SELAMAT DATANG...SELAMAT BERJUANG !

Tiada kata Jera dalam Perjuangan.

Total Tayangan Halaman

Selasa, 29 Maret 2011

DEMOKRASI di INDONESIA TERCEMAR, PANGGILAN untuk PERUBAHAN !

oleh : Rizal Ramli . Relevansi terbaru dari dokumen WikiLeaks, yang menyatakan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan keluarganya terlibat dalam korupsi, terus terang, bukan kejutan besar.

Bagaimanapun, politik Indonesia ini sangat kotor.

Yudhoyono dan penasihatnya telah mencoba mengecilkan skandal itu, tetapi tidak membuat kesalahan tentang itu: Karena berita tentang shenanigans istana telah mencapai jalan-jalan, prospek presiden Yudhoyono sampai Pemilu 2014 telah sangat suram.

Sampai saat ini, pendapat mainstream tentang Yudhoyono telah bahwa ia adalah seorang pemimpin lemah tetapi ia tetap populer karena kepercayaan umum bahwa ia memiliki komoditi yang paling langka dalam politik Indonesia: integritas.

Tetapi sekarang bayangan telah dilemparkan atas reputasinya sebagai karakter jujur, masyarakat mulai bertanya-tanya apakah dia layak untuk tinggal di kantor sampai akhir masa jabatannya.

Bahkan jika Yudhoyono yang tidak jujur ​​dan bukan pemimpin semua orang berharap dia, satu setidaknya bisa menemukan alasan yang baik untuk mendukung dia jika pemerintahannya telah membuat beberapa kemajuan yang layak dalam pembangunan nasional.

Sayangnya, kualitas hidup di Indonesia telah menurun di bawah kepemimpinan Yudhoyono.

Meskipun pertumbuhan ekonomi telah terhormat, kurang dari 20 persen penduduk hidup nyaman sementara sebagian besar harus terus berjuang untuk memenuhi kebutuhan.

Bahkan pekerjaan kasar sulit untuk menemukan dan pendapatan rata-rata masih sangat rendah. Harga makanan pokok dan kebutuhan sehari-hari telah meningkat selama setahun terakhir, mengakibatkan peningkatan dalam kemiskinan.

Tidak hanya memiliki hidup menjadi lebih sulit bagi rata-rata Indonesia di bawah pengawasan Yudhoyono, tetapi kita juga telah menyaksikan kembali ke ekses kekuasaan yang melanda negeri di bawah rezim Soeharto mantan.

The "mafia hukum" - referensi yang biasa digunakan untuk kejahatan terorganisir di seluruh sistem hukum negara - tetap menjadi ancaman konstan dan mencegah kita menjadi masyarakat yang lebih manusiawi dan adil.

Bahkan, mafia hukum adalah komplotan rahasia dari pengacara swasta berpengaruh, pejabat dalam polisi, kantor kejaksaan dan peradilan. Akibatnya, hukum adalah mudah efektif bila diterapkan kepada warga elit dengan uang dan kekuasaan.

pengamat bijaksana Banyak yang percaya bahwa kita tidak bisa lagi mampu untuk mengabaikan kegagalan Yudhoyono sebagai presiden. penerimaan kami kekurangannya adalah tindakan tidak bertanggung jawab kolektif dan memastikan kita pembusukan lanjutan.

Apa yang kita saksikan hari ini adalah penyebaran benih disintegrasi nasional. Pada gilirannya, hal ini dapat diterjemahkan ke Indonesia menjadi negara gagal.

Mantan Presiden Uni Soviet Gorbachev dikenal sebagai pemimpin yang sangat bijaksana yang dipuji oleh para pemimpin Barat. Dia bahkan dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian.

kepemimpinan lemah Nya, bagaimanapun, dipersalahkan atas pengangguran melarikan diri, kerugian dramatis kesejahteraan umum dan, akhirnya, runtuhnya Uni Soviet.

Meskipun Indonesia menikmati pujian dari masyarakat internasional untuk menjadi salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, saya berpendapat bahwa di luar hak untuk memilih dalam pemilihan umum ada beberapa alasan lain untuk lilin fasih tentang merek tertentu kami kebebasan.

Jadi sementara kita dapat dikategorikan sebagai demokrasi elektoral, ada realitas lain serius yang perlu ditangani: Meskipun Indonesia memiliki hak untuk memilih, suara mereka hanya membeli mereka apa yang terbaik digambarkan sebagai "demokrasi tercemar".

Apa artinya ini bagi warga rata-rata adalah bahwa sistem ini hanya berhasil meningkatkan kekayaan pengusaha kroni, pejabat eksekutif dan legislatif - maka mengalahkan prinsip inti dari demokrasi itu sendiri, yang merupakan pemerintah untuk rakyat.

Bagi Indonesia yang sangat peduli tentang masa depan negara kita, telah menjadi menyakitkan jelas bahwa gerakan reformis perlu lebih keras.

Masyarakat sipil harus bersatu untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka dan perubahan tuntutan politik.

Perubahan adalah satu-satunya solusi untuk mengandung demokrasi tercemar, kepemimpinan yang lemah dan pemerintah bermasalah.

perubahan politik dapat mengusir kelompok elitis kecil diri tertarik dan upaya juara untuk membuat pekerjaan demokrasi benar-benar demi kepentingan rakyat.

Proses untuk perubahan politik, bagaimanapun, tidak memerlukan kudeta atau menggulingkan pemerintah. kudeta hanya dapat dilakukan dengan senjata atau dengan kekuatan militer.

Jauh-mencapai perubahan dapat disahkan secara efektif dengan dukungan publik yang kuat melalui pendekatan damai dan tanpa kekerasan.

Jika Indonesia dapat mengatur untuk memperoleh kepemilikan demokrasi mereka, itu akan menetapkan contoh yang bagus bagi seluruh dunia.

Pada tahun 1998, Indonesia mengambil langkah berani keluar dari bayang-bayang kekuasaan otoriter.

transisi serupa mulai terbentuk di dunia Arab. Sekarang transisi, baru sama pentingnya perlu terjadi di Indonesia untuk orang lain untuk melihat: Penggantian elit yang hanya membuat olok-olok kita susah payah kebebasan politik.

Indonesia masih bisa menjadi salah satu negara terbesar di Asia, tapi Indonesia sekarang harus memahami bahwa adalah tanggung jawab masing-masing sebagai warga negara untuk membela hak-hak mereka dan terus mendorong perubahan sampai demokrasi dapat bekerja untuk kesejahteraan mereka sendiri.

Jika perubahan menuju demokrasi yang lebih berkualitas terwujud, Indonesia kembali bisa menunjukkan kepada dunia bahwa demokrasi kita mampu koreksi diri, menuju terciptanya keadilan sosial asli.

Penulis adalah ekonomi, keuangan dan industri mengkoordinasikan menteri urusan selama kepresidenan Abdurrahman "Gus Dur" Wahid. Dia adalah pengamat politik
sumber: http://www.thejakartapost.com/news/2011/03/29/indonesia%E2%80%99s-tainted-democracy-calls-changes.html

TERUS LAKUKAN PEMBARUAN POLITIK & LAHIRNYA PIMPINAN NASIONAL PEMBAHARU


oleh Ir. Sayuti Asyathri. Kalangan kelompok reformis sangat berharap kiranya pemilu tahun 2009 dapat menjadi momentum perubahan kepemimpinan nasional, dan peradaban dengan Demokrasi. Namun kini realitasnya, korupsi massif, meluas dibawah kepemimpinan nasional bahkan berbagai perkembangan nasional mengindikasikan bahwa terjadi penguatan kelompok status quo. Dan menjadi semacam adegum: Kepemimpinan nasional bagai hak warisan dari para Pemimpin pendahulu kepada anak2 dan penerusnya, meskipun kita melihat tida ada Visioner dan Platform pemikiran apalagi sistem Indonesia kedepan yang cerdas !. Kecenderungan tersebut semakin kurang memiliki alasan yang kuat untuk memperkuat barisan mereka. Pertanyaanya, adalah bagaimana strategi untuk mengantisipasi perkembangan tersebut yakni antara lain dengan mendorong terbentuknya sebuah kebangkitan baru untuk Indonesia kedepan.

Terdapat sedikitnya dua masalah mendasar bagi siapa saja yang berniat menjawab pertanyaan tersebut. Pertama, bagaimana menemukan sebuah resep yang ampuh untuk mendorong perwujudan kebangkitan tersebut, dan kedua adalah sejauhmana resep tersebut berhasil dilaksanakan dilapangan politik nasional kita yang semakin kompleks membusuk saat ini.

Meskipun asumsi yang dikemukakan tentang pertanyaan diatas perlu diuji kebenarannya melalui sebuah penelitian yang teruji, namun secara umum kita memang dihadapkan pada sejumlah gejala politik yang mendukung asumsi tersebut. Bila saja kita meradukan besarnya dukungan kepada kelompok status quo atau meningkatnya kerinduan masyarakat pada pola-pola lama, setidaknmya kita bisa memastikan bahwa memang reformasi kita menghadapi tantangan-2 yang sangat berat dan secara bersamaan terjadi pelemahan (bhkan pembusukan) dalam barisan pendukung reformasi, baik secara aktual maupun potensial. Tentu saja gejala yang terakhir itu sangat mempengaruhi prospek perwujudan kepemimpinan nasional yang reformis.

Permasalahan dan Tantangan

Kecenderungan kondisi diatas yakni menguatnya kekuatan status quo lebih disebabkan oleh pelemahan kekuatan reformasi kearah pembusukan. Tentu saja tersedia cukup banyak alasan apologetik bagi kaum reformis untuk membela diri atas kegagalan tersebut. Diantara alasan-alasan apologetik tersebut adalah reformasi yang dijalankan dalam suatu situasi dominan dekonstruktif meniscayakan banyak kelemahan-2 transisional. Disamping itu, kita juga akan dapatkan kenyataan bahwa reformasi semakin berjarak dari momentum fitrahnya sebagai sebuah gerakan yang berbasiskan society dengan dukungan orisinal dari para pencetusnya.

Sebenanrnya secara umum gejala tersebut bisa dipahami dari sudut keniscayaan transformasi reformasi dari nilai-nilai menjadi agenda yang sistemik. Masalahnya mungkin menjadi sangat parah karena para pejuang reformasi menderita gejala arrived mentality yakni merasa sudah selesai (puas diri, ber harta bhkan larut foya2 dengan pengingkaran) dan berhasil pada tataran konsepsi dan konsolidasi reformasi sehingga bergegas menceburkan diri dalam sistem formal demokrasi untuk membuat desain-desain struktural yang aplikatif, namun untuk kepentingan sempi. Ketergesaan tersebut membuat mereka lupa merawat hubungannya dengan sumber-sumber reformasi yang berbasiskan society. Padahal hanya dari sumber-2 tersebutlah nilai-nilai dan aspirasi reformasi memancar dalam jati dirinya yang fitrah. Dari sumber itulah sejatinya reformasi telah menghadiahkan mereka enerji kemenangan atas neo-imperilais bersama kekuatan status quo dan bahkan kini dengan para mafia pajak & hukum.

Agenda-2 reformasi yang telah structure heavy tersebut ditampilkan kembali dalam kemasan parta-partai yang sarat dengan muatan-2 partisanship dan klen. Agenda reformasi tidak lagi hadir sebagai suatu kekuatan kekuatan reformasi, tetapi sebaliknya justru hadir adalah kekuatan-2 reformasi yang berpencar dengan agenda reformasinya sendiri-sendiri. Gejala tersebut terlihat antara laindalam sikap mereka mengadapi issue kepemimpinan nasional dalam even pemilu. Hampir semua partai untuk tidak mengatakan seluruhnya, menempatkan masalah kepemimpinan nasional sebagai agenda paska pemilu legislatif. Artinya mereka lebih melihatnya sebagai masalah power sharing diantara parpol ketimbang msalah prospek perwujudan sebuah kepemimpinan nasional yang reformis, Agenda reformasi menyangkut kepemimpinan dengan demikian telah disandera oleh ego perlombaan kekuasaan dalam kemasan partai-partai.

Sikap seperti itulah yang telah memberi celah bagi bangkitnya kekuatan status quo untuk mensiasati pemilu legislaltif berada dalam domain irama persengkokolan mereka sebagai persiapan dan pijakan efektif untuk mendeterminasi keunggulan mereka dalam pemilu presiden dan wakil presiden. Pergeseran gravitasi pemilu legislatif kedalam playing field kelompok status quo skandal dengan neo-imperialis itulah yang kemudian memberi sinyal kuat, yang antara lain ditangkap oleh kelompok reformis di parpol tertentu, bahwa terjadi penguatan potensi arus balik kemenangan bagi kelompok status quo dalam pembentukan kepemimpinan nasional nanti. Kemampuan kelompok status quo tersebut tentu saja sangat ditunjang oleh mainstream aspirasi masyarakat yang bersifat elementer yang selama ini nampaknya gagal dipenuhi oleh kekuatan reformasi.

Situasi nasional yang deconstructive heavy sebagai hasil dari implikasi reformasi dan demokrasi korup kini, memberi ruang bagi berkembangnya antusiasme masyarakat luas untuk memiliki peluang partisipasi sebesar-besarnya. Partai-partai reformis nampaknya kurang memberikan sinyal kuat yang meyakinkan bahwa gagasan-gagasan cerdas reformis yang mereka usung memberi tempat untuk suatu bentuk partisipasi yang pluralistik. Inklusivesime yang mereka kembangkan masih dilihat bersifat simbolik politik sehingga terasa kurang orisinal, bahkan kini dominan membelakangi aspirasi pemberi amanat keperceyaan. Secara lebih spesifik mungkin bisa dikatakan bahwa watak inklusivisme mereka, khsuusnya parpol yang berlatar belakang dari sistem agama mereka. Kelompok reformis yang berlatar belakang keagamaan dianggap masih mencampur-adukkan secara acak agenda-agenda keagamaan yang ekslusif dan subyektif dengan agenda-agenda reformasi yang inklusif dan obyektif yang menjadi kebutuhan bangsa ini secara menyeluruh. Padahal keberhasilan kepemimpinan nasional yang reformis bukan hanya bertumpu pada kecerdasan perumusan agenda reformasi tetapi pada jaminan perluasan partisipasi dalam suatu bentuk kepemimpinan yang berbasiskan inklusifisme dan memberikan solusi atas masalah-masalah riil yang dihadapi bangsa ini.

Tumpang tindihnya agenda reformasi tersebut mungkin bisa menjelaskan gejala melemahnya dukungan publik yang bersifat massal kepada kelompok reformis. Kelemahan inilah yang dimanfaatkan oleh kekuatan-kekuatan status quo dengan neo-imperialis untuk mendorong penerimaan mereka oleh publik sehingga memberi kesan kuat atas kebrhasilan kebangkitan mereka.

Spiritku untuk terus mencerdaskan sebanyak banyaknya rakyat Indonesia, terbuka intelektual mereka thd politik. Kita perlu simak perdaban negeri2 yang telah maju, Politik itu mulia, kalau kotor itu adalah dari dasar niat jahat / kotor manusia. Perbaikan politik, demokrasi dan kemunculan Pemimpin Nasional Pembaharu itu adalah keniscayaan yang terus kita tak henti hentinya lakukan. tanpa putus asa, tanpa kata jera dalam perjuangan !

SA

Sabtu, 12 Maret 2011

Parpol-2 Penolak Pansus Angket Mafia Pajak: mereka seharusnya dinyatakan bersalah disemua mahkamah hukum di seluruh dunia

Parpol Penolak Pansus Mafia Pajak


Suasana haru, tawa hingga takbir bergema dianatara parpol yang berhasil menggagalkan pansus angket Mafia Pajak. Bahkan dilanjutkan pesta foya foya di malam hari.

Partai dimana mana di muka bumi ini didirikan untuk melindungi masyarakat dari para mafia (pajak, obat-obat terlarang, judi, perdagangan), membangun masyarakat, rakyat, negara bangsa untuk mewujudkan kemajuan peradaban.

Tapi hanya di Indonesia, dalam sejarah politik konstitusional kita, dan pasca era reformasi, para anggota parlemen berbahagia, bersorak sorai, bertakbir segala karena berhasil menjadi pelindung para mafia pajak.

Tindakan tersebut sejatinya telah membuat partai mereka kehilangan alasan untuk memiliki eksistensi sebagai partai. Mereka sudah seharusnya dan pasti dinyatakan bersalah disemua mahkamah hukum di seluruh dunia hingga akhirat.

Mereka bangga dan bersorak jadi pelindung mafia secara terang terangan melalui voting. Gila, Bejat dan Edan !

Sabtu, 05 Maret 2011

Miranda Goeltom Kangen Reli Lagi dan MACAN OMPONG KPK !

Oto Figur



Jakarta - Meski sudah tidak lagi menjabat sebagai Deputy Senior Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom masih super sibuk.

Selain menjabat sebagai Ketua Jakarta Oldtown Kotaku (JOK), ia juga memegang tanggung jawab sebagai Ketua Yayasan Paduan Nusantara Anak Indonesia, Yayasan Nusantara Symphonie Orchestra juga masih sebagai Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Lantaran kesibukannya yang seabreg itu, kelahiran Jakarta, 19 Juni 1949 ini tidak sempat lagi memanjakan hobinya menyetir mobil.

“Saya sudah bisa bawa mobil sejak remaja. Bahkan ketika umur 12 tahun, sudah ikutan reli di Jakarta,” senyum Miranda yang ditemui saat mengunjungi kawasan Kota Tua di Kelurahan Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat baru-baru ini.

Bukan sekadar penggembira, pemilik Program Golf Goes to School di mana Miranda juga aktif sebagai pelatih ini memiliki mobil favoritnya. Mercedes-Benz selalu jadi pilihannya saat ikutan reli dalam kota itu. Alasannya doyan memicu mobil di arena reli itu sederhana, seru.

Selain menyalurkan hobinya berkendara, reli merupakan sarana bersosialisasi dengan teman-teman bagi Miranda. Tak hanya di masa remajanya, saat ini pun ia masih memiliki semangat untuk reli lo.

“Kalau ada yang ngajakin, saya masih interest tuh ikutan reli lagi,” tambahnya sambil menambahkan akan berusaha mengatur jadwal serapi mungkin.

Tak seperti dulu, menyediakan waktu untuk reli selama 1 hari saja bukan hal mudah wanita energik ini. Daftar kegiatannya di berbagai yayasan sosial kemasyarakatan lumayan panjang. Malah bisa dibilang, ia nyaris tak pernah menyentuh setir mobil sendiri.

Jangankan reli, untuk sehari-hari saja rasanya sudah sulit. Wanita dengan ciri khas rambut pendek ini memilih menjadi penumpang pada Toyota Crown dengan sopir pribadinya yang bertubuh kekar.

“Sesekali sih masih ingin membawa mobil sendiri. Tapi macetnya Jakarta sudah nggak ketulungan lagi ya,” lanjut Miranda.

Ada solusi Bu Miranda? (mobil.otomotifnet.com)

KPK Dinilai Macan Ompong Hadapi Kasus Century. laiknya kasus dugaan suap pemenangan Miranda S Gultom menjadi Deputi Gubernur Senior BI.


KPK Dinilai Macan Ompong Hadapi Kasus Century
Tribunnews.com/Herudin
Aktivis Petisi 28 bersama sejumlah nasabah Bank Century Jakarta, berorasi di depan kantor KPK, Jakarta Selatan, Selasa (30/11/2010). Sejumlah nasabah Century bersama aktivis Petisi 28 mendatangi KPK untuk mempertanyakan kelanjutan kasus Bank Century yang hingga saat ini belum jelas.






Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vanroy Pakpahan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk tidak tebang pilih dalam menangani kasus dugaan korupsi yang masuk meja mereka.

Lembaga pemberantas korupsi itu diminta untuk juga mengusut tuntas kasus Century, laiknya kasus dugaan suap pemenangan Miranda S Gultom menjadi Deputi Gubernur Senior BI.

Permintaan itu dilontarkan tersangka kasus suap pemenangan Miranda S Gultom, Ahmad Hafiz Zawawi, seusai menjalani pemeriksaan tim penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (8/2/2011).

"Jangan tebang pilih. Saya yang mula-mula menemukan bail out Century. Kasus ini juga harus diselesaikan," katanya.

Ahmad menilai KPK tak ubahnya seperti macan ompong kala berhadapan dengan kasus Bank Century. Dia menyayangkan sikap KPK yang hanya bernyali mengusut kasus dugaan suap pemenangan Miranda S Gultom sebagai Deputi Gubernur Senior BI.

Ahmad pun menantang KPK untuk menjalankan instruksi DPR agar segera melakukan audit forensik terkait dana talangan senilai Rp 6,7 triliun itu.

"Audit forensik sampai lapisan ke empat (oleh BPK) itu harus dilaksanakan. DPR harus meminta untuk melakukan itu," ujarnya.


Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vanroy Pakpahan