalam kaitan makna dengan pemanfaatan sumber daya alam. Freeport di Papua merupakan contoh kongkret dari kenyataan buruk ini. Pada lain sisi, keberadaan rezim pengerukan di Indonesia tak sejalan dengan upaya pengurangan emisi karbon diaoksida. Keberadaan rezim pengerukan pun, pada akhirnya, kontraproduktif dengan pengatasan masalah pemanasan global. Bank Dunia, ternyata, terlibat dalam karut-marut persoalan ini.

Pada 2004, Extractive Industries Review merekomendasikan agar Bank Dunia menghentikan pembiayaan industri pertambangan di Indonesia sejak tahun 2008. Artinya, menghentikan pembiayaan industri pertambangan merupakan imperatif bagi Bank Dunia, demi memberikan kontribusi terhadap apa yang disebut “take action in supporting World Bank against global warming”. Penting dicatat, bahwa Extractive Industries Review merupakan publikasi Bank Dunia. Sehingga, Extractive Industries Review merepresentasikan perspektif Bank Dunia. Tetapi pada 2009 terungkap, bahwa International Finance Corporation bersama Bank Dunia semakin banyak membiayai proyek pertambangan batu bara dan perminyakan di Indonesia. Selama 2007-2009, pembiayaan Bank Dunia untuk industri bahan bakar fosil dan batu bara di Indonesia mencapai US$ 3,159 milyar. Untuk tahun 2010 terkuak fakta, bahwa pembiayaan Bank Dunia terhadap industri bahan bakar fosil mencapai US$ 4,7 milyar. Sementara, pembiayaan untuk energi terbarukan hanya US$ 1,788 milyar.

Tinjauan lain menyebutkan, bahwa terhitung sejak 1969 proyek-proyek energi Bank Dunia di Indonesia sebesar US$ 5,7 milyar ternyata gagal meningkatkan akses rakyat miskin terhadap listrik. Hingga 2007, lebih dari 70 juta rakyat Indonesia tak memiliki akses terhadap listrik. Secara geografis, sekitar 80% dari 70 juta rakyat itu berada di pedesaan dan separuhnya tersebar di luar Pulau Jawa dan Bali. Proyek listrik Bank Dunia juga tersentralisasi, berskala besar, berbasis bahan bakar fosil. Tak cukup hanya itu, Bank Dunia mendorong privatisasi Perusahaan Listrik Negara (PLN). Bank Dunia juga membiayai penyusunan undang-undang yang kemudian dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 15 Desember 2004, yaitu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan.

Bank Dunia sebenarnya telah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap industri ekstraktif di seluruh dunia. Kesimpulannya, pendanaan Bank Dunia untuk industri ekstraktif harus berpijak pada prinsip yang disebut “fosters sustainable development and poverty alleviation”. Dengan prinsip ini maka, pendanaan Bank Dunia pada industri ekstraktif mempersyaratkan adanya: (1) Penguatan sistem pemerintahan, (2) Terhindar dari konflik, penindasan dan korupsi sistemik, (3) Menghargai hak-hak rakyat, (4) Berpijak pada transparansi dalam hal pembagian keuntungan, (5) Mendukung penggunaan energi terbarukan dengan besaran 20% per tahun, (6) Memperhatikan nasib dan kesejahteraan buruh di sektor-sektor pertambangan, (7) Keterbukaan informasi tentang lingkungan dan dampak sosial industri ekstraktif.

Ternyata, pembiayaan Bank Dunia terhadap industri ekstraktif di Indonesia tidak konsiten dengan prinsip dan prasyarat tersebut. Inilah sisi gelap Bank Dunia di Indonesia. Dengan kenyataan ini pula rasanya berlebihan manakala berharap bahwa Sri Mulyani Indrawati mampu mengubah sisi gelap Bank Dunia di Indonesia. Cara pandang Bank Dunia yang buruk dan perlakuan Bank Dunia yang jahat terhadap Indonesia sejak 1969 takkan serta-merta berubah menjadi baik dengan pengangkatan Sri Mulyani Indrawati sebagai managing director. Sebab, jika Sri Mulyani Indrawati mengimperatifkan Bank Dunia menjadi “malaikat kebajikan” bagi bangsa Indonesia, maka hal itu sama saja dengan menggebrakkan perubahan-perubahan revolusioner dalam tubuh Bank Dunia. Kalau sebagian dari kita boleh berharap terhadap Sri Mulyani Indrawati, tentu sebagian yang lain juga boleh untuk tidak berharap terhadap Sri Mulyani Indrawati.

Hanya saja, dari lubuk hati paling dalam terbersit asa, agar Sri Mulyani Indrawati sungguh-sungguh seorang nasioanlis sejati. Bukankah klaim sebagai nasionalis sejati itu acapkali ia lontarkan dalam berbagai forum? Dengan setitik asa ini semoga Sri Mulyani Indrawati digdaya menciptakan turning point terhadap cara pandang Bank Dunia mengenai Indonesia. Semoga setelah menduduki posisi managing director di Washington sana, Bank Dunia benar-benar berubah. Jika sebelumnya Bank Dunia menjadi pendikte Indonesia, pada akhirnya Bank Dunia menjadi pelayan Indonesia.

Tetapi jika Sri Mulyani Indrawati tak mengubah apa-apa dan Bank Dunia tetap bertindak sebagai neo-imperialis terhadap Indonesia, mungkin pada akhirnya kita juga harus maklum. Itulah potret seorang profesional yang apolitis. Bagi profesional semacam ini, tidak penting bangsanya tersungkur di bawah kekuasaan neo-imperalis. Tidak penting.[]


Referensi:

Heike Mainhardt-Gibbs, “The World Bank Extractive Industries Review: The Role of Structural Reform Programs towards Sustainable Development Outcomes,” dalam http://www.assets.panda.org/downloads/eirsalsummarydec03.doc.

Korinna Horta, “Rhetoric and Reality: Human Rights and the World Bank,” dalam http://www.edf.org/documents/2051_HarvardHumanRightsJournal_Horta.pdf.

“Hentikan Dana Industri Tambang: Perlu Ditingkatkan Akses terhadap Listrik,” Kompas, 5 Mei 2010, hlm. 13.

“Extractive Industries Review (EIR) Recommendations to the World Bank: Changes Required to World Bank Lending for Extractive Industries,” dalam http://www.edf.org/article.cfm?ContentID=3667.

“World Bank Vote for Coal Power Plant a Setback for Low-Carbon Development, says Environmental Defense Fund,” dalam http://www.edf.org/pressrelease.cfm?contentID=10966.

“Questions Concerning The World Bank and Chad/Cameroon Oil and Pipeline Project -- Makings of a New Ogoniland? Corporate Welfare Disguised as Aid to the Poor,” dalam http://www.edf.org/article.cfm?contentid=1019.

“The Role of the United States in Improving the Development Effectiveness of World bank Operation,” dalam http://www.edf.org/documents/1957_ResponsibleReformoftheWorldBank.pdf.

“World Bank Fails to Deliver on Core Objectives of the Chad-Cameroon Oil and Pipeline Project: New Report Calls for the World Bank to address outstanding social, environmental, and public health issues,” dalam http://www.edf.org/pressrelease.cfm?contentID=6298.

“Internal Review says World Bank Must Reform its Approach to the Environment,” dalam http://www.edf.org/pressrelease.cfm?contentID=8144.

Artikel ini bisa diakses melalui:
http://anwariwmk.wordpress.com/2010/05/15/sisi-gelap-bank-dunia/

Senin, 10 Mei 2010

George Soros, Pria Yang Menghancurkan Poundsterling, Rupiah

The killer plays in bonds and currencies &

as "trigger"behind the Asian financial crisis in 1997


The killer plays in bonds and currencies & as "trigger"behind the Asian financial crisis in 1997
Me
njawab dengan Ahlakul KarimahSoros dikenal memiliki kemampuan tinggi dalam berspekulasi di bidang perdagangan mata uang. Pada tahun 1982, dalam waktu singkat Soros berhasil meraup keuntungan 1,2 milyar dolar dalam perdagangan mata uang Poundsterling. Akibatnya, sebagian perekonomian Inggris hancur. Iapun dijuluki sebagai “Pria Yang Menghancurkan Pound” (The Man Who Broke the Pound). Pada pertengahan tahun 1997, perekonomian negara-negara Asia Tenggara, antara lain Indonesia, Thailand, dan Malaysia, tergoncang hebat karena secara tiba-tiba harga tukar dollar melonjak tinggi. Ribuan perusahaan bangkrut dan jutaan orang menjadi penganggur.

Meskipun banyak faktor yang menyebabkan krisis moneter ini, namun salah satu sebab utamanya adalah perilaku para spekulan valuta asing yang telah memborong dollar Amerika, lalu menjualnya dengan harga tinggi sehingga nilai mata uang negara-negara ASEAN itu terpuruk. Spekulan uang terbesar pada era krisis tersebut adalah George Soros.

Kebangkrutan berbagai industri di negara-negara ASEAN itu lalu dimanfaatkan oleh kapitalis Barat untuk membeli saham-saham di negara-negara tersebut dengan harga murah. Akibatnya, kini sebagian besar perusahaan penting di Indonesia adalah milik pengusaha asing. Pada tahun 2000, George Soros dilaporkan memiliki saham pada PT AGIS di Indonesia sebesar 10 persen dan beberapa perusahaan lainnya, termasuk Astra internasional.

Belakangan, untuk menghapus citra buruk dirinya, lewat jaringan yayasan yang dimilikinya, Soros berusaha menyisihkan sebagian kekayaan yang diperolehnya dari kegiatan spekulasi untuk membantu mengatasi dampak ‘kegagalan sistem pasar finansial global’ terhadap negara-negara miskin. Soros selalu menampilkan organisasi yang dipimpinnya itu sebagai organisasi yang melakukan aksi-aksi kemanusiaan di berbagai penjuru dunia. Soros juga melakukan perjalanan ke berbagai penjuru dunia dan menyampaikan pidato-pidato berkenaan dengan demokrasi dan kebebasan. Menurut media massa Barat, Soros Foundation telah mengucurkan dana sebesar 4,2 milyar dolar untuk membantu fakir miskin di berbagai penjuru dunia.

Namun, bantuan itu tidak disalurkan lewat PBB dengan alasan bahwa Soros tidak mempercayai PBB. Karena itu, banyak pengamat politik yang meyakini bahwa langkah Soros Foundation untuk menyampaikan bantuannya secara langsung adalah untuk menyebarkan pengaruh dan infiltrasi di kawasan-kawasan yang diberi bantuan. Pada tahun 1997, seorang ilmuwan Bosnia mengungapkan bahwa di Bosnia, Soros dianggap sebagai pahlawan oleh sebagaian masyarakat negara muslim ini. Sebabnya adalah karena selama Perang Bosnia, Soros banyak mengucurkan bantuan finansial kepada rakyat Bosnia. Kemudian, setelah perang usai, Soros mendanai berbagai penerbitan media massa di negara itu. Media yang diterbitkan itu banyak memuat foto-foto amoral dan menyebarkan pemikiran kebebasan dan sekularisme.

Presiden Brazil, Lula da Silva, dalam KTT Ekonomi di Davos, Swiss, tahun lalu, mengatakan bahwa lembaga-lembaga keuangan dunia, di antaranya lembaga keuangan milik Soros, merupakan penyebab krisis di negaranya. Presiden Brazil memang pantas marah terhadap Soros. Rakyat Brazil lainnya pun juga marah terhadap Soros karena kata-katanya yang menyinggung hati mereka dalam majalah Sao Paolo. Soros mengatakan,

Dalam sistem ekonomi kapitalisme, kepala negara-kepala negara di dunia ditentukan oleh AS. Dalam pemilu Brazil, kandidat yang menentang kebijakan kami, tidak boleh terpilih. Pada kenyataannya, bukanlah rakyat Brazil yang memberikan suara. Jika ada kandidat lain yang terpilih, Brazil akan berhadapan dengan krisis ekonomi yang besar. AS kini bagaikan Roma pada zaman dulu, yang merupakan rezim satu-satunya yang berhak untuk bersuara.

Namun anehnya, meskipun berperan sebagai sumber krisis keuangan di berbagai negara dan berhasil mengeruk milyaran dollar dari krisis itu, Soros pun aktif menulis buku-buku ilmiah mengenai perekonomian dunia. Di sini ia menempatkan diri sebagai pengamat dan memberikan saran-saran mengenai bagaimana seharusnya perekonomian dunia diatur sehingga negara-negara bisa keluar dari krisis ekonomi. Salah satu buku karya Soros berjudul Krisis Kapitalisme Global‌. Di dalamnya, Soros berusaha menunjukkan bahwa kapitalisme global sedang mengalami ujian dan ancaman yang sangat berat. Apabila hal ini tidak ditangani secara serius, suasana krisis akan akan menghantui perjalanan kapitalisme global. Dengan kata lain, meskipun sistem kapitalisme telah terbukti mengorbankan jutaan rakyat di dunia, namun Soros melalui bukunya ini berusaha terus menyebarkan sistem kapitalisme global yang memang terbukti telah membuat dirinya kaya raya.

Soros dan Krisis Moneter Asia

Beberapa bulan sebelum terjadinya krisis moneter 1997, seluruh dunia termasuk Bank Dunia dan IMF memuji-muji prestasi ekonomi Asia Timur, termasuk Indonesia. Bahkan ekonomi negeri ini disebut-sebut secara fundamental sehat dan kuat. Indonesia pun dijuluki sebagai “Macan Baru Asia” karena kemajuan pesatnya di bidang ekonomi. Namun ternyata, semua prestasi yang dibanggakan itu seperti tak ada artinya tatkala nilai tukar Rupiah, Ringgit, Bath, dll, terhadap Dolar AS jatuh terjerembab di bursa valas internasional. Efek dari jatuhnya mata uang negara-negara Asia Tenggara ini sangat luar biasa. Seperti kartu domino, mula-mula hanya berpengaruh terhadap sejumlah produk impor, tetapi kemudian menjalar ke berbagai sektor, melambungkan harga berbagai produk lokal, membangkrutkan ribuan perusahaan dan menganggurkan jutaan tenaga kerja.

Sebab awal terjadinya krisis ini memang jelas. Semua ini bermula dari permainan kotor yang dilakukan para spekulan mata uang internasional untuk menjatuhkan sejumlah mata uang di Asia. Salah satu spekulan yang bermodal kuat, dan karena itu paling berperan besar dalam terjadinya krisis ini, adalah George Soros melalui lembaga manajemen keuangan yang dimilikinya. Tak heran bila PM Malaysia saat itu, Mahatir Muhammad, menyatakan, George Soros harus bertanggung-jawab atas krisis moneter yang melanda beberapa negara Asia mulai kuartal kedua tahun 1997.‌




Selajutnya Mahatir menghubungkan globalisasi dengan krisis ini. Mahatir mengatakan, Setelah kita menerima globalisasi dan menerapkan kebebasan ekonomi di negara kita, ekonomi dan uang kita menjadi sasaran serangan kekuatan-kekuatan besar keuangan dunia dan orang-orang yang diuntungkan oleh sistem ini.‌ Mahatir menambahkan, Hasil 40 tahun kerja keras bangsa Malaysia lenyap hanya dalam beberapa pekan akibat pekerjaan beberapa orang dan tidak ada hukum internasional apapun yang bisa dipakai untuk menghadapi orang-orang seperti ini.‌

PM Mahathir menegaskan, “Berdagang uang adalah perbuatan yang tidak bermoral. “Kenyataan memang menunjukkan bahwa perdagangan mata uang atau valuta asing cenderung merugikan yang lemah. Para spekulan uang tidak ragu-ragu mengguncang stabilitas suatu negara demi kepentingan mereka sendiri. Dalam kasus moneter di Indonesia, pertengahan tahun 1997 adalah masa ketika pembayaran hutang perusahaan-perusaaan swasta jatuh tempo dengan jumlah sekitar 8 juta dollar. Belum lagi bila diperhitungkan utang BUMN yang juga jatuh tempo dan kewajiban pemerintah untuk membayar cicilan utang dan bunganya yang cukup besar, yaitu sekitar 6 miliar dolar. Artinya, pada masa itu, kebutuhan terhadap dollar meningkat. Pada saat itulah, para pedagang uang memborong dollar dan kemudian menjualnya dengan harga tinggi. Akibatnya, ribuan perusahaan di Indonesia bangkrut, harga-harga melambung tinggi sehingga jumlah rakyat miskin meningkat tajam, dan pemerintah Indonesia kini terbebani hutang sebesar 1500 trilyun rupiah.

ETIKA BISNIS SOROS

Meskipun letak kesalahan tidak seratus persen berada di tangan Soros, karena jatuhnya nilai rupiah ini juga dipengaruhi oleh sistem devisa bebas yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia sehingga membuka peluang bagi siapa saja untuk memperdagangkan valuta asing, namun etika bisnis yang dianut oleh Soros dan para pedagang valas lainnya patut dipertanyakan. Ketika Soros melakukan transaksi valas, dia sudah bisa memprediksikan kehancuran negara-negara Asia sebagai akibat dari transaksi itu. Namun, ia tetap melakukannya dan terjadilah krisis hebat yang menyengsarakan puluhan jutaan rakyat Asia Tenggara. Tak heran bila mantan PM Malaysia Mahatir Muhammad pernah menyatakan kecurigaannya bahwa krisis moneter yang menyapu Asia ini adalah sebuah ‌agenda Yahudi‌ karena kaum Yahudi, kata Mahathir, tidak senang bila melihat kaum Muslim bergerak maju.

Perdagangan valas yang dilakukan Soros telah memberi keuntungan kepadanya sebesar satu milyar dollar pertahun. Artinya, demi menambah jumlah uangnya, Soros dengan tega telah mengorbankan puluhan juta rakyat di berbagai negara. Menanggapi berbagai kecaman yang disampaikan terhadapnya, Soros menyatakan bahwa kesalahan terletak pada pemerintahan yang tidak transparan dan despotik di negara-negara Asia. Menurut Soros, pasar akan menentukan dirinya sendiri. Artinya, bisnis yang dia lakukan hanya semata-mata memenuhi peluang pasar. Padahal, pasar global sesungguhnya tidak bebas, melainkan diatur oleh para pemodal kelas kakap semacam Soros.

Sebagian pengamat ekonomi yang membela Soros mengatakan bahwa apa yang dilakukan Soros adalah bisnis semata dan toh, Soros juga memberikan sebagian uangnya untuk membantu rakyat miskin di berbagai negara. Pandangan ini menunjukkan bahwa Soros Foundation telah memberikan citra baik kepada Soros, sehingga bisa mengurangi berbagai kecaman yang dialamatkan kepada dirinya. Atas aktivitas yayasannya tersebut, Soros juga dijuluki sebagai filantropis atau orang yang mencurahkan perhatian, waktu, dan uangnya untuk menolong orang lain.

Namun, kegiatan Soros membantu rakyat miskin dengan bisnisnya di bidang perdagangan uang yang telah memiskinkan puluhan juta manusia, jelas merupakan sebuah paradoks. Sudah pasti ada tujuan tersendiri di balik bantuan-bantuan yang diberikan Soros melalui yayasan Soros Fundation-nya. Sebagaimana kami sebutkan pada pertemuan sebelumnya, di Bosnia, Soros mendanai penerbitan media massa yang memuat foto-foto amoral dan menyebarkan pemikiran kebebasan dan sekularisme.

Soros dan Revolusi Beludru Georgia

Kawasan Kaukasus dan Asia Tengah merupakan kawasan yang menjadi pusat aktivitas Soros Foundation selama beberapa tahun terakhir. Aktivitas yayasan ini di Georgia menjadi pusat perhatian dunia sejak terjadinya transformasi politik di negara itu pada bulan November 2003. Krisis di Georgia berawal dari penyelenggaraan pemilihan anggota perlemen tanggal 2 November 2003. Dalam pemilu tersebut, pemerintah di bawah kepresidenan Eduard Shevardnadze dicurigai melakukan kecurangan, sehingga menimbulkan aksi demonstarsi besar-besaran. Demonstrasi besar yang dipimpin oleh Mikhail Saakashvili, ketua Partai Gerakan Nasional ini, akhirnya berhasil memaksa Presiden Shevardnadze mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 22 November 2003. Pergantian kekuasaan ini berjalan damai dan tidak ada korban jiwa, sehingga disebut sebagai Revolusi Beludru. Pada awal tahun 2004, kembali diadakan pemilu, dan Mikhail Saakashvili, terpilih sebagai presiden baru Georgia.

Setelah mengundurkan diri, Eduard Shevardnadze melakukan berbagai langkah untuk mengungkapkan peran Soros Foundation di balik krisis politik di negaranya itu. Menurut Shevardnadze, Soros telah mengucurkan dana beberapa juta dolar untuk mendukung aksi penyingkiran Shevardnadze dari jabatannya. Shevardnadze mengatakan, Saya tidak bisa menyebutkan negara-negara mana saja yang mendukung kerusuhan yang terjadi bulan November itu, namun bisa diyakini, kelompok-kelompok internasional semacam Soros Foundation merupakan pendukung dana dari aksi itu. Tujuan Soros Foundation adalah menciptakan situasi seperti di Yugoslavia, yang pada tahun 2000, gerakan-gerakan demonstrasi massa telah berhasil menyingkirkan Slobodan Milosevic dari jabatannya sebagai presiden.‌

Selain itu, Shevardnadze juga menuduh Richard Miles memiliki peran penting di balik penggulingan dirinya. Kecurigaan atas peran AS mulai tampak pada pembatalan kunjungan Collin Powell ke Georgia pada tanggal 16 Mei 2003. Pada musim panas 2003, Shevardnadze yang mulai mencurigai Richard Miles, meminta kepada Presiden Bush agar menarik pulang Dubes AS itu, namun permintaan ini ditolak Bush. Pada saat yang sama, pemerintahan Shevardnadze menghadapi jatuh tempo pembayaran hutang negara, namun IMF yang memiliki kaitan erat dengan Soros Foundation, menolak memberikan bantuan keuangan. Pada bulan November, terjadilah demonstrasi besar-besaran menentang pemerintah yang berujung pada pengunduran diri Shevardnadze.

Tuduhan yang dilemparkan Shevardnadze itu didukung oleh berbagai bukti. Pertama, Soros sendiri pernah menyatakan bahwa dirinya telah mengeluarkan uang jutaan dollar untuk menggulingkan pemerintahan Shevardnadze. Kedua, dalam pemerintahan Georgia yang baru terbentuk, empat di antaranya, yaitu Menteri Pendidikan, Menteri Kehakiman, Menteri Keuangan, dan Menteri Urusan Pemuda, adalah orang-orang yang dikenal dekat dengan George Soros. Keempat orang ini sebelumnya bekerja untuk Soros Foundation. Selain itu, Soros juga pernah melakukan pertemuan dengan Presiden Mikhail Saakashvili di Davos, Swiss, dan menjanjikan akan memberikan bantuan keuangan kepada pemerintahannya. Dalam menjustifikasikan perbuatannya, Soros menyatakan, Jutaan dolar uang yang telah dikeluarkan akan melahirkan milyaran sejarah.

Tiga Organisasi Yang Berperan Dalam Penggulingan Shevardnadze

Bokeria, ketua Liberty Institute yang menerima bantuan dana dari Institut Masyarakat Terbuka Soros, mengatakan ada tiga organisasi yang memainkan peran kunci dalam penggulingan Shevardnadze, yaitu Partai Gerakan National, stasiun televisi Rustavi-2, dan sebuah organisasi kaum muda yang bernama Kmara‌. Organisasi pemuda ini mendeklarasikan perang terhadap Shevardnadze pada bulan April 2003 dan memulai kampanye melalui poster dan graffiti untuk mengkritik korupsi yang dilakukan pemerintah.

Ketiga organisasi itu memiliki hubungan dengan George Soros. Menurut laporan media massa Georgia, Kmara menerima 500.000 dolar untuk mendanai aksi-aksi mereka. Sementara itu, televisi Rustavi-2 menerima dana awal peluncuran siarannya pada tahun 1995. Televisi inilah yang memprovokasi massa dengan cara menyiarkan hasil pemilu sesuai penghitungan yang dilakukan suatu LSM AS, yang berlawanan dengan hasil penghitungan resmi pemerintah.

Pemimpin Partai Buruh Georgia, Gela Daneliya, pada konferensi pers di Tblisi, ibukota negara ini, pada tanggal 17 Januari 2004, menyatakan bahwa Georgia telah menjadi korban Sorosization‌. Pernyataan ini dikeluarkan Daneliya menanggapi penunjukan Irakly Rekhviashili sebagai Menteri Ekonomi, Industri, dan Perdagangan. Padahal, menurut Daneliya, Rekhviashili baru berusia 28 tahun dan lebih banyak menghabiskan umurnya di luar negeri. Rekhviashili adalah orang dekat Soros dan diserahi jabatan penting itu pada hari ketika ia tiba di Georgia.

Namun demikian, masuknya Soros ke Georgia justru karena kesalahan Eduard Shevardnadze sendiri. Pada awal dekade 1980-an, Shevardnadze giat menjalin hubungan dekat dengan Soros dan pemerintahan negara-negara Barat. Shevardnadze sendirilah yang mengundang Soros untuk mendirikan Institut Masyarakat Terbuka atau Open Society Institute‌ di Georgia. Namun, setelah mundurnya Mikhail Saakashvili dari jabatannya sebagai menteri kehakiman, hubungan antara Soros dan Shevardnadze menjadi dingin. Mikhail Saakashvili inilah yang kemudian menggalang demonstrasi anti Shevardnadze dan kini menjabat sebagai Presiden Georgia.

Pada pertengahan tahun 2002, Shevardnadze secara terbuka memulai kritikannya terhadap campur tangan Soros dalam urusan politik dalam negeri Georgia. Soros kemudian mengadakan konferensi pers di Moskow dan menyatakan bahwa pemerintahan Shevardnadze tidak bisa dipercaya dalam pelaksanaan pemilu parlemen yang akan dilakukan tahun 2003. Soros bahkan mengatakan, Sangat perlu dilakukan mobilisasi masyarakat sipil untuk menjamin kebebasan dan kejujuran pemilu, karena banyak kekuatan yang telah ditugaskan untuk memanipulasi pemilu. Inilah yang kami lakukan di Slovakia pada masa pemerintahan Meciar, di Kroasia pada masa pemerintahan Tudjman, dan di Yugoslavia pada masa pemerintahan Milosevic.‌ Dengan demikian, Soros secara eksplisit memang mengakui campur tangan yang dilakukannya atas urusan politik berbagai negara.

SOROS DI AZERBAIJAN

Republik Azerbaijan adalah salah satu negara di wilayah Kaukasus yang dijadikan terget kegiatan Soros Foundation, segera setelah runtuhnya Uni Soviet. Hal ini memiliki beberapa alasan, antara lain karena Republik Azerbaijan adalah satu-satunya negara muslim di Kaukasus dan memiliki sumber daya alam yang kaya, sehingga Azerbaijan bisa disebut sebagai negara terkaya di Kaukasus. Bersamaan dengan naiknya Haydar Aliyev ke kursi kepresidenan, Soros Foundation pun memperluas aktivitasnya di negara ini dengan mendirikan Open Society Institute atau Institut Masyarakat Bebas.

Hingga kini, Institut Masyarakat Bebas yang dimiliki oleh Soros Foundation telah mengucurkan dana sebesar 20 juta dolar untuk mendanai berbagai kegiatan mendia massa dan LSM di Azerbaijan. Farda Asadov, Direktur Eksekutif di Institut Masyarakat Bebas Azerbaijan, menyatakan bahwa pengeluaran yayasan ini pada tahun 2003 lalu adalah sebesar 3 juta dolar. Lima belas persen dari jumlah itu digunakan untuk bidang propaganda, 24 persen di bidang pendidikan, 50 persen untuk memberbaiki tatanan sosial, dan 16 persen untuk keperluan administrasi. Secara umum, 72 persen bantuan dana dari institut ini diberikan kepada lembawa swadaya masyarakat atau LSM, dan 28 persen diserahkan kepada lembaga pemerintah Azerbaijan.

Meskipun kegiatan Soros Foundation semakin meningkat sejak masa pemerintahan Haidar Aliyev, namun akhirnya Presiden Azerbaijan ini melemparkan kritikan kepada yayasan ini karena ikut campur dalam krisis Karabakh. Menurut Aliyev, daripada membantu para pejuang separatis Karabakh, Soros sebaiknya memberikan bantuan kepada para pengungsi perang Karabakh. Menjawab kritikan ini, George Soros menyatakan bahwa adalah terserah baginya untuk memberikan bantuan kepada siapa saja. Soros bahkan menjanjikan bantuan enam juta dolar kepada etnis Armenia di Karabakh yang ingin memisahkan diri dari Azerbaijan serta mendirikan kantor perwakilan di sana.

Setelah terjadinya penggulingan Presiden Georgia yang didalangi oleh Soros Foundation, pemerintah Azerbaijan pun semakin mengkhawatirkan kinerja yayasan tersebut di negaranya. Apalagi, pada tahun 2005, di Azerbaijan akan dilangsungkan pemilu parlemen. Aqil Abasov, pemimpin redaksi majalah Keadilan‌ di Azerbaijan, menyatakan bahwa Soros Foundation dengan melakukan berbagai permainan politik berencana untuk menginfiltrasi pemerintah. Sebagian pejabat partai berkuasa di negara itu juga menyuarakan kekhawatiran mereka atas gerak-gerik yayasan ini. Tak lama kemudian, dimulailah gerakan propaganda anti-Soros di Azerbaijan.

Kini, ketika pemilu parlemen semakin mendekat, aktivitas Soros Foundation menjadi terbatas. Namun setelah Presiden Ilham Aliyev, yang menggantikan ayahnya, Haidar Aliyev, mengadakan pertemuan dengan Soros di sela-sela sidang Majelis Umum PBB, kegiatan Soros Foundation kembali meningkat. Pada bulan Desember 2004, yayasan ini merekrut pegawai-pegawai baru yang berasal dari kelompok non-Syiah dan mendirikan media massa. Melalui media massa ini, praktik-praktik korupsi pemerintah dibesar-besarkan dan hal ini mirip dengan langkah yang diambil Soros di Georgia.

Pada akhir tahun 2004, Institut Masyarakat Bebas Azerbaijan juga meluncurkan terjemahan buku berjudul Korupsi dan Pemerintah‌ dalam bahasa Azari, yang ditulis oleh Susan Rose-Ackerman. Dalam buku ini dibahas secra terperinci mengenai pemilu dan skandal-skandal yang meliputinya. Peluncuran terjemahan buku ini oleh Soros Foundation tentu bukan tanpa alasan. Salah satu alasan yang cukup jelas adalah untuk menggalang opini masyarakat Azerbaijan agar mencurigai pemerintah mereka sendiri. Sebagaimana kita bahas dalam bagian ke-3, langkah yang diambil Soros di Georgia adalah dengan mempengaruhi opini rakyat, sehingga rakyat Georgia mengadakan demonstrasi besar-besaran menentang pemerintah. Akhirnya, Presiden Shevardnaze pun mengundurkan diri.

Menanggapi berbagai kritikan yang diarahkan kepada Soros Foundation di Azerbaijan, Fuad Sulaimanov, salah seorang juru bicara yayasan ini mengklaim bahwa Soros Fundation tidak pernah melakukan aktivitas untuk mengubah pemerintahan di negara manapun dan hanya bergerak di bidang perluasan demokrasi, peningkatan pengetahuan masyarakat, serta menjaga ketransparansian pemilu. Pernyataan Sulaimanov ini jelas bertentangan dengan fakta bahwa Soros Foundation bekerjasama dengan Kedubes AS di Azerbaijan telah mengirim sejumlah oposan pemerintah Azerbaijan ke Ukrainma, untuk mempelajari revolusi di negara tersebut. Seperti diketahui, di Ukraina pada akhir tahun 2004 terjadi demonstrasi besar-besaran menentang hasil pemilu. Akhirnya, dilakukan pemilu ulang yang dimenangkan oleh Viktor Yushchenko yang didukung oleh AS.

Selain mencampuri urusan politik dalam negeri Azerbaijan, Soros Fundation juga aktif dalam menghancurkan sendi-sendi keagamaan masyarakat. Suratkabar Ulayelar yang terkait dengan Kementerian Keamanan Nasional Azerbaijan, baru-baru ini mengungkapkan usaha Soros Foundation untuk menyebarluaskan narkotika dalam kedok program pemberantasan narkotika. Suratkabar ini dalam sebuah makalah berjudul Baku Dalam Jebakan Heroin‌, menulis, Soros Foundation pada tahun antara 2001 hingga 2003 menyusun sebuah program rahasia sebanyak 63 halaman berkaitan dengan penyebaran narkotika. Program penyebarluasan narkotika oleh Soros Foundation untuk pertama kali terungkap di Rusia dan sejumlah pelaksana program tersebut telah ditangkap.‌

Selanjutnya, suratkabar Ulayelar juga menulis bahwa Soros Foundation di Azerbaijan memiliki program-program infiltrasi terhadap sekolah, pusat keilmuan dan penelitian, penjara, dan rumah sakit. Bahkan, yayasan ini berusaha memasukkan pandangan mereka dalam buku-buku pelajaran sekolah di Azerbaijan, yang jelas bertentangan dengan kepentingan negara tersebut.

SOROS DI ARMENIA

Meskipun kegiatan Soros Foundation di Armenia, di bawah bendera Institut Masyarakat Bebas atau Open Society Institute, masih belum banyak terungkap, namun pola-polanya tidak jauh berbeda dengan kegiatan yayasan ini di negara-negara Kaukasus lain. Armenia adalah pangkalan militer Rusia terpenting di Kaukasus. Hal ini menjadikan Armenia memiliki posisi penting yang membuat AS mengkhawatirkan eratnya hubungan antara Armenia dan Rusia. Dalam usaha menginfiltrasi Armenia, AS menggunakan berbagai cara, di antaranya melalui propaganda media massa. Pada tahun 2004, Institut Masyarakat Bebas berhasil menyebarkan ide-idenya di bidang media massa dengan disahkannya UU baru Armenia terkait dengan media massa.

Tak lama kemudian, berbagai media massa menyebarkan propaganda mengenai situasi buruk di Armenia, dengan tujuan menggerakkan opini rakyat negara ini untuk menentang pemerintah mereka. Selain itu, Soros Foundation, sebagaimana di negara Kaukasus lain, juga memberikan bantuan dana kepada LSM-LSM dengan tujuan yang sama, yaitu menggalang opini rakyat untuk menentang pemerintah. Salah satu LSM yang mendapat dukungan dana dari George Soros adalah International Crisis Center (ICG).

Pada akhir tahun 2004, ICG mengeluarkan laporan sebagai berikut. Armenia yang meraih kemerdekaan pada tahun 1991 dan memenangkan perang tahun 1992-1994 dengan Azerbaijan, saat ini sedang berada dalam masa damai dan tengah membangun perekonomiannya. Namun, kestabilan negara ini terhitung rapuh. Nagorno-Karabakh masih tetap menjadi problem yang belum terselesaikan yang dengan mudah dapat kembali meletus. Korupsi dan pelanggaran terhadap proses demokrasi telah meresahkan masyarakat, yang setengahnya masih hidup di bawah garis kemiskinan…. Pihak-pihak donor harus lebih menekan negara ini agar terjadi reformasi demokrasi dan pemerintahan yang baik… Kesempatan untuk menyampaikan kehendak politik secara bebas masih sangat terbatas.

Berbagai usaha propaganda media massa dukungan Soros Foundation mulai terlihat hasilnya ketika pada akhir tahun 2004, terjadi demonstrasi besar di Armenia yang didalangi oleh kelompok oposisi. Isu yang digunakan oleh klompok oposisi Armenia sama seperti yang dilakukan para oposan Georgia ketika akan menggulingkan Presiden Shevarnadze, yaitu kecurangan dalam pemilu. Merekapun menuntut Presiden Armenia, Robert Kacharyan, untuk mundur dengan alasan dia telah terpilih melalui pemilu yang curang.

Indikasi bahwa kelompok oposisi Armenia mendapat dukungan dari Soros Foundation tampak pada laporan suratkabar AZG yang mengungkapkan bahwa pada tahun 2003, sejumlah tokoh oposisi Georgia, di antaranya Mikhail Saakashvili, telah berkunjung ke Beograd, Yugoslavia. Dalam kunjungan yang didanai Soros Foundation ini, para tokoh oposisi Georgia itu memepelajari cara-cara kudeta yang telah menggulingkan Presiden Slobodan Milosevic. Pada saat yang sama, tokoh-tokoh oposisi Armenia juga dikirim ke Beograd dan bisa dipastikan, tujuan kedatangan mereka ke sana adalah juga untuk mempelajari kudeta yang terjadi di Yugoslavia.

Namun demikian, usaha Institut Masyarakat Bebas atau Soros Foundation untuk menggulingkan Presiden Armenia, Robert Kacharyan, hingga kini masih belum berhasil. Apalagi, ada pula faktor Rusia yang mempengaruhi. Bagi Rusia, Armenia adalah posko terakhirnya di Kaukasus, setelah negara-negara Kaukasus lainnya berpihak kepada Barat. Rusia akan melakukan segala cara untuk mempertahankan pemerintahan Robert Kacharyan. Hubungan erat antara pemerintah Armenia dengan Rusia ini dijadikan sebagai isu utama oleh kaum oposan. Mereka menuduh pemerintahan Kacharyan mengekor Rusia.

Usaha AS untuk menggoyang pemerintahan Kacharyan tidak hanya melalui tangan Soros Foundation, melainkan juga dengan mengirimkan duta besar baru untuk Armenia, yaitu John Evans. Sebagaimana yang terjadi di Georgia dan Ukraina, Kedutaan Besar AS sangat berperan dalam menggalang demonstrasi massa yang akhirnya menyebabkan presiden di kedua negara itu terguling. Apalagi, AS juga melakukan langkah yang mencurigakan di Armenia dengan membangun gedung kedutaan AS terbesar di dunia. Menurut situs berita Pravda, gedung kedubes AS yang baru itu dibangun di atas tanah seluas 9 hektar.

Duta besar AS untuk Armenia, John Evans, akhir-akhir ini secara teratur mengadakan pertemuan dengan para tokoh partai-partai oposisi. Penunjukan John Evans sebagai Dubes baru AS untuk Armenia juga patut dicurigai karena dia dikenal sebagai mentor politik Richard Miles, Duta Besar AS untuk Georgia yang sangat berperan penting dalam Revolusi Beludru di Georgia. Itulah sebabnya, pada tahun 2004, pemerintah Armenia menolak memberikan visa kepada Richard Miles. Pemerintah Armenia bahkan memerintahkan Direktur Badan Keamanan Nasional untuk menemukan semua orang yang pernah mengikuti pendidikan di Bosnia pada tahun 2003-2004 atas biaya AS dab Soros Fpundation. Selain itu, pemerintah Armenia juga melakukan pengawasan ketat terhadap gerak-gerik Soros Foundation di negara ini.

Bila kita melihat latar belakang mantan Presiden Georgia, Eduard Shevarnadze dengan Presiden Armenia, Kacharyan, kita akan menemukan kesamaan kasus, yaitu mereka sama-sama menjalin hubungan yang erat dengan Rusia. Meskipun Shevarnadze terlihat pro-Barat, namun ia telah menandatangani perjanjian 25 tahun jual-beli gas dengan Rusia. Akibatnya, George Soros yang semula berhubungan baik dengan Shevarnadze, malah berbalik mendalangi penggulingannya. Presiden Armenia pun kini menjalin hubungan erat dengan Rusia. Hal ini jelas bertentangan dengan kehendak AS, dan sangat mudah ditebak bahwa AS dengan berbagai cara akan berusaha menggulingkan Presiden Armenia dan mendudukkan presiden baru yang bersedia menurut pada kehendak AS. Namun yang jelas, hingga kini, rakyat Armenia masih menolak untuk menyerahkan tanah air mereka kepada imperialisme AS.


SOROS DI RUSIA

Kehadiran Soros Foundation di Rusia sudah dimulai sejak masa pemerintahan Gorbachev. Institut Masyarakat Bebas mulai beraktivitas di Moskow sejak tahun 1987. Bahkan, yayasan inilah yang memainkan peran penting dalam menyebarluaskan ideologi pro-Barat dan slogan-slogan demokrasi, yang berakhir dengan keruntuhan Uni Soviet. Beberapa waktu yang lalu, Alexander Goldavarop (?), mantan Direktur Soros Foundation di Rusia, mengatakan, Saya hampir sepuluh tahun bekerjasama dengan George Soros dan selama waktu itu, saya membelanjakan uang Soros sebesar 130 juta dolar untuk membantu reformasi di Rusia, memperlancar proses pergantian dari sistem komunis ke sistem demokrasi liberal, serta membangun masyarakat yang bebas.‌

Soros Foundation lebih banyak menggunakan uangnya di Rusia untuk menanamkan modal di bidang media massa. Dari 56 juta dolar dana yang ditanamkan di Rusia tahun 2000 oleh Soros Foundation, 18 juta dolar di antaranya digunakan untuk mendirikan jaringan berita dan 5 juta dolar untuk mendukung surat kabar-suratkabar dan televisi-televisi pro-Barat. Dalam buku yang ditulis sendiri oleh Soros tahun 1990 berjudul Membuka Pemerintahan Soviet‌, Soros menyampaikan ide-idenya tentang pembentukan pemerintahan yang bebas, sehingga berbagai perusahaan dapat melakukan aktivitas keuangan di luar kontrol pemerintah.

Dalam rangka mengikis sistem komunis di Rusia, Soros Foundation juga bekerjasama dengan LSM-LSM bentukan Barat, di antaranya NED atau Bantuan Nasional untuk Demokrasi. NED didirikan tahun 1983 oleh Presiden AS saat itu, Ronald Reagan. NED memiliki program bernama Proyek Pemindahan Demokrasi‌ yang bekerjasama dengan Soros Foundation, dengan tujuan untuk mempercepat proses reformasi di negara-negara sosialis. Salah satu hasil dari proyek ini adalah pembentukan organisasi pemuda di Yugoslavia bernama Otpor‌. Organisasi pemuda Serbia ini sangat berperan dalam menggalang demonstrasi tanggal 5 Oktober 2000 yang berhasil menggulingkan Presiden Slobodan Milosevic.

Menurut berbagai laporan, Soros Foundation bersama NED pada tahun 2000 telah memberikan bantuan keuangan kepada 38 LSM di Rusia. Pada tahun 2002, kedua lembaga ini memberikan bantuan sebesar 1,4 juta dolar kepada 33 organisasi pembelaan HAM. Melalui berbagai LSM ini, kedua lembaga ini berusaha menyebarkan ide-ide demokrasi ala Barat dan menciptakan opini anti-pemerintah. Usaha mereka untuk menggulingkan pemerintahan Vladimir Putin yang dipilih oleh 80 persen rakyat Rusia ini, hingga kini masih belum berhasil.

SOROS ANGKAT KAKI DARI RUSIA

Namun tiba-tiba, pada bulan Juni 2003, Soros memutuskan untuk menghentikan misinya di Rusia. Harian The Washington Post menulis bahwa alasan resmi yang disampaikan Soros dalam menutup cabang Soros Foundation di Rusia adalah karena dalam pandangannya, Rusia telah mampu berdiri sendiri dan tidak memerlukan lagi subsidi darinya. Soros mengatakan, Saya telah mengeluarkan uang yang sangat banyak di Rusia dan saya pikir, kini sudah tidak pada tempatnya lagi bagi saya untuk terus mengeluarkan uang di sini. Russia adalah negara yang telah kembali tegak dan tidak memerlukan subsidi saya.‌

Selama 15 tahun beraktivitas di Rusia, Soros diberitakan telah mengeluarkan uang sekitar 1 milyar dollar. Uniknya, dalam artikel yang sama, The Washington Post menulis bahwa bentuk bantuan yang dilakukan Soros Foundation di Rusia, selain membantu perluasan internet di universitas dan menyusun buku-buku sejarah dengan sudut pandang yang berbeda‌, adalah juga menyediakan jarum yang bersih bagi para pengguna narkotika!

Fakta bahwa Soros menyebarluaskan narkotika di Rusia juga diungkapkan oleh Doktor Vera Butler. Dalam situs Free republic Doktor Vera Butler menulis, Sudah sangat jelas bahwa aktivitas Soros tidak terbatas pada Rusia. Garis kebijakannya didasarkan pada prinsip yang dianutnya. Dia adalah agen dari pemerintahan global, bukan pemerintahan regional. Soros telah mendirikan sebuah sistem keuangan dan organisasi, serta mempromosikan legalisasi bagi penggunaan narkotika, aborsi, euthanasia. Langkah yang diambil Soros ini bisa dipahami sebagai bagian dari cita-cita kaum Zionis di bawah nama Tatanan Dunia Baru‌. Membuat masyarakat menjadi lemah dan lumpuh adalah cara terpenting agar dapat menguasai masyarakat tersebut. Dalam kasus Rusia, melemparkan generasi muda ke dalam jeratan pengedar narkotika tidaklah sama dengan melegalisasi kecanduan obat di negara-negara Barat yang makmur. Di Rusia, memberikan akses bebas terhadap narkotika adalah sama dengan pembunuhan massal terhadap bangsa ini.‌

Selanjutnya, DR. Vera Butler menulis bahwa salah satu proyek yang dilakukan oleh Institut Masyarakat Bebas milik Soros adalah mengenalkan sikap toleransi di kalangan pelajar sekolah menengah Rusia. Namun, toleransi yang diperkenalkan di sini adalah toleransi atas semua hal, termasuk hal-hal yang menurut budaya Rusia adalah hal-hal yang tabu dan tidak layak dilakukan. Hal ini jelas merupakan langkah untuk menyebarluaskan paham kebebasan tanpa batas dan sikap-sikap amoral di Rusia.

Meskipun ketika Soros menutup yayasannya di Rusia, dia mengatakan bahwa Rusia telah mampu berdiri sendiri dan tidak memerlukan lagi bantuan dari yayasan ini, namun setelah itu, Soros berkali-kali menyampaikan kritikan terhadap Presiden Rusia, Vladimir Putin. Misalnya, pada awal tahun 2005, dalam wawancara dengan koran Austria Die Presse‌, Soros menyatakan bahwa Rusia tidak menjalankan demokrasi dan karena itu, AS dan Uni Eropa harus mempertimbangkan keanggotaan Rusia dalam kelompok G-8. Menurut Soros, anggota kelompok G-8 haruslah negara yang menjunjung demokrasi dan karenanya, Rusia harus dicoret dari kelompok tersebut.

Pernyataan ini jelas bertentangan dengan alasan yang dikemukakan Soros ketika menutup yayasannya. Karena itu, analisis sesungguhnya dari penutupan Soros Foundation di Rusia adalah karena besarnya tekanan pemerintah Rusia yang tidak menghendaki kehadiran yayasan tersebut dan pada saat yang sama, adanya tekanan dari pemerintah Bush. Menurut harian The Washington Post, pemerintah Bush memang merekomendasikan agar Soros menghentikan bantuannya terhadap Rusia karena ternyata pemerintah Rusia tetap tidak mau tunduk pada kehendak AS. Dengan kata lain, di mata Bush, penghamburan uang di Rusia sia-sia saja karena pemerintahan Putin tetap tidak tergoyahkan dan Rusia tetap menolak didominasi oleh AS.

Apapun juga alasan di balik penutupan Soros Foundation di Rusia, namun yang jelas ditutupnya yayasan itu merupakan hal yang positif bagi masyarakat Rusia. Karena, di balik slogan-slogan penyebaran demokrasi dan bantuan sosial, Soros Foundation sesungguhnya berusaha untuk mencampuri urusan dalam negeri Rusia, termasuk menyebarkan amoralitas di sana. Apalagi, sebagaimana telah kami bahas sebelumnya, penggulingan kekuasaan di Georgia, Ukraina, dan Yugoslavia terjadi karena peran Soros Foundation. Tak heran bila pemerintah Uzbekistan dan Belarus mengambil langkah tegas dengan menghentikan aktivitas organisasi ini di negara mereka.

Ada Apa Di Balik Intervensi Soros di Kaukaus dan Asia Tengah?

Selain negara-negara Kaukasus seperti Georgia, Azerbaijan, Armenia, dan Ukraina, negara-negara Asia Tengah juga menjadi target kegiatan Soros Foundation. Pada awal tahun 2004, George Soros mengeluarkan pernyataan bahwa ia ingin agar revolusi di Georgia kembali terulang di lima negara Asia Tengah. Kelima negara Asia Tengah yang dimaksudkan Soros adalah Tajikistan, Kirkizistan, Kazakhstan, Turkmenistan, dan Uzbekistan. Untuk itu, selama tahun 2003, Soros Foundation telah mengucurkan dana sekitar 20 juta dolar bagi aktivitas Institut Masyarakat Bebas di kelima negara tersebut. Tujuan utama pemberian dana sebesar itu adalah untuk memperkuat posisi kelompok-kelompok pro-Barat yang anti pemerintah.

Kini, muncul pertanyaan, apakah alasan sesungguhnya dari upaya Soros untuk beraktivitas di negara-negara Kaukasus dan Asia Tengah? Apakah betul bahwa Soros hanya berniat mengembangkan demokrasi di sana? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita bisa memulainya dengan membahas apa yang terjadi di Georgia. Georgia memiliki posisi yang strategis, yaitu antara antara Laut Hitam dan Laut Kaspia yang kaya minyak. Karena itu, sejak lama negara ini telah menjadi fokus intrik dan konflik di antara berbagai kekuasaan besar dunia. Menyusul runtuhnya Uni Soviet, kebijakan imperialisme AS yang paling utama adalah melemahkan Rusia dan menanamkan dominasi di Georgia dan negara-negara Kaukasus lainnya.

Cadangan Minyak Senilai 17 Milyar Dolar

Sejak awal masa pemerintahan Clinton, Washington menanamkan modal politik dan diplomatik yang sangat besar di dalam proyek pembangunan jalur pipa minyak yang akan mengalirkan minyak dari ladang minyak Azerbaijan ke negara Barat. Kekayaan minyak yang dimiliki Azerbaijan dari ladang Azeri-Chirag-Gunashli antara tahun 2003 hingga 2010 diperkirakan mencapai 17 milyar dolar dengan harga minyak 25 dolar perbarel. Bila diperhitungkan dengan harga dolar beberapa pekan terakhir yang melonjak hingga 50 dolar, berarti penghasilan minyak Azerbaijan bisa mencapai 24 milyar dolar.

Besarnya nilai minyak di Azerbaijan telah membuat AS sangat berambisi menanamkan dominasinya di wilayah itu. Jalur pipa minyak Azerbaijan yang sedang diincar AS itu mau tidak mau harus melewati wilayah Georgia. Karena itu bagi Washington, menciptakan kestabilan di Georgia dengan cara mendudukkan rezim yang pro-AS, merupakan sebuah hal yang sangat urgen. Kecondongan Presiden Shevardnadze kepada Rusia telah membuat AS memutuskan untuk menggulingkannya dengan bantuan Soros Foundation.

Sejak beberapa tahun sebelum tergulingnya Shevardnadze, Soros Foundation melakukan berbagai langkah, antara lain membiayai media massa yang gencar mengkritik pemerintah, sehingga menciptakan kebencian rakyat kepada Shevardnadze. Segera setelah tergulingnya Shevardnadze, pemerintah Washington langsung menyampaikan ucapan selamat kepada pemerintah baru Georgia dan mengeluarkan ancaman kepada Rusia agar jangan mencampuri urusan dalam negeri Georgia. Para pejabat tinggi AS termasuk Donald Rumsfeld, juga segera datang ke Georgia. Begitu pula pejabat Bank Dunia, IMF, dan lembaga finansial internasional lainnya.

PIPA MINYAK BAKU TIBLISI DAN CEYHAN

Pada bulan Maret 2004, Presiden baru Georgia, Mikhail Saakashvili, bertemu dengan Presiden Azerbaijan yang dikenal pro-AS, Ilham Aliyev, untuk membicarakan pembangunan pipa minyak Baku-Tiblisi-Ceyhan (BTC). Jalur minyak inilah yang sangat diincar oleh AS karena akan menyalurkan minyak mentah dari Baku Azerbaijan, melewati Tiblisi, Georgia, dan berakhir di Ceyhan, Turki. Jalur ini harus melewati wilayah Rusia, namun pemerintah Rusia menolak pembangunan jalur pipa minyak ini karena menganggapnya sebagai usaha AS untuk menginfiltrasi negaranya. Penolakan Rusia ini pula yang menjadi alasan dari berbagai upaya AS, termasuk melalui tangan Soros Foundation, untuk menggoyang pemerintahan Vladimir Putin.

Konstruksi pembangunan pipa minyak BTC itu sedang dibangun oleh sebuah konsorsium multinasional, yang mendapat dukungan AS. Anggaran total proyek ini diperkirakan mencapai tiga milyar dollar. Jalur minyak ini akan mengalirkan satu juta barel minyak mentah perhari ke terminal tanker minyak di Mediterania. Bahkan, rute pipa minyak BTC ini juga bisa dipakai untuk mengalirkan minyak dari Kazakhstan. Pada pertemuan di Baku, Azerbaijan, Presiden Georgia dukungan AS, Mikhail Saakashvili, mengulang komitmennya terhadap proyek pipa minyak BTC dan bersumpah akan melawan setiap halangan dalam pembangunan pipa ini, termasuk halangan dari Rusia sekalipun.

Pembangunan pipa minyak BTC dan semakin dalamnya pengaruh AS di Kaukasus tampak sebagai bagian dari strategi AS yang lebih besar lagi, yaitu menguasai cadangan minyak dan gas di wilayah yang disebut-sebut sebagai Busur Ketidakstabilan‌. Isu Perang Melawan Terorisme‌ telah dieksploitasi AS sebagai upaya untuk mengintervensi wilayah tersebut. Dalam rangka ini, Washington telah menyerang dan menduduki Irak, sebagai usaha untuk menguasai cadangan minyak Irak yang sangat kaya. AS juga telah mendudukkan pasukannya di Afghanistan dan beberapa negara eks-Soviet di Asia Tengah. Tentara AS itu diprediksikan akan membantu pengamanan rute pipa minyak lainnya, yaitu jalur Turkmenistan-Afghanistan-Pakistan.

Dalam proyek raksasa di bidang minyak ini, Presiden Bush dan George Soros memiliki tujuan yang sama. Karena itu, meskipun Soros dikenal sebagai pengkritik Bush, namun dalam mencapai tujuan sama di bidang minyak ini, mereka pun berjalan beriringan. Soros memiliki kaitan erat dengan James Baker, pendukung kuat mesin politik Bush. James Baker adalah partner bisnis Soros pada perusahaan Carlyle Group. Salah seorang pemilik saham perusahaan ini adalah George Bush senior, ayah Presiden Bush. James Baker sendiri adalah salah seorang makelar dalam proyek minyak Azerbaijan. Adanya koneksi erat di bidang bisnis inilah yang membuat Bush dan Soros seiring-sejalan.

Tak heran bila untuk kepentingan bisnis raksasa ini, Soros Foundation mau mengucurkan dana jutaan dolar melalui Institut Masyarakat Bebas dan LSM-LSM seperti International Crisis Centre (IGC) yang beraktivitas. Kedua lembaga ini beraktivitas di hampir semua negara di dunia, terutama negara-negara Kaukasus dan Asia Tengah yang kaya minyak. Melalui tangan Soros Foundation inilah rezim Washington berhasil menggulingkan Presiden Shevardnadze di Georgia, mendudukkan Viktor Yushchenko di Ukraina, serta menginfiltrasi Azerbaijan dan negara-negara lainnya.

KESIMPULAN

Sebagai kesimpulan, berbagai aksi yang dilakukan oleh Soros Foundation membuktikan bahwa meskipun dibungkus dengan slogan demokrasi dan kebebasan, tujuan utama yayasan ini adalah untuk membuka jalan bagi rezim Washington dalam memperluas imperialismenya di dunia. Sebagaimana telah kami bahas sebelumnya, dana Soros Foundation didapat dari hasil spekulasi valuta asing yang mengakibatkan kehancuran ekonomi berbagai negara dan menyebabkan kemiskinan puluhan juta orang. Kini, dengan mengeluarkan uang dalam kedok amal kebajikan, George Soros sesungguhnya sedang berusaha mengeruk harta kekayaan yang lebih banyak lagi. Karena itu, bangsa-bangsa yang berjiwa merdeka sudah seharusnya waspada terhadap gerak-gerik yayasan ini di negara mereka.

sumber:

George Soros, Pria Yang Menghancurkan Poundsterling, Rupiah

http://islamiyah.wordpress.com/2007/03/21/george-soros-pria-yang-menghancurkan-poundsterling-rupiah/
Busby SEO Test

Jumat, 07 Mei 2010

Kejahatan Kemanusiaan World Bank dan IMF


Position Paper Agustus 2006 Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI), Koalisi Anti Utang (KAU), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Serikat Buruh Jabotabek (SBJ), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI)

Disusun Oleh: Gunawan Kusfiardi Muhammad Ikhwan Martin Sinaga

I. Pendahuluan 1. Tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Dapat ditegaskan disini, bahwa, pertama, upaya penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia bukan hanya tanggungjawab dan kewajiban negara, tetapi juga merupakan tanggungjawab dan kewajiban aktor non state, sebut saja Transnational Corporation dan perusahaan bisnis lainnya. Dalam Norms On The Responsibilities of Transnational Corporations and Other Business Enterprises With Regard to Human Rights (Norma-norma tentang Pertanggungjawaban dari Perusahaan Transnasional dan Perusahaan Bisnis Lainnya) yang dikeluarkan PBB tahun 2003 diantaranya menyebutkan: (1). Negara, perusahaan transnasional, pebisnis, organisasi sosial, mempunyai tanggungjawab utama untuk meningkatkan, melindungi pemenuhan, menghormati, menjamin penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia sesuai dengan Deklarasi Hak Asasi Manusia Sedunia; (2). Adanya kecenderungan global yang meningkatkan pengaruh perusahaan transnasional dan perusahaan lain dalam ekonomi di sebagian besar negara dan dalam hubungan ekonomi internasional; (3). Perusahaan transnasional dan perusahaan lain mempunyai kemampuan untuk membantu perkembangan perekonomian tetapi juga dapat membahayakan terlaksananya Hak Asasi Manusia; (4). Adanya masalah Hak Asasi Manusia Internasional yang di dalamnya ada juga yang merupakan pengaruh perusahaan transnasional dan perusahaan lain. Untuk itu IMF dan World Bank sebagai perusahaan transnasional yang bergerak di sektor jasa keuangan, memiliki tanggungjawab dan kewajiban pemenuhan hak asasi manusia dan sekaligus ancaman potensial bagi pemajuan, pembelaan, dan pemenuhan hak asasi manusia. Dan kedua, penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia, bukan saja berada di level nasional – di mana aktor state dan non state berdomisili hukum, tetapi juga memiliki apa yang disebut sebagai extrateritorial obligation. Dalam Norms On The Responsibilities of Transnational Corporations and Other Business Enterprises With Regard to Human Rights disebutkan, perusahaan transnasional dan perusahaan bisnis lain termasuk kantor-kantor mereka dan pekejaan dari orang-orang yang merupakan anggota dari perusahaan atau yang bekerja pada perusahaan tersebut juga bertanggungjawab untuk meningkatkan pertanggungjawaban, pengakuan umum, dan hukum yang ada dalam perjanjian internasional PBB dan instrumen internasional lainnya. Guna mengadili pelanggaran berat hak asasi manusia (serious crime/extraordinary crime) dibentuklah pengadilan internasional. Tadinya bersifat ad hoc (sementara), yaitu International Military Tribunal, yang dibentuk di Nuremberg Jerman dan di Tokyo Jepang guna mengadili kejahatan yang dilakukan oleh Jerman dan Jepang semasa Perang Dunia Kedua. Kemudian

pengadilan internasional ad hoc untuk mengadili Kasus Bosnia atau Yugoslavia (Pengadilan Internasional untuk Yugoslavia 1993/International Tribunals for the Former Yugoslavia-ICTY) dan kasus Rwanda (pengadilan internasional untuk Rwanda 1994/International Criminal Tribunal for Rwanda-ICTR). Lantas, setelah Statuta Roma disahkan pada tanggal 17 Juli 1998 dengan ditandatangani oleh 120 negara, Mahkamah Internasional (International Criminal Court) menjadi bersifat permanen guna mengadili pelaku kejahatan kemanusiaan (crime against humanity), kejahatan agresi (crime of aggression), kejahatan perang (crime of war) dan kejahatan Genocida (crime of genocide). Di dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang dimaksud dengan Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat, yang itu meliputi kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genocida. Meskipun Pengadilan HAM di Indonesia merujuk pada ICTY, ICTR dan Statuta Roma, namun demikian, pengadilan HAM di Indonesia tidak memasukan kejahatan agresi dan kejahatan perang. (7). Pelanggaran Ham Berat meliputi: (a). Kejahatan Genocida: (b). Kejahatan Kemanusiaan Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa: a. pembunuhan; b. pemusnahan; c. perbudakan; d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenangwenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; f. penyiksaan; g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; i. penghilangan orang secara paksa; atau j. kejahatan apartheid.
(9).

(18). Penyelidikan pelanggaran ham yang berat dilakukan oleh Komnas Ham; Komnas Ham dalam melakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komnas Ham dan unsur masyarakat.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM 2. Kenapa IMF dan World Bank Rawan pangan, wabah penyakit, krisis air bersih, ambruknya banyak bangunan sekolah dan kemiskinan yang absolut, membuktikan bahwa negara telah gagal menjalankan kewajibannya memenuhi hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat (warga negara Indonesia), bahkan perjuangan massa rakyat membela hak-hak dasarnya, telah ditanggapi oleh negara secara represif yang berdampak pada pelanggaran hak sipil-politik yang dilakukan negara dengan kekerasan (by violence) dan dengan hukum (judicial violence) dan rangka melindungi penindasan modal (capital violence) dan praktek privatisasi serta komersialisasi sumber-sumber agraria dan liberalisasi perburuhan. Dan Perusahaan transnasional, pemerintahan negara-negara G-8 dan IMF serta World Bank, ada di balik itu semua, intervensi ekonomi politik, perampasan kedaulatan politik (kemerdekaan nasional), serta penjajahan baru (the new face imperialism) ditempuh bukan lewat jalan penaklukan (subversi sebagai politik luar negeri), tetapi dilakukan dengan cara-cara damai dengan bekerjasama dengan oligarki kekuasaan lewat perjanjian internasional, misalnya WTO (World Trade Organization), maupun perjanjian bilateral, seperti LoI (Letter of Intens) pemerintah RI dengan IMF dan proyek-proyek dari World Bank. II. Tentang IMF- World Bank 1. Wajah Baru Penjajahan Kehadiran IMF dan Bank Dunia sebenarnya tidak lebih dari lembaga keuangan yang menjalankan agenda ekonomi neo-liberal dengan tujuan untuk memberikan keuntungan pada Amerika Serikat melalui pemberian pinjaman, serta dominasi peran bankir swasta dan investor internasional. Selama ini transaksi utang luar negeri pemerintah Indonesia lebih banyak dikendalikan oleh lembaga keuangan multilateral, yaitu Bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter Internasional (IMF). Kebijakan dari kedua lembaga ini pulalah yang menentukan transaksi utang luar negeri pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara lain (utang bilateral). Keberadaan Bank Dunia dan IMF yang ditopang oleh negara-negara industri kaya lainnya melakukan upaya sistematis dalam menghadirkan pola baru kolonialisme pusat-pusat kapitalisme dunia di bawah kepemimpinan Amerika. Hal ini bisa dilihat dari tujuan pendirian dan sistem pengambilan keputusan yang berlaku didalam kedua lembaga ini.

Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) dan International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang secara populer dikenal sebagai Bank Dunia, dibentuk melalui Konferensi Bretton Wood pada 22 Juli 1944 di New Hempshire (Amerika serikat) adalah lembaga utama dalam penyaluran utang luar negeri yang tidak terlepas dari kondisi yang sudah dijelaskan di atas.

Tujuan utama Bank Dunia menurut anggaran dasarnya adalah untuk membantu pelaksanaan pembangunan di negara-negara anggotanya, yaitu dengan menyediakan fasilitas pembiayaan bagi investasi-investasi yang bersifat produktif. Selain itu, Bank Dunia juga bertujuan untuk mendorong pertumbuhan perdagangan dan investasi secara internasional. Secara khusus, kecuali dalam keadaan tertentu, fasilitas pembiayaan Bank Dunia dibatasi peruntukannya bagi proyek-proyek pembangunan seperti pembangunan bendungan, jalan raya, pembangkit listrik, dan proyek-proyek sejenis lainnya. Sedangkan tujuan utama IMF menurut anggaran dasarnya adalah mengupayakan stabilitas keuangan dan ekonomi melalui pemberian pinjaman sebagai bantuan keuangan temporer, guna meringankan penyesuaian neraca pembayaran. Sebuah negara akan meminta dana kepada IMF ketika sedang dilanda kiris ekonomi.

Pengambilan keputusan di Bank Dunia maupun IMF berdasarkan pada jumlah saham tiap-tiap negara anggota. Pemilik saham terbesar di kedua lembaga ini adalah Amerika yang mengantongi hak suara mencapai 17,5 persen. Sementara untuk menyetujui satu keputusan harus disetujui oleh 85 persen pemegang saham. Dengan demikian maka praktis tidak ada satu keputusan bisa diambil oleh Bank Dunia dan IMF tanpa persetujuan pemerintah Amerika Serikat sebagai pemegang saham terbesar di kedua lembaga ini. Selain kepemilikan saham, dominasi AS juga diperkuat dengan ditetapkannya dolar AS sebagai alat pembayaran internasional dan dikukuhkannya kedudukan negara itu sebagai pemilik tunggal hak veto di Bank Dunia dan IMF.

Dominasi AS didukung pula oleh fakta selama ini bahwa jabatan presiden Bank Dunia selalu dimonopoli Amerika. Dengan demikian bisa dipahami bahwa keberadaan lembaga keuangan multilateral ini sedari awal memang bertujuan untuk melembagakan proses ekspansi dan hegemoni ekonomi Amerika ke seluruh penjuru dunia bersama-sama dengan negara-negara industri kaya lainnya. Hal itu semakin jelas terlihat dari berbagai persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa mendapatkan fasilitas pinjaman dari Bank Dunia maupun IMF. Persyaratan bagi sebuah negara agar bisa memperoleh pinjaman dari IMF dan Bank Dunia selalu dikaitkan dengan kebijakan-kebijakan berskala besar yang harus diimplementasikan oleh pemerintah. Persyaratan tersebut biasanya meliputi desakan untuk meliberalisasi sektor perdagangan dan keuangan serta privatisasi dan komersialisasi sumber-sumber agraria, kemudian memaksa pemberlakuan anggaran ketat, (termasuk memotong berbagai subsidi dan anggaran sosial didalam anggaran negara), serta menekan agar pemerintah melakukan swastanisasi terhadap badan usaha milik negara (BUMN) melalui program privatisasi.

Dalam jangka panjang umumnya menekankan pada kebijakan-kebijakan 1) liberalisasi perdagangan: mengurangi dan meniadakan kuota impor dan tarif; 2) deregulasi sektor perbankan sebagai 'program penyesuaian sektor keuangan'; 3) privatisasi perusahaan-perusahaan milik negara; 4) privatisasi sumber-sumber, mendorong agribisnis; dan 5) reformasi pajak: memperkenalkan/meningkatkan pajak tak langsung.

Dengan demikian, jelas kiranya bahwa Bank Dunia dan IMF yang ditopang oleh negara-negara industri kaya lainnya adalah satu bentuk upaya sistematis pusatpusat kapitalisme dunia dalam menghadirkan pola baru kolonialisme di bawah kepemimpinan Amerika. 2. Utang Luar Negeri Instrumen Penjajahan Praktek transaksi utang luar negeri bukan hanya menciptakan ketergantungan dari penerima terhadap pemberi utang. Tetapi juga menciptakan hubungan yang hegemonik yang bertujuan menaklukan negara bangsa. Keadaan inilah yang bisa disebut sebagai penjajahan. Hegemoni oleh pihak pemberi utang bertujuan untuk mengakumulasi keuntungan dari hasil memasarkan produk-produk mereka sendiri ke negaranegara penerima utang.

Tujuan ini berlangsung melalui pertemuan kepentingan oligarki kekuasaan di negara-negara penerima dan pemberi utang. Situasi ini digunakan oleh mereka yang berkuasa untuk memenuhi ambisi-ambisi pribadi mereka, dengan tujuan untuk mengeruk keuntungan dengan mengeksploitasi tanah, air, dan rakyat. Jika dilihat dari pihak pemberi utang maka penikmat utang di negara-negara pemberi utang didominasi oleh para politisi dan pejabat pemerintah, serta para kroninya yang bergiat di berbagai bidang usaha: pengusaha produsen, pengusaha jasa, konsultan, peneliti, dan lembaga pendidikan. Sementara di negara penerima utang, pembuatan utang luar negeri melibatkan persekongkolan kepentingan dari rezim yang berkuasa dan pribadi anggota lembaga perwakilan rakyat dalam pembuatan utang-utang tersebut. Praktis penikmat utang luar negeri itu adalah para politisi, pejabat pemerintah dan para kroni dari kekuasaan yang bersangkutan, baik yang bergiat sebagai pengusaha, sebagai konsultan, maupun peneliti.

Menurut Chomsky (2000) penikmat dari 95 persen utang luar negeri yang disalurkan kepada pemerintah Indonesia selama ini jumlahnya hanya sekitar 50 orang saja. Disisi yang lain beban utang luar negeri setiap orang jumlahnya sudah mencapai 250 dolar AS yang diikuti dengan memburuknya kondisi sosial bangsa Indonesia saat ini. 6

Pada konteks ini utang luar negeri bisa dipahami sebagai suatu konstruksi sosial dan ideologis yang bernama kapitalisme. Dengan demikian maka transaksi utang luar negeri dalam prakteknya menunjukkan bahwa utang luar negeri telah menjadi instrumen penjajahan kelas berkuasa untuk menindas rakyat banyak. 3. Jeratan Hutang Luar Negeri Utang luar negeri sebagai upaya sistematis pusat-pusat kapitalisme dunia dalam menjalankan kolonialisme bisa terlihat dari jenis utang luar negeri yang mereka salurkan. Selama ini ada dua jenis utang luar negeri yang disalurkan pada pemerintah Indonesia. Pertama adalah pinjaman proyek yang diberikan oleh kreditor dalam bentuk barang dan jasa. Pinjaman proyek ini merupakan alat bagi kreditor untuk memasaran barang dan jasa dari negara-negara pemberi utang. Kedua adalah pinjaman program yang diberikan dalam bentuk bantuan teknis untuk penyusunan undang-undang dan peraturan pemerintah. Pinjaman program ini bisa juga diterima dalam bentuk uang tunai.

Namun pinjaman program sangat berbeda dibanding dengan pinjaman proyek. Pinjaman program bertujuan untuk merubah undang-undang, peraturan dan kebijakan pemerintah. Tujuannya adalah untuk memudahkan aliran barang dan jasa dari negara-negara pemberi utang ke negara penerima utang. Termasuk melapangkan jalan bagi kemudahan perusahaan-perusahaan asing yang berasal dari negara pemberi utang untuk menguasai perekonomian nasional. Usaha untuk menguasai perekonomian nasional melalui utang luar negeri sudah berlangsung sejak awal sebelum utang itu dicairkan. Selain pemerintah harus memenuhi persyaratan yang dicantumkan dalam perjanjian utang sesuai yang ditentukan oleh pihak pemberi utang pemerintah juga harus membayar biaya komitmen utang. Setelah pemerintah memenuhi semua persyaratan yang diajukan para kreditor maka barulah komitmen utang luar negeri bisa dicairkan.

Dengan kondisi ini maka efektifitas penyerapan dan penggunaan dana utang luar negeri bagi Indonesia tentu bukan menjadi urusan kreditor. Seperti bisa disaksikan dari pembuatan komitmen utang luar negeri sudah berlangsung sejak pemerintahan Soekarno, penambahan komitmen utang baru menjadi semakin progresif ketika pemerintahan Soeharto berkuasa.

Bahkan pembuatan utang luar negeri seolah tak terhentikan sampai dengan pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono. Saat ini hasilnya adalah utang luar negeri pemerintah semakin menumpuk dan membebani anggaran negara. Penumpukan utang tersebut bisa dilihat dari komposisi komitmen utang, yaitu janji dari kreditor untuk memberikan utang pada pemerintah Indonesia. Utang yang masih dalam status komitmen ini adalah utang yang belum digunakan. Utang luar negeri baru bisa digunakan setelah dicairkan.

Komitmen utang luar negeri yang diberikan kreditor setiap tahun memang berfluktuatif. Namun secara akumulatif jumlah komitmen utang luar negeri telah menumpuk. Pada tahun 1989 total komitmen utang luar negeri berjumlah sebesar 135 milyar USD dan pada tahun 2005 telah meningkat menjadi 366 milyar USD. Artinya dalam tempo lima belas tahun saja akumulasi komitmen utang luar negeri suda bertambah sebesar 125 milyar USD. Kemampuan dalam menyerap dana utang luar negeri ternyata tidak setinggi ambisi dalam membuat komitmen utang luar negeri.

Terbukti hanya sedikit saja dari menumpuknya akumulasi komitmen utang luar negeri yang bisa dicairkan. Prosentase pecairan utang luar negeri ternyata jauh lebih kecil dibanding komitmen yang diberikan pada tahun yang sama. Pemerintah secara rata-rata hanya dibawah lima puluh persen dari komitmen utang yang sudah dijanjikan kreditor. Dalam periode 1989-2005, hanya pada tahun 2001 pemerintah bisa mencairkan komitmen utang lebih besar dibanding komitmen yang diberikan kreditor. Sebenarnya ini tidaklah istimewa, mengingat komitmen utang pada tahun itu hanya 3.3 milyar USD. Sementara pada tahun yang sama Indonesia tengah dalam masa “pemandoran” oleh IMF. Namun dari total komitmen utang luar negeri yang berjumlah 366 milyar USD, yang sudah dicairkan baru sebesar 162 milyar USD dan yang belum dicairkan berjumlah sebesar 204 milyar USD. Pola pencairan komitmen utang luar negeri ternyata menunjukkan trend yang menurun terhadap akumulasi pertumbuhan komitmen utang luar negeri Fakta bahwa pencairan utang luar negeri lebih kecil dari komitmen utang luar negeri yang diberikan kreditor ternyata memang disengaja oleh para pemberi utang.

Tujuan kreditor melakukan hal ini adalah selain untuk menjerat Indonesia dalam perangkap utang juga sekaligus untuk mendapatkan keuntungan dari pembayaran biaya komitmen utang. Biaya komitmen utang luar negeri adalah pembayaran yang menjadi kewajiban Pemerintah terhadap komitmen utang luar negeri yang belum dicairkan di setiap tahun anggaran diluar cicilan pokok dan bunga utang luar negeri. Melihat kondisi akumulasi komitmen utang luar negeri yang belum dicairkan terus meningkat, maka konsekuensinya pembayaran biaya komitmen utang luar negeri juga meningkat. Padahal pembayaran ini dilakukan untuk pinjaman yang sama sekali belum bisa dipergunakan oleh pemerintah Indonesia. Sampai dengan tahun 2005 lalu, total biaya komitmen utang luar negeri yang sudah dibayarkan pemerintah sudah mencapai 24.8 milyar USD.

Pembayaran biaya komitmen utang luar negeri pada tahun 2005 lalu sudah sebesar 2.01 milyar USD. Dengan menggunakan kurs Rp 9.000,00 per USD maka pembayaran biaya komitmen utang luar negeri sudah mencapai Rp 18.34 trilyun. Jumlah pembayaran biaya komitmen utang luar negeri pada tahun 2005 lalu itu sudah lebih besar dari tiga kali lipat dibanding tahun 1989 yang jumlahnya sebesar Rp 5.41 trilyun.

Pembayaran biaya komitmen utang luar negeri pada tahun 2005 itu sebenarnya bisa digunakan untuk mempekerjakan 152,815,049 orang dalam setahun dengan gaji Rp 1 juta perbulan. Pembayaran biaya komitmen utang luar negeri bisa juga dikonversikan memberi makan gratis rakyat Indonesia. Jika satu kali makan dibutuhkan biaya sebesar Rp 5.000 dengan frekwensi tiga kali sehari, maka dalam setahun ada 101,888,889 orang dapat diberikan makan gratis dari pembayaran biaya komitmen utang luar negeri.

Gambaran ironis dibalik pembayaran biaya komitmen utang luar negeri semakin mengenaskan bila kita melihat pembayaran utang luar negeri pemerintah. Pembayaran utang luar negeri pemerintah terdiri dari pembayaran cicilan pokok dan bunga. Besaran pembayaran utang luar negeri ini mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kondisi ini membuktikan bahwa sesungguhnya utang luar negeri telah menjadi persoalan serius dalam anggaran pemerintah. Bagaimanapun tidak bisa dipungkiri bahwa pembayaran utang luar negeri juga berdampak menekan anggaran belanja pemerintah untuk keperluan lainnya dalam APBN. Praktis kebijakan anggaran negara tidak mampu mensejahterakan rakyat.

Kondisi yang mengenaskan ini terjadi karena pemerintah memang tidak lagi memikirkan untuk mengalokasikan anggaran yang cukup untuk pemenuhan hak dasar rakyat seperti pendidikan dan kesehatan. Alokasi anggaran untuk pemenuhan hak dasar rakyat jauh lebih kecil dibandingkan alokasi untuk pembayaran utang luar negeri . III.

Kemiskinan dan Kekerasan Struktural Buah dari IMF dan World Bank 1. Hilangnya Akses Hidup Layak Transaksi utang luar negeri pada praktiknya telah menjadi penjajahan gaya baru yang membuat rakyat bangsa Indonesia hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan akibat himpitan beban utang luar negeri. Jerat utang ini akan membuat kesejahteraan dan kualitas hidup rakyat tidak pernah bisa meningkat. Penyebabnya adalah beban angsuran pokok dan bunga utang luar negeri Indonesia sudah menyita hingga sepertiga anggaran belanja dalam APBN. Pembayaran utang ini telah membatasi kapasitas anggaran negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Praktis kualitas kehidupan dan kesejahteraan rakyat Indonesia menjadi memburuk seperti disebutkan dalam Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Februari 2004). Laporan ini menyebutkan bahwa hanya 46,8% saja dari anak-anak usia pendidikan dasar yang bisa menyelesaikan sembilan tahun pendidikan dasar. Hanya 68,4% ibu-ibu yang melahirkan dengan pertolongan persalinan oleh

tenaga kesehatan terlatih. Angka kematian ibu sudah mencapai 307 orang setiap 100.000 kelahiran. Setiap 1000 kelahiran 35 bayi harus meninggal. Kemudian 46 dari 1000 balita meninggal karena buruknya pelayanan kesehatan. Jumlah dan proporsi penduduk dibawah garis kemiskinan nasional, sudah berjumlah 38.394.000 orang. Penduduk Indonesia yang memiliki rumah hanya 32,3%. Berdasarkan kondiisi tersebut maka kualitas pembangunan sumber daya manusia Indonesia (IPM) berada di urutan 111 dari 177 negara. Apalagi angka pengangguran juga meningkat dari tahun 1994 berjumlah 3.738.000 orang dan tahun 2003 sudah menjadi 9.531.000 orang (Asian Development Bank, Key Indicators 2004, www.adb.org/statistics). Sampai tahun 2000, akses perawatan dan pendidikan usia dini masih sangat rendah. Dari 26.172.763 anak, baru 41% (10.794.534) yang terlayani. Ini menunjukkan betapa memprihatinkannya kondisi pendidikan Indonesia di tengah zaman yang semakin menuntut kemampuan seseorang ini.

Prosentase anak yang masuk SD mencapai 94,04%, sementara untuk SMP hanya mencapai 45,10% saja. Hal itu pun masih didapati kesenjangan antar propinsi, pedesaanperkotaan, tidak jelasnya validasi jumlah siswa yang Drop Out dan mengulang kelas. Selain menghambat tumbuhnya kemandirian ekonomi nasional, utang luar negeri juga telah mengakibatkan kontraksi belanja sosial, merosotnya kesejahteraan rakyat, serta melebarnya kesenjangan ekonomi. Indonesia-pun menjadi menjadi tergantung pada pasar luar negeri, modal asing, dan pembuatan utang luar negeri secara berkesinambungan. Bukan hanya itu saja. Akuntabilitas lembaga atau negara pemberi utang dalam menyalurkan utang luar negeri juga sangat meragukan.

Keberadaan lembaga lembaga keuangan multilateral penyalur utang luar negeri, seperti IMF dan Bank Dunia misalnya lebih merepresentasikan dirinya sebagai kepanjangan tangan negara-negara maju pemegang saham utama lembaga-lembaga tersebut, untuk mengintervensi negara-negara pengutang. 2. Pelanggaran Hak Atas Pangan dan Hak Atas Pekerjaan Negara mengeluarkan produk-produk hukum yang melanggar hak asasi manusia (judicial violence), guna menjalankan privatisasi, komersialisasi dan kapitalisasi sumbers-sumber agraria demi kepentingan modal internasional atas dasar kesepakatan dengan World Bank dan IMF. Dapat disebut disini adalah adalah progam WATSAL (Water Resources Sector Adjustment Loan) dari World Bank melahirkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Progam LAP (Land Adminitrationt Project) dan dilanjutkan dengan Land Policy Management Reform progam dari World Bank melahirkan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan sebagai dasar keluarnya Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Agraria. Infrastructur Summit 2005 yang melahirkan Peraturan Presiden Nomor 36

Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dan Letter of Intent antara Indonesia dengan IMF (International Monetary Fund) melahirkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas serta Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual BBM, Juga Forestry Sector Adjustment (Penyesuaian Sektor Kehutanan) melahirkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomer 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang, Undang-Undang. Akibatnya, terjadilah situasi rawan pangan, krisis air, pemiskinan massal dan konflik agraria dengan kekerasan serta kriminalisasi gerakan petani. Tabel: Kasus Busung Lapar selama Januari – Juni 200517 Propinsi Riau Lampung Banten Busung Lapar 3 jiwa 17 jiwa 11 jiwa Kurang Buruk 50.983 jiwa 162.186 jiwa 88.391 jiwa 165.417 jiwa 409.469 jiwa 3 jiwa 2 jiwa 4 jiwa Gizi/Gizi Korban Meninggal Daerah Sebaran Kepulauan Riau Bandar Lampung Lebak, Tangerang Serang,

DKI Jakarata 7 jiwa dan Bogor Jawa Tengah 1 jiwa

Jakarta Utara dan Bogor Wonogiri, Klaten, Boyolali, Sragen, Solo, Tegal, Semarang Madiun, Batu, Malang, Bondowoso, Jember, Kediri, Ponorogo, Banyuwangi Mataram, Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Tengah, Kab. Lombok Timur, Kab Bima, Kota Bima, Dompu Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Alor, Lembata, Flores, Timur, Sikka, Manggarai, Sumba Timur dan Sumba Barat, Rote, Nadeo Papua Sulawesi Barat Kalimantan Selatan Nangroe Aceh Darussalam Kalimantan Barat Jawa Barat 349 108 jiwa 3 jiwa 16 jiwa 69.883 jiwa 21.577 jiwa 45.379 jiwa 148.047 jiwa 2 jiwa 1 jiwa Yapen Waropen, Jayapura, Jayawijaya Tak terdata Tak terdata Lhok Seumawe, Bireuen

Tak terdata Tasikmalaya, kuningan, Cirebon, Cianjur

Suhardi Suryadi (Kompas 09 Aug 2006) menjelaskan, Adanya UU No 7/2004, posisi sumber daya air telah mengalami pergeseran nilai dan kegunaan. Jika semula penggunaan air dominan untuk kepentingan pertanian dan air minum, kini berubah untuk berbagai kepentingan (industri, tenaga listrik, perikanan). Dengan demikian, fungsi air yang bersifat sosial dan milik umum (common property) berubah menjadi komoditas ekonomi dan dikuasai pemilik modal (private property). Implikasinya, kompetisi penggunaan air di antara berbagai kepentingan kian meningkat baik di tingkat masyarakat pemakai air maupun dengan perusahaan. Terutama saat ketersediaan air tidak cukup memadai dari sisi kuantitas.

Neraca sumber daya air Indonesia mencatat, pada tahun 2000 defisit air sekitar 52.809 juta meter kubik dan diperkirakan mencapai 134.102 juta meter kubik pada 2015. Situasi krisis air (kekeringan), banjir, dan longsor mencerminkan rapuhnya kebijakan pengelolaan DAS. Berdasarkan data Dirjen Sumber Daya Air Kimpraswil, kini ada sekitar 65 daerah aliran sungai (DAS) atau 13,8 persen dari jumlah DAS di Indonesia dalam keadaan amat kritis dengan tingkat sedimentasi tinggi. Yang menjadi masalah adalah ketika krisis air dan kompetisi penggunaan air terjadi, negara tidak melindungi masyarakat, khususnya pemakai air tradisional (petani) melalui regulasi. Akibatnya, kelompok masyarakat pemakai air dari lapisan bawah mengalami marjinalisasi ekonomi serta merasakan ketidakadilan dalam konteks pengelolaan dan pemanfatan sumber daya air.

Padahal, akumulasi ketidakadilan dalam distribusi air merupakan pemicu terjadinya konflik dan kekerasan sosial diantara kelompok pengguna air, bahkan melibatkan pemerintah sebagai salah satu aktornya. Di Pulau Lombok, misalnya, ada 386 kasus konflik pemakaian air setiap tahunnya. Konflik atas hak guna air bukan saja terkait pemanfaatan air untuk kebutuhan air minum di tingkat masyarakat, irigasi untuk pertanian, tetapi juga terkait kepentingan industri dan pertambangan. Konflik hak atas air sering melibatkan berbagai stakeholder di semua tingkat.

Bahkan bersifat melintas batas administrasi wilayah serta lintas komunitas (etnis, agama, dan suku). Rencana jangka panjang dari pelaksanaan proyek adminsitrasi pertanahan pertama (LAP I - Land Adminstration Project I) yang dimulai pada tahun 1995. Dimana proyek tersebut bekerja sama dengan Bank Dunia melalui program besar yang disebut Country Assistance Strategy for Indonesia (Strategi Asistensi Negara bagi Indonesia) yang diusulkan oleh Dewan Direktur Bank Dunia kepada Indonesia pada bulan April 1994. Proyek ini akhirnya direalisasikan dengan 5 (lima) tujuan utama yaitu : (1) melanjutkan pertumbuhan dengan stabilitas ekonomi makro, (2) mendukung pengembangan dan persaingan sektor swasta, (3) fostering pengurangan kemiskinan, (4) peningkatkan pengelolaan sektor publik, dan (5) mendukung pengelolaan lingkungan menjadi sektor yang menguntungkan.

Percepatan pendaftaran tanah, sebagai agenda utama proyek, akan memberikan kontribusi secara signifikan bagi tujuan pengembangan sektor swasta melalui (a) menyiapkan basis bagi pasar-pasar tanah yang efisien dan equitable, (b) meningkatkan investasi swasta dengan mengurangi resiko investasi, (c) memobilisasi sumber-sumber daya keuangan dengan dengan menjadikan tanah dapat digunakan sebagai kolateral (jaminan kredit), dan (d) menyiapkan peluang-peluang bagi pertumbuhan industri-industri terkait, khususnya survey dan pemetaan. Selanjutnya secara khusus di sebutkan bahwa tujuan utama proyek administrasi pertanahan yang dimulai pada tahun 1995 adalah untuk pembangunan pasarpasar tanah yang cepat, efisien dan terkesan equitable serta mengurangi konflikkonflik sosial atas tanah melalui percepatan pendaftaran tanah.

Proyek ini di laksanakan hingga tahun 2000. Kemudian dilanjutkan dengan Proyek Administrasi Pertanahan II (LAP II - Land Adminstration Project II) sejak tahun 2001 dengan periode proyek tidak melebihi 6 tahun. Namun pada awal tahun 2004 dan hingga saat ini, pemerintah Indonesia dan Bank Dunia telah menyiapkan proyek lanjutan yang diberi nama Proyek Pembaruan Kebijakan Pengelolaan Pertanahan (Land Management Policy Reform Project). Hal tersebut diatas tidak terlepas dari pengaruh kekuatan neo-liberalisme dan imprealisme. Agenda-agenda mereka seperti liberalisasi dibidang pertanian sejak hadirnya Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

Atas nama globalisasi dan liberalisasi, kebijakan pertanian di Indonesia diliberalkan, yaitu dengan dijalankannya kebijakan yang meliputi: Penghapusan subsidi bagi usaha pertanian rakyat, Membuka pasar dalam negeri Indonesia dari Import pertanian termasuk dibidang pangan, dan kebijakan-kebijakan lainnya dibidang liberalisasi perdagangan. Pemerintah Indonesia dibawah takanan IMF, Bank Dunia, dan kekuatan-kekuatan ekonomi yang dikuasai negara-negara G 7 dipaksa untuk menjalankan prinsip-prinsip neoliberalisme. Akibat dari proyek World Bank dan liberalisasi pertanahan adalah: Pertama. Terjadinya ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah dipedesaan, gambaran keadaan ini dapat dilihat dari data berikut.

Pada tahun 1983, rata-rata penguasaan tanah di Indonesia adalah 0,89 hektare per rumah tangga tani, yakni 0,58 hektare di Pulau Jawa dan 1,58 hektare di luar jawa. Sepuluh tahun kemudian yakni pada tahun 1993 mengalami penurunan secara nasional sebesar 0,83 hektar per rumah tangga tani, yakni 0,47 hektar untuk Pulau Jawa dan 1,27 hektar untuk luar Jawa. Lebih rinci lagi, ada sekitar 22,8 juta jiwa (84 persen) petani yang hanya memiliki tanah di bawah 1 ha, dengan proporsi tanah yang dikuasai hanya sekitar 31 persen dari total lahan yang ada. Sedangkan petani pemilik tanah di atas 1 ha berjumlah 4,4 juta jiwa (16 persen), dengan proporsi tanah yang dikuasai 69 persen. Data BPS (2005) menyebutkan konversi lahan sawah menjadi perumahan, industri, perkantoran selama lima tahun mencapai 25000 ribu ha. Bisa kita bayangkan bagaimana dengan perkembangan akhirakhir ini. Informasi ini menunjukkan bagaimana terjadinya penurunan jumlah luas lahan yang di miliki oleh petani selama ini, dan penindasan—bersama dengan ekses penghilangan hak rakyat terhadap penghidupan dan mata pencahariannya. Kedua. Indonesia menjadi pengimpor pangan terbesar di dunia saat ini. 50% beras yang di perdagangkan di tingkat internasional atau kira-kira 3 juta ton di impor ke Indonesia. Sebanyak 1.2 juta kacang kedelai diimport ke Indonesia, demikian juga jagung, susu dan kebutuhan pokok lainnya. Ketiga. Nilai Tukar Petani (NTP) semakin menurun. Pada bulan Maret 2003 NTP secara nasional turun 3,58 persen dibanding bulan Februari 2003, yaitu dari 123,04 menjadi 118,64.

Subsektor tanaman pangan yang terdiri dari padi, palawija, sayur-sayuran, dan buah-buahan, pada kelompok ini mengalami penurunan sebesar 3,24 persen sementara harga barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga petani naik 2,24 persen. Keempat. Terjadinya pengangguran yang melonjak 10 kali lipat pada tahun 1997. Pada tahun 1999 angkatan kerja baru 2,11 juta, tambahan kerja hanya 1.14 juta jumlah pengangguran terbuka 6,03 juta atau 6,36 %. Pada tahun 2001 pengangguran terbuka 8 juta atau 8,10%, tahun 2003 meningkat menjadi 10,13 juta atau 9,85%. Kelima. Indonesia menjadi negara penghutang terbesar di dunia, tahun 1998 nilai utang pemerintah membengkak menjadi 150 milyar dollar AS dan menjadi utang luar negeri tiap orang tidak kurang dari 750 dollar AS.

Kemudian hutang dalam negeri yang sebelumnya tidak ada menggelembung menjadi 600 Trilyun rupiah. Hal ini juga menyebabkan tidak kurang 27% dari total anggaran negara setiap tahunnya hanya untuk membayar hutang. Upaya petani miskin dan buruh tani dalam perjuangannya seringkali dianggap oleh pemerintah, pengusaha dan sebagian media massa sebagai “tindakan kriminal”, Bila ditilik dari awal konflik agraria yang terjadi, jelas perampas tanah adalah justru pihak pengusaha-pemerintah di bidang pertanian, perkebunan, pertambangan, pariwisata, pertambakan, dan kehutanan. Kriminalisasi tersebut adalah sebagai siasat meredam kekuatan rakyat dalam upaya melaksanakan pembaruan agraria di Indonesia. Kriminalisasi tersebut telah membawa korban bagi petani.

Tewasnya 5 petani di Kabupaten Bulukumba saat memperjuangkan lahannya yang diserobot oleh PT. PP London Sumatra di Sulawesi Selatan pada tanggal 21 Juli 2003. Terjadi juga tragedi dengan tewasnya petani anggota Serikat Petani Sumatra Utara di Sosa, Pada tanggal 12 Agustus 2000. Dalam OPERASI WANA LAGA LODAYA terjadi penangkapan 40 orang petani anggota Serikat Petani Pasundan. Pada tahun 2000 terjadi kasus dipenjaranya 13 petani di Garut dan 7 petani di ciamis anggota Serikat Petani Pasundan. Selanjutnya, dipenjarakannya 11 petani serta dibakarnya rumah-rumah dan tanaman pangan petani anggota Serikat Petani Banten di Cibaliung, Banten, Dibakarnya rumah-rumah petani Jaka Baring dipinggiran kota palembang oleh pemerintah propinsi. Di Tanak Awu, 33 petani terluka (27 ditembak dan 6 luka pukul) dan hingga kini dipaksa meninggalkan tanah dan jalan hidupnya sebagai petani untuk proyek konversi lahan menjadi bandara internasional.

Di Bandar Pasir Mandoge, 5 orang petani ditangkap karena dituduh melawan perkebunan atas nama Perusahaan Bakrie Sumatera Plantation (BSP), hingga kini kehidupan mereka masih terancam penggusuran dan penangkapan. Kekerasan terhadap petani juga kembali terjadi di Kampung Benjang dan Cinengah Desa Sindang Sari, Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Petani yang menggarap lahan seluas 10 hektar diserang oleh sekolompok preman—diduga atas tindakan pemerintah atas nama perkebunan (PTPN VIII). Akibat penyerangan ini seorang petani tertembak, 40 petani dinyatakan hilang, 14 rumah dibakar dan 7000 warga memilih untuk mengungsi, mereka merasa terancam keamanannya. Pertama, harga barang-barang turut naik.

Angka inflasi yang diasumsikan oleh APBN akan terkendali pada tingkat 5 persen, dalam kenyataannya melonjak menjadi sekitar 18 persen. Angka yang sudah tinggi ini, karena bersifat rata-rata tertimbang dari berbagai barang dan jasa, belum sepenuhnya menggambarkan yang terjadi. Harga barang dan jasa yang berhubungan langsung dengan kebutuhan sehari-hari rakyat banyak, seperti bahan makanan dan jasa transportasi, menyesuaikan kenaikan dengan lebih cepat dan dalam persentase yang lebih tinggi.

Barang pabrikan dari industri akan dan sudah mulai menyesuaikan pula, yang berarti masih akan ada kenaikan harga dalam bulanbulan mendatang. Kenaikan biaya hidup rata-rata keluarga miskin dan sederhana dapat dipastikan lebih dari 18 persen. Jika satu keluarga miskin dengan 4 orang anggota keluarga setiap bulannya membutuhkan biaya 600 ribu rupiah untuk bertahan hidup, maka pasti dibutuhkan lebih dari 700 ribu rupiah untuk bertahan dengan cara hidup yang sama.

Dapat dibayangkan bahwa cara hidup yang sudah kurang “manusiawi” selama ini, masih harus disesuaikan lagi. Jika ada yang mendapat bantuan tunai langsung sebesar 100 ribu rupiah, maka diasumsikan mereka akan dapat mempertahankan penderitaan hidup sebelumnya. Letter of Intent antara Indonesia dengan IMF (International Monetary Fund) melahirkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas serta Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual BBM. Mengakibatkan kenaikan harga BBM sebanyak dua kali dalam bulan Maret dan Oktober tahun 2005, dampaknya bagi masyarakat adalah naiknya harga barangbarang. Angka inflasi yang diasumsikan oleh APBN akan terkendali pada tingkat 5 persen, dalam kenyataannya melonjak menjadi sekitar 18 persen. Angka yang sudah tinggi ini, karena bersifat rata-rata tertimbang dari berbagai barang dan jasa, belum sepenuhnya menggambarkan yang terjadi.

Harga barang dan jasa yang berhubungan langsung dengan kebutuhan sehari-hari rakyat banyak, seperti bahan makanan dan jasa transportasi, menyesuaikan kenaikan dengan lebih cepat dan dalam persentase yang lebih tinggi. Barang pabrikan dari industri akan dan sudah mulai menyesuaikan pula, yang berarti masih akan ada kenaikan harga dalam bulan-bulan mendatang. Kenaikan biaya hidup rata-rata keluarga miskin dan sederhana dapat dipastikan lebih dari 18 persen. Jika satu keluarga miskin dengan 4 orang anggota keluarga setiap bulannya membutuhkan biaya 600 ribu rupiah untuk bertahan hidup, maka pasti dibutuhkan lebih dari 700 ribu rupiah untuk bertahan dengan cara hidup yang sama.

Dapat dibayangkan bahwa cara hidup yang sudah kurang “manusiawi” selama ini, masih harus disesuaikan lagi. Jika ada yang mendapat bantuan tunai langsung sebesar 100 ribu rupiah, maka diasumsikan mereka akan dapat mempertahankan penderitaan hidup sebelumnya. Kenaikan harga BBM juga mengakibatkan naiknya pengangguran. Tingkat pengangguran terbuka pada Oktober 2005 diperkirakan sebesar 10,84%, atau meningkat dibanding Agustus 2004 sebesar 9,86%. Penambahan penganggur dalam periode ini termasuk yang terkena PHK atau kehilangan pekerjaannya sebagai dampak kenaikan harga BBM pada awal Maret 2005 maupun awal Oktober 2005 dan new entrants (tidak termasuk yang telah mendapatkan pekerjaan lagi). Selisih perkiraan jumlah penganggur antara keadaan dengan dan tanpa memperhitungkan dampak kenaikan harga BBM pada awal Maret 2005 dan awal Oktober 2005, mencapai 426 ribu orang, artinya kenaikan harga BBM berpotensi menciptakan tambahan pengangguran baru sebesar 426 ribu.

III. Kesimpulan dan Rekomendasi IMF dan Word Bank telah memfasilitasi negara untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia, dan masuk dalam kategori kejahatan terhadap kemanusian. Dalam Penjelasan Pasal 9 Undang-Undang Nomer 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM “Kejahatan terhadap kemanusiaan,” yang merupakan salah satu perbuatan dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas dan sistematik yang ditujukan kepada suatu kelompok penduduk sipil, sebagai kelanjutan dari kebijakan Penguasa atau Organisasi Statuta Roma mengartikan serangan sebagai, “serangan” yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil” berarti serangkaian perbuatan yang mencakup pelaksanaan berganda dari perbuatan yang dimaksud dalam ayat 1 terhadap kelompok penduduk sipil, sesuai dengan atau sebagai kelanjutan dari kebijakan negara atau organisasi untuk melakukan serangan tersebut.

Bentuk perbuatan dari kejahatan terhadap kemanusian tersebut, dalam kasus konflik agraria dengan kekerasan bersenjata meliputi pembunuhan, penganiayaan dan pemindahan penduduk secara paksa. Sedangkan pemusnahan terjadi, akibat kebijakan ekonomi dan finanasial negara yang ikut alur IMF mengakibatkan sulitinya memenuhi hak-hak dasarnya yang berujung pada kematian banyak manusia. Statuta Roma maupun Penjelasan Undang-Undang Nomer 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM menyebutkan Pemusnahan, mencakup ditimbulkannya secara sengaja pada kondisi kehidupan, anatara lain dihilangkannya akses kepada pangan dan obat-obatan, yang diperhitungkan akan membawa kehancuran terhadap sebagaian penduduk.

Rekomendasi Internasional Perlunya yuridiksi internasional khususnya PBB, untuk membuat analisa tentang kejahatan terhadap kemanusian non konflik bersenjata, dan membawa kasusnya ke mahkamah internasional. Rekomendasi Kepada Negara 1. Cabut produk hukum dan kebijakan pemerintah yang merupakan produk dari IMF dan World Bank serta WTO 2. Hentikan privatisasi dan komersialisasi sumber-sumber agraria dan pelayanan publik 3. Mengadili kejahatan kemanusiaan yang dilakukan aktor state dan non state (IMF, WB, dan TNC) Rekomendasi Kepada RakyatMemandang perlu dokumentasi pelanggaran kejahatan kemanusian melalui kesaksian korban serta analisisi hukum dan HAM, diperlukan sebuah pengadilan rakyat. Selain dokumentasi, putusan pengadilan rakyat inilah yang akan didesakan kepada pemerintahan nasional dan yuridiksi internasional untuk ditindaklanjuti dalam rangka pemenuhan hak-hak korban, kriminalisasi pelaku pelanggaran hak asasi manusia dan pembaruan hukum

http://www.scribd.com/doc/26804261/Kejahatan-Kemanusiaan-World-Bank-Dan-IMF