SELAMAT DATANG...SELAMAT BERJUANG !

Tiada kata Jera dalam Perjuangan.

Total Tayangan Halaman

Kamis, 18 Februari 2010

Proses Terjajahnya Kembali Indonesia Sejak Bulan November 1967

Oleh Kwik Kian Gie

PENGANTAR
Boleh dikatakan bahwa secara menyeluruh, rakyat dan para pemimpin masyarakat berpendapat dan merasakan bahwa setelah 63 tahun merdeka, kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara kita mengalami kemerosotan yang parah.

Maka untuk bahan perenungan apakah demikian kondisinya, kami menyajikan kondisi dari 8 tonggak yang paling fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk ditanyakan kepada diri sendiri, apakah dalam 8 aspek terpenting ini, kita mengalami kemajuan atau kemerosotan?

8 tonggak tersebut adalah sebagai berikut.

1. Kemandirian

Apakah kita dalam bidang kemandirian mengurus diri sendiri, yaitu mandiri dan bebas merumuskan kebijakan-kebijakan terbaik untuk diri sendiri, mengalami kemajuan atau kemunduran? Apakah de facto yang membuat kebijakan dalam segala bidang bangsa kita sendiri atau bangsa lain beserta lembaga-lembaga internasional?

Dari berbagai studi oleh para ahli sejarah, baik dalam maupun luar negeri yang boleh dikatakan obyektif, sejak tahun 1967 kita sudah tidak mandiri. Ketidakmandirian kita sudah mencapai puncak setelah kita dilanda krisis pada tahun 1997. Jauh sebelum itu, tetapi menjadi sangat jelas setelahnya, dapat kita lihat hubungan yang sangat erat antara kebijakan Pemerintah Indonesia dan apa yang tercantum dalam country strategy report yang disusun oleh Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia, serta segala sesuatu yang didiktekan kepada Pemerintah Indonesia dalam bentuk Memorandum of Economic and Financial Policies (MEFP), yang lebih dikenal dengan sebutan Letter of Intent.

Bagaimana dampaknya? Buat mayoritas rakyat Indonesia sangat merusak, bahkan dapat dikatakan sudah membangkrutkan keuangan negara.

2. Peradaban dan Kebudayaan

Terutama dalam bidang tata nilai, mental, moralitas dan akhlak, apakah setelah 63 tahun merdeka dari penjajahan kita lebih maju atau lebih mundur? Benarkah Bung Hatta yang sejak puluhan tahun lalu mengatakan bahwa korupsi mulai menjadi kebudayaan kita? Benarkah kalau sekarang dikatakan bahwa KKN sudah “mendarah daging” dan merupakan gaya hidup bagian terbanyak elite bangsa kita? Benarkah peringkat yang diberikan oleh lembaga asing bahwa Indonesia digolongkan dalam kelompok negara-negara yang paling korup di dunia?

3. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Apakah setelah 60 tahun merdeka, bangsa kita unggul? Dibandingkan dengan zaman penjajahan, kemampuan kita menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diciptakan oleh bangsa-bangsa lain memang boleh dikatakan cukup up to date. Tetapi, yang dimaksud apakah ilmu pengetahuan itu temuan kita sendiri, dan apakah teknologinya ciptaan bangsa kita sendiri? Ataukah harus membelinya dengan harga sangat mahal dari bangsa-bangsa lain?

4. Persatuan dan Kesatuan

Apakah bangsa kita lebih kokoh atau lebih rapuh? Referensi yang dapat kita gunakan adalah Amandemen UUD 1945. Bentuk dan praktik otonomi daerah, baik dalam bidang pengelolaan administrasi negara maupun dalam bidang keuangannya. Gerakan Aceh Merdeka berserta cara penanganannya. Aktifnya Gerakan Papua Merdeka di dunia internasional. Konflik antar etnis dan antar agama yang cukup keras, walaupun belum terjadi di seluruh wilayah Republik Indonesia. Hilangnya Sipadan dan Ligitan. Digugatnya Ambalat. Terancamnya Aceh dan Irian Barat lepas dari NKRI. Saya kira sangat mundur dan menjadi sangat rapuh.

5. Hankam

Apakah kondisi kita semakin kuat atau semakin lemah? Referensinya adalah persenjataan dan alat-alat perang yang kita miliki, dikaitkan dengan kemampuan serta prospeknya untuk membangun dan mengembangkan industri pertahanan sendiri. Referensi non materiilnya, apakah dengan reformasi yang memisahkan fungsi Polri dan TNI dalam bentuknya seperti sekarang ini membuat ketahanan nasional lebih mantap atau lebih rapuh?

6. Interaksi dan kedudukan kita di dunia Internasional

Dalam pergaulan antar bangsa dan kedudukan kita dalam organisasi-organisasi internasional, apakah bangsa kita mempunyai tempat dan kedudukan yang lebih terhormat atau lebih terpuruk?

Pemberitaan dan ulasan di pers internasional menempatkan Indonesia sebagai negara yang dalam banyak aspek sebagai negara bangsa yang terbelakang dan kurang terhormat.

7. Kemakmuran dan Kesejahteraan yang Berkeadilan

Tidak dapat disangkal bahwa pendapatan nasional per kapita meningkat sejak kemerdekaan hingga sekarang. Namun seperti diketahui, pendapatan nasional per kapita tidak mencerminkan pemerataan maupun keadilan dalam menikmatinya.

Angka-angka dari berbagai sumber menggambarkan betapa timpangnya antara kaya dan miskin, antara kota dan desa, antara perusahaan besar dan kecil.

8. Keuangan Negara

Keterbatasan infrastruktur, pendidikan, pelayanan kesehatan, penyediaan public utility oleh pemerintah jelas disebabkan oleh keuangan negara yang sangat terbatas, karena korupsi dan beban utang yang sangat besar.

KEMEROSOTAN, MALAISE ATAU MELT DOWN

Dalam berbagai seminar dan pertemuan-pertemuan diskusi, bahkan dalam perbincangan sehari-hari di mana-mana, pada umumnya orang berpendapat bahwa dalam 8 bidang fundamental tersebut kita mengalami kemerosotan yang parah.

Dalam sejarah kehidupan bangsa-bangsa, gejala seperti yang sedang dialami oleh bangsa kita juga pernah dialami oleh bangsa-bangsa lain. Karena faktor-faktor yang tidak selalu sama, dalam kurun waktu tertentu yang bisa panjang atau pendek, sebuah bangsa dapat mengalami kemerosotan dalam segala aspek dan segala bidang kehidupan. Gejala seperti ini disebut malaise atau melt down. Karena faktor-faktor yang juga tidak sama buat setiap bangsa, banyak bangsa yang mencapai titik kemerosotan yang terendah atau titik balik, yang disebut pencerahan atau aufklarung. Titik balik ini diikuti dengan awal masa jaya dalam segala bidang, yang disebut rennaisance.

PERAN EKONOMI

Kehidupan berbangsa dan bernegara menyangkut sangat banyak aspek, karena praktis menyangkut semua aspek kehidupan manusia. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa ekonomi memegang peran penting dalam membawa keseluruhan bangsa pada kemakmuran dan kesejahteraan yang berkeadilan.

Kehidupan ekonomi suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dari aspek-aspek kehidupan lainnya yang non materi sifatnya. Keduanya atau bahkan semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara saling berkaitan secara interdependen.

Salah satu faktor yang dapat merusak kehidupan ekonomi suatu bangsa secara dahsyat ialah pengaruh interaksinya dengan bangsa-bangsa lain, atau kekuatan-kekuatan yang ada di luar wilayah Indonesia (eksternal).

Kita mengalami penjajahan berabad-abad lamanya oleh Belanda yang diawali dengan “penjajahan” oleh sebuah perusahaan swasta, yaitu Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Kami menggunakan istilah “penjajahan”, karena demikian menguntungkannya, VOC sangat kaya, sehingga bagaikan negara mempunyai angkatan bersenjata sendiri yang memaksakan kehendaknya pada para penguasa Nusantara ketika itu. Karena korupsi yang terjadi dalam tubuh VOC, akhirnya bangkrut, dan penjajahan atas wilayah Nederlands Indie diambil alih oleh pemerintah Belanda.

Sekitar tahun empatpuluhan, banyak sekali negara-negara yang terjajah berhasil mengusir negara-negara penjajah, menjadi negara merdeka. Kita merebutnya kemerdekaan di tahun 1945.

Namun sejak dekade itu pula, langsung saja muncul benih-benih penguasaan kebijakan dan kekayaan alam negara-negara yang lemah, terbelakang dan tidak berpendidikan. Benih-benih dari kekuatan-kekuatan tersebut sekarang telah menjadi sebuah kekuatan raksasa yang dahsyat. Bentuknya seperti VOC dahulu, yaitu perusahaan-perusahaan transnasional dan multinasional. Mereka adalah business corporations. Maka era yang sekarang merajalela disebut era corporatocracy. Para ahli Amerika Serikat dan Eropa Barat sendiri yang sangat banyak menggambarkan kekuatan dan kejahatan mereka terhadap bangsa-bangsa lebih lemah yang dijadikan mangsanya dalam penyedotan sumber-sumber daya apa saja, terutama sumber daya mineral. Pembaca serial artikel ini dipersilakan membacanya sendiri. Yang jelas dan meyakinkan adalah Joseph Stiglitz, John Pilger, Jeffrey Winters, Bradley Simpson, John Perkins, dan 12 perusak ekonomi yang atas prakarsa John Perkins mengaku kejahatan-kejahatan yang telah dilakukannya. Kesemuanya dituangkan dalam buku paling mutakhir (2006) yang dikumpulkan dan di-edit oleh Steven Hiatt dengan kata pengantar oleh John Perkins. Judul bukunya “A Game As Old As Empire”.

Dari kesemuanya ini dapat kita baca bahwa di zaman setelah tidak ada negara jajahan lagi, perusahaan-perusahaan raksasa yang transnasional itu bagaikan VOC dahulu. Tetapi sekarang mereka tidak perlu melakukan penjajahan secara politik dan militer untuk menghisap kekayaan dari negara-negara dan bangsa-bangsa mangsanya. Cara-cara demikian sangat mahal, dan dapatnya tidak seberapa dibandingkan dengan cara-cara mereka sekarang ini.

Cara-cara mereka sekarang hanya perlu memelihara elit bangsa-bangsa mangsa, yang adalah elit bangsa yang secara politik dan secara formal negara merdeka dan berdaulat. Tetapi karena kekuasaan elit para anteknya ini, yang secara material maupun secara konsepsional didukung oleh corporatocracy global, pendiktean mereka dan penghisapan kekayaan alam serta tenaga manusianya menjadi sangat dahsyat dan mutlak. Di luar negara-negara mangsa, corporatocracy didukung oleh pemerintahnya masing-masing yang menguasai lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia, IMF dan Bank Pembangunan Asia.

Bagaimana asal mulanya bangsa kita terjajah kembali sejak tahun 1967 sampai sekarang akan diceriterakan dalam serial artikel ini.

MULAINYA PENJAJAHAN KEMBALI SAMPAI SEKARANG

Setelah jatuhnya Bung Karno, segera saja kekuatan modal asing yang dipakai untuk melakukan eksploitasi atau korporatokrasi melakukan aksinya. Yang menggambarkan dengan tajam justru para sarjana ekonomi dan sejarawan Amerika dan Eropa.

Marilah kita kutip berbagai gambaran sebagai berikut.

Seorang wartawan terkemuka berkewarganegaraan Australia yang bermukim di Inggris, John Pilger membuat film dokumenter tentang Indonesia dan juga telah dibukukan dengan judul : “The New Rulers of the World”. Dua orang lainnya adalah Prof. Jeffrey Winters, guru besar di North Western University, Chicago dan Dr. Bradley Simpson yang meraih gelar Ph.D. dengan Prof. Jeffrey Winters sebagai promotornya dan Indonesia sebagai obyek penelitiannya. Yang satu berkaitan dengan yang lainnya, karena beberapa bagian penting dari buku John Pilger mengutip temuan-temuannya Jeffrey Winters dan Brad Simpson.

Sebelum mengutip hal-hal yang berkaitan dengan Indonesia, saya kutip pendapatnya John Pilger tentang Kartel Internasional dalam penghisapannya terhadap negara-negara miskin.

Saya kutip :

“Dalam dunia ini, yang tidak dilihat oleh bagian terbesar dari kami yang hidup di belahan utara dunia, cara perampokan yang canggih telah memaksa lebih dari sembilan puluh negara masuk ke dalam program penyesuaian struktural sejak tahun delapan puluhan, yang membuat kesenjangan antara kaya dan miskin semakin menjadi lebar. Ini terkenal dengan istilah “nation building” dan “good governance” oleh “empat serangkai” yang mendominasi World Trade Organization (Amerika Serikat, Eropa, Canada dan Jepang), dan triumvirat Washington (Bank Dunia, IMF dan Departemen Keuangan AS) yang mengendalikan setiap aspek detail dari kebijakan pemerintah di negara-negara berkembang. Kekuasaan mereka diperoleh dari utang yang belum terbayar, yang memaksa negara-negara termiskin membayar $ 100 juta per hari kepada para kreditur barat. Akibatnya adalah sebuah dunia, di mana elit yang kurang dari satu milyar orang menguasai 80% dari kekayaan seluruh umat manusia.”

Saya ulangi sekali lagi paragraf yang sangat relevan dan krusial, yaitu yang berbunyi:

Their power derives largely from an unrepayable debt that forces the poorest countries….atau “Kekuatan negara-negara penghisap didasarkan atas utang besar yang tidak mampu dibayar oleh negara-negara target penghisapan.”

John Pilger mengutip temuan, pernyataan dan wawancara dengan Jeffrey Winters maupun Brad Simpson. Jeffrey Winters dalam bukunya yang berjudul “Power in Motion” dan Brad Simpson dalam disertasinya mempelajari dokumen-dokumen tentang hubungan Indonesia dan dunia Barat yang baru saja menjadi tidak rahasia, karena masa kerahasiaannya menjadi kadaluwarsa.

Saya kutip halaman 37 yang mengatakan : “Dalam bulan November 1967, menyusul tertangkapnya ‘hadiah terbesar’, hasil tangkapannya dibagi. The Time-Life Corporation mensponsori konferensi istimewa di Jenewa yang dalam waktu tiga hari merancang pengambilalihan Indonesia. Para pesertanya meliputi para kapitalis yang paling berkuasa di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat diwakili : perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel. Di seberang meja adalah orang-orangnya Soeharto yang oleh Rockefeller disebut “ekonom-ekonom Indonesia yang top”.

“Di Jenewa, Tim Sultan terkenal dengan sebutan ‘the Berkeley Mafia’, karena beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley. Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan hal-hal yang diinginkan oleh para majikan yang hadir. Menyodorkan butir-butir yang dijual dari negara dan bangsanya, Sultan menawarkan : …… buruh murah yang melimpah….cadangan besar dari sumber daya alam ….. pasar yang besar.”

Di halaman 39 ditulis : “Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah dibagi, sektor demi sektor. ‘Ini dilakukan dengan cara yang spektakuler’ kata Jeffrey Winters, guru besar pada Northwestern University, Chicago, yang dengan mahasiwanya yang sedang bekerja untuk gelar doktornya, Brad Simpson telah mempelajari dokumen-dokumen konferensi. ‘Mereka membaginya ke dalam lima seksi : pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar lain, perbankan dan keuangan di kamar lain lagi; yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya. Kita saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling dari satu meja ke meja yang lain, mengatakan : “ini yang kami inginkan : ini, ini dan ini”, dan mereka pada dasarnya merancang infrastruktur hukum untuk berinvestasi di Indonesia. Saya tidak pernah mendengar situasi seperti itu sebelumnya, di mana modal global duduk dengan para wakil dari negara yang diasumsikan sebagai negara berdaulat dan merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka ke dalam negaranya sendiri.

Freeport mendapatkan bukit (mountain) dengan tembaga di Papua Barat (Henry Kissinger duduk dalam board). Sebuah konsorsium Eropa mendapat nikel Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapat bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan-perusahaan Amerika, Jepang dan Perancis mendapat hutan-hutan tropis di Sumatra, Papua Barat dan Kalimantan. Sebuah undang-undang tentang penanaman modal asing yang dengan buru-buru disodorkan kepada Soeharto membuat perampokan ini bebas pajak untuk lima tahun lamanya. Nyata dan secara rahasia, kendali dari ekonomi Indonesia pergi ke Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI), yang anggota-anggota intinya adalah Amerika Serikat, Canada, Eropa, Australia dan, yang terpenting, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.

Jadi kalau kita percaya John Pilger, Bradley Simpson dan Jeffry Winters, sejak tahun 1967 Indonesia sudah mulai dihabisi (plundered) dengan tuntunan oleh para elit bangsa Indonesia sendiri yang ketika itu berkuasa. (Artikel 1) - Selasa, 19 Agustus 08

Oleh Kwik Kian Gie

Proses Terjajahnya Kembali Indonesia Sejak Bulan November 1967

(Artikel 2)

Selasa, 02 September 08

PARA PERUSAK EKONOMI NEGARA-NEGARA MANGSA

Benarkah sinyalemen John Pilger, Joseph Stiglitz dan masih banyak ekonom AS kenamaan lainnya bahwa utanglah yang dijadikan instrumen untuk mencengkeram Indonesia ?

Dalam rangka ini, kami kutip buku yang menggemparkan. Buku ini ditulis oleh John Perkins dengan judul : “The Confessions of an Economic Hit man”, atau “Pengakuan oleh seorang Perusak Ekonomi”. Buku ini tercantum dalam New York Times bestseller list selama 7 minggu.

Saya kutip sambil menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.

Halaman 12 : “Saya hanya mengetahui bahwa penugasan pertama saya di Indonesia, dan saya salah seorang dari sebuah tim yang terdiri dari 11 orang yang dikirim untuk menciptakan cetak biru rencana pembangunan pembangkit listrik buat pulau Jawa.”

Halaman 13 : “Saya tahu bahwa saya harus menghasilkan model ekonometrik untuk Indonesia dan Jawa”. “Saya mengetahui bahwa statistik dapat dimanipulasi untuk menghasilkan banyak kesimpulan, termasuk apa yang dikehendaki oleh analis atas dasar statistik yang dibuatnya.”

Halaman 15 : “Pertama-tama saya harus memberikan pembenaran (justification) untuk memberikan utang yang sangat besar jumlahnya yang akan disalurkan kembali ke MAIN (perusahaan konsultan di mana John Perkins bekerja) dan perusahan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster, dan Brown & Root) melalui penjualan proyek-proyek raksasa dalam bidang rekayasa dan konstruksi. Kedua, saya harus membangkrutkan negara yang menerima pinjaman tersebut (tentunya setelah MAIN dan kontraktor Amerika lainnya telah dibayar), agar negara target itu untuk selamanya tercengkeram oleh kreditornya, sehingga negara pengutang (baca : Indonesia) menjadi target yang empuk kalau kami membutuhkan favours, termasuk basis-basis militer, suara di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”

Halaman 15-16 : “Aspek yang harus disembunyikan dari semua proyek tersebut ialah membuat laba sangat besar buat para kontraktor, dan membuat bahagia beberapa gelintir keluarga dari negara-negara penerima utang yang sudah kaya dan berpengaruh di negaranya masing-masing. Dengan demikian ketergantungan keuangan negara penerima utang menjadi permanen sebagai instrumen untuk memperoleh kesetiaan dari pemerintah-pemerintah penerima utang. Maka semakin besar jumlah utang semakin baik. Kenyataan bahwa beban utang yang sangat besar menyengsarakan bagian termiskin dari bangsanya dalam bidang kesehatan, pendidikan dan jasa-jasa sosial lainnya selama berpuluh-puluh tahun tidak perlu masuk dalam pertimbangan.”

Halaman 15 : “Faktor yang paling menentukan adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Proyek yang memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan PDB harus dimenangkan. Walaupun hanya satu proyek yang harus dimenangkan, saya harus menunjukkan bahwa membangun proyek yang bersangkutan akan membawa manfaat yang unggul pada pertumbuhan PDB.”

Halaman 16 : “Claudia dan saya mendiskusikan karakteristik dari PDB yang menyesatkan. Misalnya pertumbuhan PDB bisa terjadi walaupun hanya menguntungkan satu orang saja, yaitu yang memiliki perusahaan jasa publik, dengan membebani utang yang sangat berat buat rakyatnya. Yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin. Statistik akan mencatatnya sebagai kemajuan ekonomi.”

Halaman 19 : “Sangat menguntungkan buat para penyusun strategi karena di tahun-tahun enam puluhan terjadi revolusi lainnya, yaitu pemberdayaan perusahaan-perusahaan internasional dan organisasi-organisasi multinasional seperti Bank Dunia dan IMF.”

Namun sayang bahwa sejak Ibu Megawati menjabat sebagai Presiden, kendali ekonomi jatuh ke tangan Berkeley Mafia lagi, yang sekarang kendali serta kekuasaannya bertambah mutlak.

Konsekuensinya adalah semakin kokohnya liberalisme dan mekanisme pasar primitif, dan semakin kokohnya pengaruh asing dalam menentukan kebijakan-kebijakan ekonomi kita.

Tingkat kerusakannya sudah sangat parah. Jumlah manusia Indonesia yang menderita kemiskinan sudah melampaui batas-batas yang wajar. Infra struktur dan barang dan jasa publik yang krusial buat tingkat kehidupan yang wajar sudah merosot jauh di bawah yang dibutuhkan secara minimal.

Elit bangsa yang sedang berkuasa dengan dukungan dari pembentukan opini publik di dunia semakin gencar menggambarkan bangsa Indonesia yang semakin maju dan sejahtera. Indikator-indikator yang dikemukakannya adalah stabilitas nilai tukar rupiah, PDB yang meningkat, inflasi yang terkendali dan sejenisnya.

Bahwa kesemuanya itu menyesatkan dapat kita pahami kalau kita membandingkannya dengan indikator-indikator yang sama selama penjajahan oleh Belanda selama berabad-abad. Dalam zaman penjajahan segala sesuatunya serba teratur dan stabil. PDB Hindia Belanda meningkat terus. Itulah sebabnya sampai sekarang kita menyaksikan Wassenaar dengan vila-vila yang besar dan mewah dan disebut sebagai daerah pemukimannya oud Indische gasten. Ciri khas Amsterdam sebagai pusat perdagangan ketika itu ialah rumah-rumah besar sepanjang sungai-sungai buatan. Kebanyakan dari gedung-gedung itu sekarang berfungsi sebagai perkantoran. Dalam zaman penjajahan adalah rumah-rumah tinggalnya para keluarga yang memperoleh kekayaannya dari Hindia Belanda. Tetapi rakyat Indonesia hidup dengan segobang sehari.

Sekarang juga begitu, kota-kota besar, terutama Jakarta berlimpah-ruah dengan kemewahan. Indikator-indikator yang selalu didengung-dengungkan serba stabil, walaupun ketertiban dan kebersihannya masih kalah dibandingkan dengan zaman penjajahan Belanda. Pesawat udara penuh penumpang, mal-mal mewah padat pengunjung dan jalan-jalan raya macet dengan mobil-mobil mewah. Tetapi ketika Bank Dunia mengumumkan bahwa garis kemiskinan sekarang ditetapkan US$ 2 per hari per orang, 50 % dari rakyat Indonesia miskin.

Dari semua tonggak-tonggak kehidupan berbangsa dan bernegara yang dikemukakan pada serial tulisan ini yang terdahulu, sangatlah jelas bahwa gejala kemerosotan seluruh bangsa dalam semua aspek kehidupannya bersifat struktural, dengan elit yang berkuasa yang menari-nari di atas penderitaan rakyatnya sendiri, bagaikan rezim kolonial dahulu.

Kondisi ini tidak dapat dibiarkan oleh golongan kemapanan yang masih mempunyai hati nurani. Mengapa golongan kemapanan yang harus membalikkan proses yang menjuruskan bangsa kita ke dalam jurang penderitaan, kemiskinan dan kenistaan? Karena mereka yang miskin dan menderita tidak mempunyai kekuatan apapun untuk memperbaiki nasibnya. Mereka hanya mampu menerawang ke langit dengan wajah tanpa ekspresi sambil menerima kematiannya karena kekurangan makanan dan pelayanan kesehatan yang paling mendasar.

Golongan kemapanan yang dirinya sendiri tidak mempunyai persoalan untuk hidup serba kecukupan, tetapi hatinya terusik, tidak tega menyaksikan penderitaan sesama anak bangsanya itulah yang harus bergerak membela sesama anak bangsanya yang terinjak, terpinggirkan dan ternistakan oleh elit bangsanya sendiri yang sedang berkuasa, dan lebih senang menjadi kroni dan kompradornya para penghisap bangsa-bangsa lain. Kelompok seperti inilah yang berhasil memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan. Para pendiri negara kita adalah orang-orang berpendidikan tinggi, yang kalau mau menjadi pegawai negeri (ambtenaar) pada pemerintahan Hindia Belanda menikmati gaji yang sangat tinggi. Tetapi mereka memilih keluar masuk penjara ketimbang menjadi pegawai negeri yang menjadi bagian dari birokrasi yang menghisap bangsanya sendiri.

JOHN PERKINS SEORANG PEMBUAL ATAU FIKTIF

Para ekonom kelompok mazhab tertentu yang berfungsi sebagai agen pelaksana dari korporatokrasi dan prinsip-prinsip Washington Concensus serta merta mengatakan bahwa John Perkins itu tidak ada. Itu adalah orang yang fiktif. Kalaupun ada orangnya, dia seorang pemimpi dan pembual (fantast).

Kalau memang demikian, bagaimana mungkin bahwa bukunya tercantum dalam best seller list selama enam minggu di New York Times. Seminggu setelah dijual di toko-toko buku, sudah tercantum sebagai buku terlaris nomor 4 di Amazon.com. Dalam waktu kurang dari 14 bulan, bukunya telah diterjemahkan ke dalam 25 bahasa. Copyright-nya telah dibeli oleh perusahaan film utama di Hollywood.

John Perkins mengakui bahwa sangatlah sulit menemukan penerbit, walaupun setiap kali para penerbit itu menunjukkan perhatian yang sangat besar. Tetapi pada akhirnya menolak. Baru penerbit yang ke 26 menyetujui menerbitkannya.

Apa alasannya diceriterakan dalam kata pengantarnya dalam buku terbaru yang ditulis oleh 12 para perusak ekonomi. Judul bukunya “A Game As Old As Empire”, dan sub judulnya “The Secret World of Economic Hit Men and the Web of Global Corruption.”

Saya bertemu dengan seorang insinyur Indonesia yang sampai sekarang masih bekerja di BUMN. Tidak etis buat saya menyebutkan namanya. Beliau menceriterakan kepada saya bahwa beliaulah yang menjadi partnernya John Perkins di Bandung di tahun 1970. Ketika itu beliau tidak mengetahui bahwa Perkins sedang melakukan perusakan ekonomi. Ketika beliau membaca bukunya, begitu marahnya, sehingga segera membuat sangat banyak copy yang dibagi-bagikan.

Mereka yang menyebut John Perkins seorang pembual sekarang ini banyak sekali yang memegang kekuasaan dalam bidang ekonomi. Mengapa tidak ada kebutuhan berkenalan dan menanyakan kepadanya?

Oleh Kwik Kian Gie - www.koraninternet.com

Selasa, 16 Februari 2010

Kugali… Dimana “Kepalsuan NKRI”

Sebenarnya, aku hanya seorang 1/3 seniman, 1/3 ekonom sosial & 1/3 petani. Tergelitik juga tulisan “kompasioner” Faizal Asgaf ttg NKRI asli, NKRI palsu. Tapi kata kata palsu itu yg dorongku menggali, mungkin ada benarnya juga “kepalsuan NKRI”, atau kutemukan dimana “NKRI asli”.

Sebagai wujud “kecintaan kami” pada Bangsa & Negara Indonesia serta wujud tanggung jawab sebagai warga negara yg masih sadar ttg Hakekat Dasar negara “Pancasila” dan Konstitusi dasar “UUD’45, ada baiknya ku gali Landasan Ideologi dan Landasan dasar konstitusi UUD’45 kita.

Aku sebaiknya menyadari sungguh2 Pancasila & UUD’45 yang menjadi Dasar konstitusi bagi pegangan menjaga dan menjalankan amanat~ hendak Kemana Bangsa ini berjalan. Pancasila bukanlah hanya Simbol saja, sebagai penghias dinding-2 kantor, sekolah atau departemen. Ku gali bagaimana Rangkaian 5 Sila sejatinya memberikan “Pegangan Dasar” yang hidup, bukan harafiah yang terputus putus, tapi saling berangkai (integrasi) dari Sila ke-1 hingga ke -5. Pancasila “aslinya”yang sangat hebat, baik, kokoh & jelas: Bahwa bangsa Indonesia senantiasa mendasarkan pada Nilai-nilai Benar, Luhur, Baik, Adil dll dari KETUHANAN (sila-1: Ketuhanan) yang menjadikan Bangsa ini Manusiawai ~beradab dengan Rahmat Keadilan, Serba Ber keadilan dan serba Merata (sila-2 : Kemanusiaan yg Adil dan Beradab…) untuk menjadikan Bangsa Indonesia Tetap Bersatu karena keadilan & kemanusiaan yang Dirasakan oleh seluruh Rakyat di seluruh pelosok tanah air (sila-3: Persatuan Indonesia) dan 3 dasar tersebut Bangsa Indonesia hidup, berproses dan menjelang dengan “semangat Kerakyatan dan dengan Musyawarah (sila-4: Kerakyatan yg dipimpin oleh Hikmah …Permusyawaratan) untuk mewujudkan sekali lagi: Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia (sila-5: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Nah, semangat Kerakyatan untuk mewujudkan Keadilan Sosial …benar-benar menjadi inti dari Amanat Landasan Ideologi bagi Konstitusi. Dan selanjutnya UUD’45 memberikan “rincian Amanat Dasar tersebut. Mungkin dalam waktu yg terbatas, kugali alam bidang ekonomi, dimana ini merupakan “85% sbgai jantung & pensuplai darah kehidupan bangsa. Kugali pasal 33 UUD’45 Benar-2 menjadi “Jantung” dari esensi “Keadilan dalam Pembangunan untuk sebesar besarnya Kemakmuran Rakyat Indonesia. Jadi bukan sekedar Platform atau Visi yang sifatnya : Responsif atau Rekasioner atas Sikon yang Tambal Sulam jangka Pendek.
Pasal 33 UUD’45 sbb:

(1). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

Nah dalam pasal 33 ayat (3)…aku terperanjat: kenapa sekarang ini dalam NKRI sumber alam (tambang), air dan kekayaan alam, sudah dikuasai oleh perorangan, perusahaan dan bahkan Perusahaan Multi Nasional Asing (Neo-Lib) menguasai kekayaan alam yang dikandung oleh bumi pertiwi ?. Bumi Resource kuasai tambang batubara > 500 ribu ha dan masih banyak perusahaan dalam negeri kuasai > 15 juta hektar. Air minum, bahkan sudah ada Danone (perusahaan Italia) kuasai sumber air di berbagai daerah, belum perusahaan dalam negeri. Di perikanan, wah jumlah perusahaan penangkapan dalam negeri “berkongsi dg kapitalis global” kuasai Wilayah Penangkapan yg luasnya “jutaan km2″. Begitu juga dalam kehutanan, sudah lebih 50 juta ha hutan alami kita dikuasai dan dibabat oleh perorangan, perusahaan swasta dlm negeri & asing, dan lebih dari 5 juta wilayah “teritori” bekas hutan dikuasaai dan dirubah jadi perkebunan (sawit, karet dlsb) dan HTI.

Ironisnya, dalam tambang batu bara: produksi terbesar diperankan oleh perusahaan dalam negeri & asing sekitar 45 jt metrik ton / th dan PT. Bukit Asam Batubara hanya kuasai produksi kurang 10 juta metrik ton. PLN kita sebagai BUMN milik negara, sering alami kekuarangan pasokan batubara. Kini, 22 propinsi alami krisis energi listrik akibat “jumlah pembangkitan yang kurang dan kurangnya pasokan “yang kontinyu”. Bahkan di Kalimantan sbg sumber penghasil batubara: bisa alami krisi listrik. Di bidang gas alam, 3 pabrik (BUMN) pupuk dan kertas kini mati, tidak peroleh alokasi gas alam, sedangkan pupuk sangat dibutuhkan oleh petani. Sumber air minum di berbagai daerah di Jawa, Luar Jawa sudah lebih 75% dikuasai oleh perusahaan swasta, yang mensuplai untuk air kemasan atau air isi ulang untuk masyarakat.

Wah sumber vital negara berupa “kekayaan alam” kita ternyata tidak dikuasai negara. Bahkan ekonomi kita mengikuti Platform Pembangunan Indonesia yang Di-Desain dan didikte oleh Kekuatan Ekonomi Kapitalis Liberal Dunia !! Itu sungguh pengkhianatan terhadap Amanat Konstitusi. Implikasi dari mengikuti “desain atau didikte” oleh kekuatan kapitalis liberal dunia..menjadi Tantangan yang sangat serius bagi Masa Depan Bangsa dan Negara Indonesia yangg kini sdh dalam cengkeraman “Neo VOC”yang kalau dihitung: menghisap devisa (kekayaan) kita suangattt besar, dan berarti “menekan/ menggeser kesempatan lebih dari 100 juta rakyat memperoleh “kemakmuran” atau tetap terbelakang (miskin) seperti yang diamanatkan dalam pasal 33 UUD 45. !

Dari uraian diatas….ternyata kusimpulkan bahwa Indonesia kini menampakkan diri sebagai “NKRI palsu” atau “NKRI pengkhianat yaaa…, karena tidak sesuai (tidak genuine / tidak asli) menampakkan dirinya sebagai NKRI yang tunduk, taat atau jalankan amanat konstitusi. Itu baru ulasan satu pasal loh dalam bidang ekonomi…pasal 33 UUD’45.

Sunan Mursyid

Senin, 01 Februari 2010

ECO ART Solid Table : Usaha Karya Mandiri Iluni UI Kontra Korupsi

Usaha Karya Mandiri Iluni UI Kontra Korupsi

(Sumber pembiayaan Perjuangan ~ menjaga INDEPENDENSI & MERAKYAT )



Karya seni untuk Lingkungan & Perjuangan !

desain art adalah karya seni

yang hidup dan menghidupkan jiwa,

menerangi jiwa

dan

mengikis kegelisahan dalam kehidupan manusia

yang serba materialistik.


Tidaklah heran, bila masyarakat dunia barat sangat menghargai karya seni. Kelompok Lingkungan Ekonomi-Hijau bersedia menyediakan 15 Meja AST untuk dijual, dan sebagian hasilnya direncanakan untuk mendukung Kegiatan Iluni UI Kontra Korupsi secara Independen dan Pendirian INSTITUT KONSERVASI ALAM (IKA), dengan basis Visioner Ekonomi Hijau (greenomics), yakni Sekolah Non Gelar 6 bulan, yang mampu mencetak sdm generasi mudah dalam membangun Kemampuan Mengelola, Mengusahakan Hutan Mini, Kebun Mini serta Melaksanakan Konservasi. Misi AST dengan demikian turut serta membangun Pemulihan kerusakan alam, mengembangkan usaha ekonomi ekosistem (ekonomi hijau) hingga Penghutanan Kembali 82 juta hektar yang rusak.


Sekretariat:

Iluni UI Kontra Korupsi

Jl. Margasatwa Raya No.8A-Pondok Labu, Jaksel



SEKILAS TENTANG

ECO ART Solid Table


(EAST), adalah karya (art) ukiran kayu yang unique, didesain khusus mendasarkan alam dan etnik. Selanjutnya diukir diatas bahan kayu yang besar berusia ratusan tahun, menjadi meja yang cantik, megah, gagah namun anggun dan mewah. AST seolah menggugah kesadaran kita untuk bangkit atas kekayaan hasil alam dan seni serta keahlian ukir. Patron meubel ukiran selama ini seolah menjadi milik Jepara dan Bali, sehingga tidak mengherankan, meubel ukir tersebut menjadi pasaran. Harus diakui, karya ukir tersebut adalkah salah satu keunggulan yang bisa menghasilkan nilai tambah tinggi. Buktinya meubel karya Da Vinci bisa bernilai puluhan hingga ratusan juta, di desain khusus, diukir dengan bahan baku 100% dari Indonesia, setelah finishing dilempar kembali ke pasar Indonesia.


ECO ART Solid Table, bisa disebut sebuah karya yang dapat berfungsi ganda, menjadi meubel (fungsi seara) bisa juga menjadi fungsi estetis. Secara estetis bisa dinikmati dari keindahan the art-nya. Bahan meja EAST diolah dari kayu pohon yang besar berusia ratusan tahun, sehingga diameter pohon rata-rata diatas 100 cm. Uniquenya, EAST mengandalkan pohon hasil tanaman masyarakat, seperti durian, mahoni, mangga, jati dan pohon-pohon lainnya. Semangat dan visi yang diemban adalah pengembangan pohon-pohon budidaya. Batang pohon yang besar tersebut selanjutnya dipotong sepanjang 4 meter dan dibelah selebarnya dengan ketebalan 10 Cm hingga 12 Cm.


EAST, hanya membuat 10 meja dengan desain khusus tiada duanya. AST ingin menggugah kebangkitan karya seni ukiran kayu dengan konsep The Art Of Carving For Replantation. Tidaklah mengherankan bila AST alergi dengan kayu dari hutan alam luar Jawa. EAST hanya memproduksi 10 meja dengan karakter desain senantiasa bercorak etnis dan dengan nuansa lingkungan.

1. Gunungan, mengadopsi gunungan (wayang) dengan diterangi bunga matahari yang didesain bisa dinikmati dari 4 sisi, depan, berhadapan, samping kiri atau kanan. Kaki meja juga didesain khusus dengan pola bunga matahari dan cempaka.

2. Teratai didesain dengan dikelilingi ikan Lou Han, dengan corak ombak air yang juga dapat dinikmati dari 4 sisi.

3. Daun Jawa Semarangan, yang diekploitasi dari pohon menghindar dan didesain dengan gaya etnis Java. Bentuk meja dan kaki di polakan seperti dasi kupu-kupu.

4. Bunga Matahari, meja berbentuk Opal dengan pola bunga Matahari ditengah,

5. Jambu panjang, meja dengan didesain brbentuk jambu panjang,

6. Meja Pohon dan Bunga Cengkeh

EAST bukanlah meubel, karena meubel identik dengan produksi massal dan monoton.


Meja desain GUNUNGAN

Panjang 4 m tebal 12 cm lebar 105cm tnggi 80cm


Price: 45 juta


Meja desain TERATAI

Panjang 4 m tebal 12 cm lebar 105cm tnggi 80cm

Price: 45 juta


Meja desain DAUN JAWA SEMARANGAN (Solid)

Panjang 4 m tebal 12 cm lebar 85cm tnggi 80cm

Price: 40 juta

Meja desain Bunga Cengkeh & Pohon (Solid)

Panjang 140 cm tebal 14 cm lebar 80cm tnggi 80cm




price 8 jt