SELAMAT DATANG...SELAMAT BERJUANG !

Tiada kata Jera dalam Perjuangan.

Total Tayangan Halaman

Selasa, 29 Maret 2011

TERUS LAKUKAN PEMBARUAN POLITIK & LAHIRNYA PIMPINAN NASIONAL PEMBAHARU


oleh Ir. Sayuti Asyathri. Kalangan kelompok reformis sangat berharap kiranya pemilu tahun 2009 dapat menjadi momentum perubahan kepemimpinan nasional, dan peradaban dengan Demokrasi. Namun kini realitasnya, korupsi massif, meluas dibawah kepemimpinan nasional bahkan berbagai perkembangan nasional mengindikasikan bahwa terjadi penguatan kelompok status quo. Dan menjadi semacam adegum: Kepemimpinan nasional bagai hak warisan dari para Pemimpin pendahulu kepada anak2 dan penerusnya, meskipun kita melihat tida ada Visioner dan Platform pemikiran apalagi sistem Indonesia kedepan yang cerdas !. Kecenderungan tersebut semakin kurang memiliki alasan yang kuat untuk memperkuat barisan mereka. Pertanyaanya, adalah bagaimana strategi untuk mengantisipasi perkembangan tersebut yakni antara lain dengan mendorong terbentuknya sebuah kebangkitan baru untuk Indonesia kedepan.

Terdapat sedikitnya dua masalah mendasar bagi siapa saja yang berniat menjawab pertanyaan tersebut. Pertama, bagaimana menemukan sebuah resep yang ampuh untuk mendorong perwujudan kebangkitan tersebut, dan kedua adalah sejauhmana resep tersebut berhasil dilaksanakan dilapangan politik nasional kita yang semakin kompleks membusuk saat ini.

Meskipun asumsi yang dikemukakan tentang pertanyaan diatas perlu diuji kebenarannya melalui sebuah penelitian yang teruji, namun secara umum kita memang dihadapkan pada sejumlah gejala politik yang mendukung asumsi tersebut. Bila saja kita meradukan besarnya dukungan kepada kelompok status quo atau meningkatnya kerinduan masyarakat pada pola-pola lama, setidaknmya kita bisa memastikan bahwa memang reformasi kita menghadapi tantangan-2 yang sangat berat dan secara bersamaan terjadi pelemahan (bhkan pembusukan) dalam barisan pendukung reformasi, baik secara aktual maupun potensial. Tentu saja gejala yang terakhir itu sangat mempengaruhi prospek perwujudan kepemimpinan nasional yang reformis.

Permasalahan dan Tantangan

Kecenderungan kondisi diatas yakni menguatnya kekuatan status quo lebih disebabkan oleh pelemahan kekuatan reformasi kearah pembusukan. Tentu saja tersedia cukup banyak alasan apologetik bagi kaum reformis untuk membela diri atas kegagalan tersebut. Diantara alasan-alasan apologetik tersebut adalah reformasi yang dijalankan dalam suatu situasi dominan dekonstruktif meniscayakan banyak kelemahan-2 transisional. Disamping itu, kita juga akan dapatkan kenyataan bahwa reformasi semakin berjarak dari momentum fitrahnya sebagai sebuah gerakan yang berbasiskan society dengan dukungan orisinal dari para pencetusnya.

Sebenanrnya secara umum gejala tersebut bisa dipahami dari sudut keniscayaan transformasi reformasi dari nilai-nilai menjadi agenda yang sistemik. Masalahnya mungkin menjadi sangat parah karena para pejuang reformasi menderita gejala arrived mentality yakni merasa sudah selesai (puas diri, ber harta bhkan larut foya2 dengan pengingkaran) dan berhasil pada tataran konsepsi dan konsolidasi reformasi sehingga bergegas menceburkan diri dalam sistem formal demokrasi untuk membuat desain-desain struktural yang aplikatif, namun untuk kepentingan sempi. Ketergesaan tersebut membuat mereka lupa merawat hubungannya dengan sumber-sumber reformasi yang berbasiskan society. Padahal hanya dari sumber-2 tersebutlah nilai-nilai dan aspirasi reformasi memancar dalam jati dirinya yang fitrah. Dari sumber itulah sejatinya reformasi telah menghadiahkan mereka enerji kemenangan atas neo-imperilais bersama kekuatan status quo dan bahkan kini dengan para mafia pajak & hukum.

Agenda-2 reformasi yang telah structure heavy tersebut ditampilkan kembali dalam kemasan parta-partai yang sarat dengan muatan-2 partisanship dan klen. Agenda reformasi tidak lagi hadir sebagai suatu kekuatan kekuatan reformasi, tetapi sebaliknya justru hadir adalah kekuatan-2 reformasi yang berpencar dengan agenda reformasinya sendiri-sendiri. Gejala tersebut terlihat antara laindalam sikap mereka mengadapi issue kepemimpinan nasional dalam even pemilu. Hampir semua partai untuk tidak mengatakan seluruhnya, menempatkan masalah kepemimpinan nasional sebagai agenda paska pemilu legislatif. Artinya mereka lebih melihatnya sebagai masalah power sharing diantara parpol ketimbang msalah prospek perwujudan sebuah kepemimpinan nasional yang reformis, Agenda reformasi menyangkut kepemimpinan dengan demikian telah disandera oleh ego perlombaan kekuasaan dalam kemasan partai-partai.

Sikap seperti itulah yang telah memberi celah bagi bangkitnya kekuatan status quo untuk mensiasati pemilu legislaltif berada dalam domain irama persengkokolan mereka sebagai persiapan dan pijakan efektif untuk mendeterminasi keunggulan mereka dalam pemilu presiden dan wakil presiden. Pergeseran gravitasi pemilu legislatif kedalam playing field kelompok status quo skandal dengan neo-imperialis itulah yang kemudian memberi sinyal kuat, yang antara lain ditangkap oleh kelompok reformis di parpol tertentu, bahwa terjadi penguatan potensi arus balik kemenangan bagi kelompok status quo dalam pembentukan kepemimpinan nasional nanti. Kemampuan kelompok status quo tersebut tentu saja sangat ditunjang oleh mainstream aspirasi masyarakat yang bersifat elementer yang selama ini nampaknya gagal dipenuhi oleh kekuatan reformasi.

Situasi nasional yang deconstructive heavy sebagai hasil dari implikasi reformasi dan demokrasi korup kini, memberi ruang bagi berkembangnya antusiasme masyarakat luas untuk memiliki peluang partisipasi sebesar-besarnya. Partai-partai reformis nampaknya kurang memberikan sinyal kuat yang meyakinkan bahwa gagasan-gagasan cerdas reformis yang mereka usung memberi tempat untuk suatu bentuk partisipasi yang pluralistik. Inklusivesime yang mereka kembangkan masih dilihat bersifat simbolik politik sehingga terasa kurang orisinal, bahkan kini dominan membelakangi aspirasi pemberi amanat keperceyaan. Secara lebih spesifik mungkin bisa dikatakan bahwa watak inklusivisme mereka, khsuusnya parpol yang berlatar belakang dari sistem agama mereka. Kelompok reformis yang berlatar belakang keagamaan dianggap masih mencampur-adukkan secara acak agenda-agenda keagamaan yang ekslusif dan subyektif dengan agenda-agenda reformasi yang inklusif dan obyektif yang menjadi kebutuhan bangsa ini secara menyeluruh. Padahal keberhasilan kepemimpinan nasional yang reformis bukan hanya bertumpu pada kecerdasan perumusan agenda reformasi tetapi pada jaminan perluasan partisipasi dalam suatu bentuk kepemimpinan yang berbasiskan inklusifisme dan memberikan solusi atas masalah-masalah riil yang dihadapi bangsa ini.

Tumpang tindihnya agenda reformasi tersebut mungkin bisa menjelaskan gejala melemahnya dukungan publik yang bersifat massal kepada kelompok reformis. Kelemahan inilah yang dimanfaatkan oleh kekuatan-kekuatan status quo dengan neo-imperialis untuk mendorong penerimaan mereka oleh publik sehingga memberi kesan kuat atas kebrhasilan kebangkitan mereka.

Spiritku untuk terus mencerdaskan sebanyak banyaknya rakyat Indonesia, terbuka intelektual mereka thd politik. Kita perlu simak perdaban negeri2 yang telah maju, Politik itu mulia, kalau kotor itu adalah dari dasar niat jahat / kotor manusia. Perbaikan politik, demokrasi dan kemunculan Pemimpin Nasional Pembaharu itu adalah keniscayaan yang terus kita tak henti hentinya lakukan. tanpa putus asa, tanpa kata jera dalam perjuangan !

SA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar